Gerakan buruh di Surabaya, Jawa Timur menuntut pemerintah daerah meninjau ulang disparitas upah minimum antardaerah yang dinilai sudah terlampau jauh. Pengurangan disparitas upah diharapkan memeratakan pembangunan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Gerakan buruh di Surabaya, Jawa Timur menuntut pemerintah daerah meninjau ulang disparitas upah minimum antardaerah yang dinilai sudah terlampau jauh. Pengurangan disparitas upah juga diharapkan memeratakan pembangunan ekonomi agar tak terpusat di beberapa daerah saja.
Hal itu disuarakan gerakan buruh saat berunjuk rasa di depan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur di Kota Surabaya, Rabu (2/10/2019).
Pemerintah, DPRD, dan serikat buruh sepakat untuk mulai membahas perbedaan tingkat pengupahan yang tinggi antarkabupaten dan kota. Upah minimum terendah ada di Sampang, Pamekasan, Situbondo, Kabupaten Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek senilai Rp 1,763 juta. Angka ini amat jauh dibandingkan upah minimum tertinggi di Surabaya Rp 3,871 juta.
“Kami berharap jurang disparitas bisa ditekan agar tidak semua industri terkonsentrasi di daerah tertentu seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik yang UMK-nya tinggi,” ujar Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Jatim Jazuli.
Selain itu, Pemprov dan DPRD Jatim bersedia membahas tuntutan buruh terkait peraturan daerah jaminan pesangon yang akan diupayakan terbit sebelum atau saat peringatan Hari Buruh 2020. Selain itu, Jatim akan mendorong audiensi dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan DPR terkait dengan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Buruh juga meminta eksekutif dan legislatif membentuk Badan Pengawas Rumah Sakit untuk menjamin perawatan pasien terutama dari kalangan pekerja yang memakai fasilitas BPJS Kesehatan. Buruh juga menolak kenaikan nilai iuran BPJS Kesehatan sebab serikat tidak pernah diajak bicara. Kenaikan nilai iuran akan memotong upah buruh.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jatim Himawan Estu Bagijo dalam pertemuan dengan DPRD dan perwakilan serikat buruh mengatakan, akan segera berkoordinasi agar peraturan daerah tentang jaminan pesangon bisa diterbitkan tepat waktu.
“Semoga Komisi E yang notabene alat kelengkapan dewan segera terbentuk sehingga tuntutan ini bisa masuk dalam program legislasi daerah tahun ini juga,” kata Himawan. Serikat buruh juga diminta memberi sejumlah masukan untuk nota akademis dalam penyusunan rancangan peraturan daerah tentang jaminan pesangon.
Ketua DPRD Jatim Kusnadi mengatakan, raperda jaminan pesangon akan dicoba sebagai isu strategis legislatif masa bakti 2019-2024. “Isu jaminan pesangon cukup penting karena dari tahun-tahun sebelumnya ada keluhan bahwa buruh banyak tak mendapat haknya setelah terkena pemutusan hubungan kerja,” ujarnya.