Lahan gambut yang sudah terlanjur rusak tidak mudah dipulihkan. Meskipun ada intervensi melalui restorasi gambut dengan pembangunan sumur bor dan sekat kanal, kebakaran masih rentan terjadi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Lahan gambut yang sudah terlanjur rusak tidak mudah dipulihkan. Meskipun ada intervensi melalui restorasi gambut dengan pembangunan sumur bor dan sekat kanal, kebakaran masih rentan terjadi.
Kepala Sub Kelompok Kerja Kalimantan Barat Badan Restorasi Gambut (BRG) Jany Tri Raharjo, Senin (23/9/2019), mengatakan, target restorasi BRG di Kalbar seluas 149.000 hektar pada periode 2016-2020. Dari target itu, jika dipetakan, kawasan budi daya berizin (95.000 hektar), budi daya tidak berizin (27.000 hektar), dan kawasan lindung (26.000 hektar).
“Hasil data analisa spasial di area target restorasi memang ada yang terkena dampak kebakaran lahan. Luasan gambut yang terbakar di target restorasi kawasan budi daya berizin maupun area budi daya tak berizin jika ditotal 3,36 persen atau 5.033 hektar periode 1 Januari-13 September dari total target restorasi. Jika dipersentase, luasan terbakar di area non konsesi 3.119 hektar. Kemudian, yang di lahan konsesi 1.900 hektar,” paparnya.
Untuk lahan konsesi, BRG tidak masuk dalam pembangunan fisik. Anggaran APBN tidak untuk pembangunan infrastruktur di lahan konsesi. Namun, bentuknya berupa pendampingan supervisi. Pembangunan infrastruktur di area konsesi tugas korporasi itu sendiri.
Area restorasi terbakar karena penyebab yang kompleks. Idealnya, restorasi dilakukan secara keseluruhan di kawasan hidrologis gambut (KHG). Namun, di lapangan KGH sudah terpecah-pecah, misalnya menjadi konsesi dan area penggunaan lain. BRG hanya meletakan infrastruktur di lahan yang terbakar 2015 karena mandatnya seperti itu. Jadi belum bisa menjangkau bentang alam KHG secara keseluruhan.
“Selain itu, jaringan kanal misalnya, idealnya tidak hanya berhenti di area konsesi atau non konsesi, tetapi satu jaringan sistem dalam bentang lahan KHG. Sementara itu, BRG hanya memfasilitasi pembangunan infrastruktur di area non konsesi. Untuk di lahan konsesi juga hanya sebatas supervisi,” paparnya.
Selain faktor bentang lahan, juga ada aspek sosial ekonomi. Aspek itu juga harus dioptimalkan. Sebanyak 99 persen kebakaran karena manusia. Meskipun di lahan terbakar ada sumur bor dan sekat kanal juga tidak bisa menjamin tidak terjadi kebakaran.
Bisa juga ada loncatan api dari area lain. Apalagi, kalau kondisi gambut sudah rusak parah. Prosesnya untuk pemulihan hidrologis gambut lama. Bahkan, lamanya sama seperti proses pembentukan gambut.
Dugaan sementara kebakaran di area restorasi berdasarkan citra satelit hal itu tersebar di Kabupaten Mempawah dan Kubu Raya dari citra satelit. Namun, BRG masih akan meninjau ke lapangan lagi untuk melihat detailnya, termasuk apakah dampak kebakaran itu merusak infrastruktur seperti sumur bor dan sekat kanal, tim masih akan mengecek ke lapangan.
Guru Besar Fakultas Pertanian Magister Ilmu Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Gusti Anshari mengatakan, tidak mudah memulihkan gambut. Secara teknis gambut di Kalbar sudah rusak karena pengeringan sudah intensif, sehingga untuk memulihkan dengan sekat kanal ada yang tidak bisa sepenunuhnya.
Sifat gambut berubah. Pola air gambut berubah dengan terjadinya gangguan. Gambut jadi tidak alami lagi. Apalagi, jika di gambut sudah dibangun jalan dan banyak aktivitas di lahan itu, jadi tidak alami lagi
“Sifat gambut berubah. Pola air gambut berubah dengan terjadinya gangguan. Gambut jadi tidak alami lagi. Apalagi, jika di gambut sudah dibangun jalan dan banyak aktivitas di lahan itu, jadi tidak alami lagi. Ada juga, gambut disekat agar tetap kering karena sudah banyak pembukaan lahan dan banyak saluran pembuangan di area gambut,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perumahan Rakyat Kalbar Adi Yani, mengatakan, pada 2017, di Kalbar sudah terbangun 100 unit sumur bor dan pada 2018, terbangun 128 sumur bor di Kubu Raya, Sambas, Mempawah, dan Kayong Utara. Untuk sekat kanal pada 2017 sudah terbangun 200 unit dan 2018 sebanyak 279 uni di Sambas, Kubu Raya, Kayong Utara, dan Mempawah.
Untuk revitalisasi ekonomi masyarakat pada 2017 ada 16 paket dan pada 2018 ada 16 paket. Revitalisasi ekonomi itu misalnya saja di Kubu Raya, dengan budi daya lele dumbo, komoditas lokal nanas, dan peternakan kambing.