Gelombang protes yang dipelopori mahasiswa terkait pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan produk legislasi kontroversial lainnya juga muncul di Manado.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Gelombang protes yang dipelopori mahasiswa terkait pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan produk legislasi kontroversial lainnya juga muncul di Manado, Sulawesi Utara. Namun, sebelum aspirasi disampaikan di Gedung DPRD Sulut, bentrok antara aparat keamanan dan mahasiswa sudah pecah lebih dulu.
Ratusan mahasiswa tiba di depan Gedung DPRD Sulut, Rabu (25/9/2019) siang. Aksi dimulai oleh rombongan mahasiswa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado di pintu sebelah timur gedung. Aksi itu dipimpin Farid Mamonto (24), mahasiswa semester 9 Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Dengan mikrofon, ia meyakinkan para anggota DPRD Sulut dan aparat kepolisian bahwa tidak ada pihak yang membonceng aksi mereka. ”Kami datang murni atas nama mahasiswa yang intelektual. Ada poin-poin yang ingin kami usulkan, yaitu undang-undang yang merusak keadilan,” katanya.
Massa belum menyuarakan tuntutan mereka. Namun, dari poster-poster yang dibawa, para mahasiswa ingin meminta DPRD Sulut mendorong DPR mencabut revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, membatalkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), dan mengatasi kabut asap di Sumatera dan Kalimantan.
Wakil Ketua DPRD Sulut Amir Liputo pun menemui para mahasiswa di depan gerbang. Ia meminta waktu 15 menit untuk berdiskusi sebelum menerima para mahasiswa, ”Untuk berdialog secara intelektual,” katanya.
Namun, setelah 15 menit berlangsung, para mahasiswa tak kunjung mendapat kepastian. Peserta aksi pun mulai menggencet pagar gerbang. Sebagian mahasiswa mulai melempar segala yang ada di tangan mereka, seperti botol minum, gumpalan kertas, kayu, dan batu ke arah para polisi yang berjaga di gerbang.
Pasukan yang dilengkapi tameng, pentungan, dan gas air mata mulai mendekat ke gerbang untuk menahan agar gerbang tidak roboh. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Manado Ajun Komisaris Thommy Aruan pun mencoba membujuk mahasiswa untuk sabar. Namun, mahasiswa tetap menggencet sesekali.
Suasana bertambah ramai ketika mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Politeknik Negeri Manado, dan perguruan tinggi lainnya bergabung setelah 2 jam aksi berlangsung. Mereka menamakan diri Komite Aksi Sulawesi utara. Mereka berhenti di gerbang barat Gedung DPRD Sulut lalu menyuarakan aspirasi.
Sementara aksi berlangsung di sisi barat, Amir Liputo, Kristo Ivan Ferno Lumentut, dan beberapa anggota Dewan lainnya kembali menemui mahasiswa IAIN di sisi timur. ”Berdasarkan situasi dan kondisi, kami hanya bisa menerima 20 orang perwakilan dari teman-teman,” katanya.
Usulan itu ditolak para mahasiswa yang ingin semuanya diterima di dalam gedung. Adu mulut terjadi, sementara aksi di sisi barat tetap ramai. Tiba-tiba, massa yang beraksi berhamburan ke segala arah di Jalan Raya Manado-Bitung. Asap putih dari gas air mata menyembur deras di jalan.
Mahasiswa IAIN berhamburan dengan air mata bercucuran. Banyak mahasiswi yang menangis karena syok dan kesakitan. Afnan (18), mahasiswa baru IAIN, terluka di pelipis dengan darah mengucur.
Yudi (24), mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam, mengatakan, negosiasi dengan anggota Dewan sedang berlangsung saat gas air mata ditembakkan. ”Saya tidak tahu apa yang terjadi di gerombolan mahasiswa Unsrat (di sisi barat), tetapi tiba-tiba gas air mata sudah di mana-mana,” katanya.
Para mahasiswa mengatasi efek gas air mata dengan membasuh muka menggunakan air. Selain itu, mereka mengoleskan pasta gigi di sekitar mata.
Beberapa saat kemudian, pagar sisi barat roboh. Tembok pos penjagaan dicoret-coret dengan kata-kata penolakan dan makian. Sebagian mahasiswa membakar ban di depan gerbang roboh itu, kemudian merangsek masuk. Hingga kini, penyampaian aspirasi masih berlangsung.