Usut Tuntas Tindakan Represif Polisi terhadap Mahasiswa di Bandung
Kalangan mahasiswa di Bandung, Jawa Barat, menuntut pengusutan tuntas dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan polisi dalam aksi 23-24 September 2019. Mereka mengklaim ada 230 mahasiswa yang terluka dalam aksi itu.
Oleh
Samuel Oktora
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kalangan mahasiswa di Bandung, Jawa Barat, menuntut pengusutan tuntas dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan polisi dalam aksi 23-24 September 2019. Mereka mengklaim ada 230 mahasiswa terluka dalam aksi itu.
Berlangsung di depan gerbang Gedung DPRD Jabar, aksi dihadiri sekitar 1.000 orang. Mereka menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi UU KPK. Awalnya aksi berjalan damai, tapi kemudian berakhir ricuh. Sejumlah mahasiswa terluka.
Mahasiswa terluka diduga akibat tembakan gas air mata, meriam air, dan pukulan benda tumpul. Mereka lantas dilarikan ke sejumlah rumah sakit di Bandung. Hingga Rabu (25/9/2019), Rifka, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, masih dirawat di Rumah Sakit Sariningsih, Kota Bandung.
”Banyak mahasiswa tubuhnya memar. Ada juga yang kepalanya terluka parah akibat pukulan benda tumpul. Kami mengutuk keras tindakan represif aparat kepolisian. Kasus ini harus diusut tuntas,” tutur Presiden Mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) Lutfi di Bandung, Rabu.
Menurut Lutfi, polisi telah bertindak berlebihan ketika terjadi kericuhan dengan menembakkan meriam air, gas air mata, juga pemukulan kepada mahasiswa. ”Meski terjadi pelemparan batu, polisi seharusnya tak boleh memukul mahasiswa atau massa aksi. Di balik seragam dan pentungan mereka itu, ada hukum yang mengaturnya,” ujar Lutfi.
Kepala Polres Kota Besar Bandung Komisaris Besar Irman Sugema menjelaskan, anak buahnya sudah melakukan upaya sesuai prosedur standar operasi. Pihaknya sudah melakukan pendekatan persuasi, negosiasi, hingga memfasilitasi dialog antara mahasiswa dan sejumlah anggota DPRD Jabar.
”Akan tetapi, mahasiswa tetap memaksakan kehendak untuk ingin masuk ke gedung DPRD. Tak mungkin massa begitu banyak semuanya masuk ke gedung DPRD,” kata Irman.
”Situasi kemudian panas, diduga ada penyusup dan provokasi,” lanjutnya.
Situasi kemudian panas, diduga ada penyusup dan provokasi.
Menurut Irman, dalam kericuhan itu, polisi menangkap 68 orang yang diduga terlibat dalam tindakan anarkistis. ”Di antara mereka terdapat empat mahasiswa yang terindikasi penyalahgunaan narkoba,” ujarnya.
Irman menambahkan, dalam kericuhan itu, sembilan polisi juga terluka. Mereka mengalami luka memar, luka robek, keseleo, dan sesak napas.