Perjalanan ratusan mahasiswa dari Universitas Negeri Semarang dan Universitas Diponegoro ke Gedung DPR RI, Jakarta sempat tertahan razia polisi di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019).
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
BREBES, KOMPAS -- Perjalanan ratusan mahasiswa dari Universitas Negeri Semarang dan Universitas Diponegoro ke Gedung DPR RI, Jakarta sempat tertahan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019). Bus yang ditumpangi rombongan mahasiswa tersebut terjaring dalam razia ketertiban lalu lintas Kepolisian Resor Brebes, Selasa dini hari. Razia yang dilakukan pada dini hari tersebut dinilai sebagai salah satu upaya menghalangi pergerakan mahasiswa daerah ke Jakarta.
Salah satu mahasiswa Universitas Diponegoro (UNDIP) yang ikut dalam perjalanan tersebut, Muh Adhitya Ramadani menceritakan, lima bus yang ditumpangi sekitar 250 mahasiswa dari UNDIP dan Universitas Negeri Semarang (UNNES) berangkat dari Semarang pada Selasa pukul 23.55 melalui jalan tol.
Menurut Adhit, sekitar pukul 03.00, sopir bus mendapatkan arahan dari kepolisian untuk keluar dari tol dan melanjutkan perjalanan melalui jalan pantura. Kemudian, sopir mengikuti arahan tersebut lalu keluar di pintu keluar tol terdekat yakni, pintu tol Tegal.
"Saat sampai di depan kantor Polres Brebes yakni sekitar pukul 03.30, bus kami diberhentikan dan diperiksa kelengkapan surat-suratnya. Dua dari lima bus yang mengangkut kami ditahan dengan alasan surat-suratnya tidak lengkap," kata Adhit.
Tidak ada kendaraan lain yang diberhentikan untuk diperiksa. Menurut dia, polisi diam saja saat melihat pelanggar lalu lintas lain melintas misalnya, tidak memakai helm.
Mahasiswa lain, Mukhammad Toni mengungkapkan kejanggalan dalam razia tersebut. Menurut Toni, tidak ada kendaraan lain yang diberhentikan untuk diperiksa. Menurut dia, polisi diam saja saat melihat pelanggar lalu lintas lain melintas misalnya, tidak memakai helm.
Setelah melalui perundingan, akhirnya pihak perusahaan otobus memutuskan untuk tidak mengantar para mahasiswa tersebut ke Jakarta dan memberikan uang kompensasi. Pihak otobus juga menyarankan kepada mahasiswa untuk menyewa bus lain.
"Kami kemudian memutuskan untuk menyewa bus lain dari Kota Semarang, supaya kami bisa melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. Pada pukul 08.30, bus yang baru kami sewa tiba di Polres Brebes dan mereka sepakat untuk mengantarkan kami ke Jakarta," tutur Toni.
Setelah kesepakatan antara pihak otobus dan mahasiswa tercapai, mereka kembali melanjutkan perjalanan pada pukul 09.30. Baru sekitar 35 menit berjalan, sopir bus tiba-tiba mengarahkan kendaraan keluar pintu tol Kanci, Cirebon. Tak lama kemudian bus memutar balik ke arah Semarang.
"Di tempat istirahat KM 228 A arah Semarang ruas tol Kanci-Pejagan kami mengajak sopir berdiskusi perihal alasan mereka memutar balik arah bus. Lalu sopir mengakui bahwa pihak perusahaan otobus mendapatkan arahan untuk segera memulangkan para mahasiswa kembali ke Semarang," kata Toni.
Toni menambahkan, salah satu mahasiswa menelpon pihak otobus dan meminta agar tetap diantarkan sesuai kesepakatan awal. Akhirnya, pihak otobus setuju dan bus kembali melaju ke arah Jakarta pada pukul 11.00.
Secara terpisah, Kepala Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Brebes Ajun Komisaris Moch Adimas Purwonegoro membantah Polres Bebes berupaya menghalangi pergerakan mahasiswa menuju Jakarta. Dia mengatakan, razia ketertiban lalu lintas memang digelar secara rutin oleh Polres Brebes. Penahanan dua dari lima bus mahasiswa dilakukan karena surat-surat perjalanan bus yang mereka tumpangi tidak lengkap.
Sementara itu, di Kota Tegal, sekitar 2.000 mahasiswa menggelar unjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan menuntut pembahasan ulang revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di depan Kantor DPRD Kota Tegal. Aksi tersebut berjalan tertib, meskipun mahasiswa yang kecewa dengan ketidakhadiran pimpinan DPRD Kota Tegal sempat membakar ban.
Irvan Setyawan, Koordinator Lapangan dalam unjuk rasa tersebut meminta DPRD Kota Tegal untuk menyuarakan percepatan permohonan uji materi revisi UU KPK ke Mahkamah konstitusi dan menuntut DPRD Kota Tegal untuk selalu menjalankan kewajibannya sebagai wadah aspirasi masyarakat. Jika tuntutan tak dipenuhi, mahasiswa mengancam akan kembali melakukan aksi dengan jumlah massa lebih banyak.
Adapun salah satu anggota DPRD Kota Tegal, Rachmat Raharjo meminta maaf kepada para mahasiswa atas ketidakhadiran pimpinan DPRD Kota Tegal dalam kegiatan tersebut. Menurut Rachmat, pimpinan DPRD Kota Tegal sedang ada tugas di luar kota.
"Kami sudah menerima aspirasi teman-teman mahasiswa yang disampaikan dalam kegiatan ini. Nanti kami juga akan segera menyampaikan aspirasi tersebut kepada para pimpinan DPRD Kota Tegal," kata Rachmat.