Mahasiswa yang Ditangkap dalam Demonstrasi di Mataram Berstatus Saksi
Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) belum menetapkan tersangka kericuhan dan pelemparan batu dalam demonstrasi mahasiswa di depan Kantor DPRD NTB pada Senin (30/9/2019). Sebanyak 26 demonstran berstatus saksi.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) belum menetapkan tersangka kericuhan dan pelemparan batu dalam demonstrasi mahasiswa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) NTB pada Senin (30/9/2019). Sebanyak 26 demonstran yang ditangkap saat kericuhan, sementara masih berstatus saksi.
Setelah diperiksa selama hampir 24 jam, 26 demonstran yang terdiri dari 24 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Mataram dan dua warga dibebaskan dan dikembalikan ke keluarga masing-masing pada Selasa (1/10/2019).
Pembebasan oleh pihak Polda NTB disaksikan langsung oleh keluarga demonstran, perwakilan kampus, dan Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Nusa Tenggara Barat.
"Kami sudah periksa semua demonstran yang diamankan sejak semalam. Sore ini kami kembalikan ke keluarga mereka," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Komisaris Besar Kristiaji.
Meski dibebaskan, menurut Kristiaji, namun mahasiswa dan warga itu masih berstatus saksi. Hal itu karena proses pendalaman masih dilakukan. "Kami belum berani menyimpulkan. Masih banyak yang harus didalami seperti rekaman video. Jumlahnya cukup banyak," kata Kristiaji.
Seperti diberitakan, demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat NTB Menggugat di depan Kantor DPRD NTB dengan tuntutan menolak sejumlah RUU berujung ricuh pada Senin malam. Kericuhan bermula karena mahasiswa menolak dibubarkan meski telah melewati batas waktu yakni pukul 18.00 Wita.
Polisi sudah berupaya meminta mahasiswa membubarkan diri dengan baik. Alih-alih memenuhi permintaan itu, mahasiswa justru melempari polisi dengan batu. Hal itu membuat polisi harus menggunakan tembakan water canon.
Kericuhan itu mengakibatkan empat anggota kepolisian terluka pada kepala, dagu, dan luka retak pada kaki kanan karena terkena lemparan batu serta luka pada jari tangan karena terkena lemparan beling.
Sejumlah mahasiswa dan warga juga luka ringan sehingga harus mendapat perawatan dari Palang Merah Indonesia (PMI). Ada yang luka memar, sesak nafas karena terinjak, asma kambuh, dan keseleo karena terinjak.
Kristiaji mengatakan, selain rekaman video, saat pemeriksaan, mereka juga menemukan barang bukti seperti batu dalam tas salah satu mahasiswa yang diamankan. "Dua warga yang diamankan juga ternyata sengaja menggunakan baju almamater salah satu perguruan tinggi di Mataram. Terkait mereka, kami juga mengesktraksi telepon selulernya untuk mengetahui apakah terkait dengan pihak tertentu atau tidak. Tetapi itu tidak bisa secepatnya," kata Kristiaji.
Dia menambahkan, dalam menangani kasus itu, pihaknya akan menerapkan Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni terkait penyerangan terhadap petugas yang sedang menjalani tugas. Tersangka bisa terancam hukuman penjara 1 tahun empat bulan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTB Komisaris Besar Purnama mengatakan, sejak aksi dimulai sekitar pukul 10.00 Wita, mereka sudah menjalankan pengamanan sesuai prosedur. Termasuk mengedepankan pendekatan humanis selama demonstrasi.
Asisten Bidang Penangan Pelaporan Ombudsman RI Perwakilan NTB Sahabudin juga menyampaikan hal serupa. "Kemarin, kami hadir untuk melihat apakah pengamanan sesuai prosedur tetap atau tidak. Kami melihat, sampai hari ini, pihak kepolisian tetap mengedepankan pendekatan kekeluargaan. Juga terbuka dalam semua proses," kata Sahabudin.
Wakil Rektor III Universitas Mataram Muhammad Natsir yang hadir dalam acara penyerahan mahasiswa melihat proses pengamanan hingga kericuhan pada Senin malam. Menurut Natsir, sejak semalam, ia juga sudah meminta agar seluruh mahasiswa yang diamankan tetap mendapat jaminan keamanan dan tidak mendapatkan kekerasan. Ia mengapresiasi sikap kepolisian yang tetap mengedepankan pendekatan humanis.
"Terkait demonstrasi, saya mewakili seluruh perguruan tinggi ingin menyampaikan agar peristiwa kemarin bisa menjadi pembelajaran dan tanggung jawab bagi siapapun. Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Kami tidak melarang demo, tetapi harus tetap menjaga etika," kata Natsir.
Terkait warga yang menggunakan baju almamater Universitas Mataram, Natsir sangat menyesalkan hal itu. "Itu mencoret nama baik mahasiswa dan Universitas Mataram," kata Natsir.
Terkait mahasiswa yang diamankan, menuut Natsir, pihak kampus tidak akan mengambil kebijakan apapun, termasuk sanksi. Para mahasiswa tersebut dipersilakan kembali kuliah dan mengikuti ujian tengah semester yang akan berlangsung pada awal pekan Oktober.
Lalu Jafar Putra, salah satu orang tua mahasiswa mengatakan, demonstrasi memang hak mahasiswa. "Silakan berdemo. Tetapi harus beretika. Apalagi sudah mahasiswa," kata Jafar yang datang menjemput anaknya.