Kabut asap yang kian pekat di Palangkaraya berdampak pada kesehatan. Angka Infeksi Saluran Pernafasan Atas mencapai 22.000 orang. Tak hanya itu, dampak kesehatan jangka panjang seperti kanker paru juga mengancam.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Kabut asap yang kian pekat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, semakin berdampak pada kesehatan. Angka Infeksi Saluran Pernafasan Atas mencapai 22.000 orang. Tak hanya itu, dampak kesehatan jangka panjang seperti kanker paru juga mengancam.
Hal itu disampaikan Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus Jeannette Siagian, Sp.P, M.Kes di sela-sela Seminar Lingkungan Hidup dengan Tema Peranan Pemuda Dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Kegiatan itu dilaksanakan oleh Mahasiswa Pencipta Alam (Mapala) di Universitas Palangka Raya, didukung Greenpeace dan Save Our Borneo (SOB), Sabtu (21/9/2019).
Jeannette mengungkapkan, dalam asap kebakaran hutan dan lahan mengandung karbondioksida (CO2), nitrogenoksida (Nox), ozon (O3), dan sulfurdioksida (SO2). Semua itu tercampur dalam partikular metter (PM10). Di Kota Palangkaraya, PM10 tertinggi mencapai angka 2.000 mikrogram per kubik. Padahal angka normal PM10 hanya 150 mikrogram per kubik.
“Yang paling rentan berdampak pada kesehatan adalah ibu hamil, balita, orang yang sedang sakit jantung, dan lansia. Ini (asap) berdampak pada penurunan fungsi paru,” ungkap Jeannette.
Jeannette menambahkan, kanker paru merupakan penyakit jangka panjang dari korban asap. Penderita bisa merasakannya lima sampai 10 tahun setelah bencana asap.
“Beberapa pasien yang saya tangani bukan hanya korban asap, ada juga yang perokok, atau orang-orang yang masih menggunakan kayu api bakar di rumahnya untuk memasak,” ungkap Jeannette.
Di Kalteng, dari data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, sejak Juli hingga September, terdapat 22.000 penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalteng. Kota Palangkaraya menjadi yang penyumbang terbanyak dengan total mencapai lebih kurang 6.000 penderita.
Selama seminggu, Senin-Minggu (9-15/9/2019) sedikitnya terdapat 2.800 penderita ISPA. Meskipun demikian, angka itu dinilai tidak terlalu signifikan dibanding minggu-minggu sebelumnya.
Hadir sebagai pembicara Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Kalteng Mofit Saptono. Menurutnya, asap semakin tebal karena kebakaran melahap lahan gambut atau fosil batu bara muda.
“Kalau sudah lahan gambut terbakar itu yang bisa memadamkannya hanya hujan tapi kami terus berupaya melakukan pemadaman dengan semua cara,” ungkap Mofit.
Kalau sudah lahan gambut terbakar itu yang bisa memadamkannya hanya hujan tapi kami terus berupaya melakukan pemadaman dengan semua cara
Mofit mengungkapkan, tahun depan semua anggaran di dinas akan dikerahkan untuk pencegahan. Menurutnya, pencegahan hanya satu-satunya cara untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
“Pencegahan menjadi yang utama, presiden juga sudah mengingatkan berkali-kali,” ungkap Mofit.
Pengampanye dari Greenpeace, Fauzi, mengungkapkan, pihaknya juga membantu menurunkan Tim Cegah Api (TCA) yang berasal dari berbagai daerah. Meskipun mereka bukan ahli di bidang itu, mereka dilatih dan didampingi Manggala Agni.
“Kami sudah sejak awal Agustus ada di Palangkaraya. Selain memadamkan kami sekaligus juga melakukan sosialisasi dampak kesehatan ke beberapa desa, termasuk mahasiswa,” ungkap Fauzi.