Dendeng Daun Singkong Menuju Jadi Primadona Baru Purwakarta
Sebagian orang menilai inspirasi sulit ditemukan. Padahal, keberadaannya bisa muncul dari mana saja. Di jalan bisnis yang tepat, inspirasi dapat menghasilkan pemasukan menggiurkan.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
Sebagian orang menilai inspirasi sulit ditemukan. Padahal, keberadaannya bisa muncul dari mana saja. Di jalan bisnis yang tepat, inspirasi dapat menghasilkan pemasukan menggiurkan.
Inspirasi Chriftylia Firjayanti (32) datang dari belakang rumahnya di Desa Kiarapedes, Purwakarta, Jawa Barat. Ketika itu, ia melihat daun singkong yang melimpah dan tidak termanfaatkan di kebun.
”Biasanya cuma dipakai untuk sayur dan lalapan. Namun, lebih banyak daun yang dibiarkan layu dan mengering. Melihatnya tidak dimanfaatkan, kan, sayang sekali,” ujarnya.
Berawal dari melimpahnya bahan baku itu, ia coba bereksperimen mengolah daun singkong menjadi dendeng daun singkong. Pada umumnya, dendeng terbuat dari bahan hewani, antara lain daging dan paru sapi. Ia pun menerapkan bumbu yang sama pada produknya. Upaya ini sekaligus mewarnai diversifikasi pangan yang ada di Purwakarta.
Purwakarta terkenal dengan produk olahan peuyeum atau tape singkong bendul. Berdasarkan Data Dinas Pangan dan Pertanian Purwakarta tahun 2018, terdapat luas tanam singkong sebanyak 1.390 hektar. Adapun daerah dengan luas tanam terbanyak adalah Sukatani (seluas 551 hektar), Wanayasa (178 hektar), Plered (131 hektar), Kiarapedes (73 hektar), dan Cibatu (66 hektar).
Suaminya yang keturunan Padang menjadi pencicip pertama setiap hasil eksperimennya. Rasa dendeng buatannya dibilang sang suami seperti rasa dendeng paru yang biasa disantap. Berkat pujian itu, ia pun memberanikan diri untuk memasarkan produknya dari pintu ke pintu.
Semula ia menitipkan produknya di beberapa kantin sejumlah kantor dinas di Purwakarta. Barulah pada 2017, ia memantapkan tekad mendaftarkan produknya dengan merek ”Incu Abah”, dalam bahasa Sunda artinya cucu bapak. Permohonan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga atau PIRT disetujui dalam waktu seminggu.
Ditemui di rumahnya, pertengahan September, Chriftylia sibuk mengemas pesanan untuk persiapan pameran gelar usaha di Solo, Jawa Tengah. Keseriusannya mengembangkan inovasi itu tidak main-main. Ia menerapkan sejumlah strategi agar penjualannya kian meningkat, yakni memasarkannya secara daring.
Tahapan pembuatan dari awal hingga menjadi produk akhir setidaknya membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Hal itu karena seluruh pengolahan masih dilakukan manual dengan tiga tenaga kerja lepas. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan saat merintis segalanya sendiri karena belum ada modal untuk membayar pekerja.
Chriftylia setia dalam perkara kecil, ia sendiri tak menyangka usaha kecilnya kian berkembang. Secara otodidak, ia mencari tahu bagaimana caranya, bahkan berbagai pameran ia ikuti agar produknya kian dikenal. Namun, lebih dari itu, pameran justru mempertemukannya dengan konsumen yang bisa memberinya masukan dan saran. Misalnya, kemasan produknya beralih dari semula plastik menjadi kemasan aluminium foil.
Tanpa kritikan itu, saya tak akan menjadi seperti sekarang. Masukan dari mereka sangat membantu perkembangan produk saya.
”Tanpa kritikan itu, saya tak akan menjadi seperti sekarang. Masukan dari mereka sangat membantu perkembangan produk saya,” ujarnya.
Dalam sebulan, ia mampu memproduksi 60 kilogram dendeng daun singkong. Harga produk Rp 12.500 per kemasan ukuran 80 gram. Omzet bersih yang ia mampu dikumpulkannya sekitar Rp 6 juta per bulan. Produknya menjadi salah satu oleh-oleh khas Purwakarta yang dijual di Galeri Menong.
Galeri tersebut menjadi toko pusat oleh-oleh khas Purwakarta yang berdiri sejak tahun 2016. Pemkab Purwakarta bersama Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian Purwakarta meluncurkan sebuah galeri khusus untuk memasarkan hasil produk para pelaku UMKM.
Galeri ini didirikan untuk memudahkan para wisatawan berbelanja produk oleh-oleh asli Purwakarta. Produk-produk yang dijual berasal dari berbagai kecamatan, antara lain manisan buah pala dari Desa Wanayasa, simping dari Desa Kaum, gula aren dari Desa Kiarapedes, dan kerajinan gerabah dari Plered.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perdagangan, dan Perindustrian Kabupaten Purwakarta Karliati Juanda mengatakan, Purwakarta kaya potensi bahan pangan dan kesenian. Untuk mengangkat potensi tersebut, dia mengajak warga meningkatkan kreativitas menghasilkan berbagai produk.
Menurut dia, produk usaha kecil dapat menjadi kekuatan ekonomi mandiri bagi masyarakat. ”Produk usaha mikro masyarakat Purwakarta harus semakin ditingkatkan jenis dan jumlahnya. Harapannya, produk-produk itu tidak hanya dicintai masyarakat lokal, tetapi juga dikenal global,” ujar Karliati.
Akan tetapi, beberapa kendala masih menghambat pelaku ekonomi kreatif, antara lain akses permodalan dan pemasaran. Pada 2020, Pemerintah Kabupaten Purwakarta menganggarkan dana tambahan Rp 1,7 miliar untuk membantu permodalan usaha di desa.
Keuletan memanfaatkan potensi lokal di Purwakarta masih harus terus digenjot. Seiring berjalannya waktu, para pelaku usahanya harus terus memacu diri menghidupi inspirasinya agar semakin berkembang.