Revisi UU Ketenagakerjaan Hanya Akomodasi Pengusaha
Sekitar 1.000 orang buruh berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumatera Utara, Medan, Rabu (2/10/2019). Mereka menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan karena hanya menguntungkan pengusaha.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS - Sekitar 1.000 orang buruh berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumatera Utara, Medan, Rabu (2/10/2019). Mereka menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan karena dinilai mengancam hak upah layak, kesejahteraan, membatasi kebebasan berserikat, mempermudah pemutusan hubungan kerja, dan sistem alih daya atau outsourcing.
Unjuk rasa dari berbagai serikat buruh dan pekerja yang tergabung dalam Gerakan Rakyat dan Buruh Bangkit Sumut itu berjalan dengan damai dalam suasana hujan deras. Massa buruh berkumpul di Lapangan Merdeka sekitar pukul 12.00. Mereka antara lain dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Sumut, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), SBSI 1992, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Sumut, dan Lembaga Bantuan Hukum Medan.
Setelah berkumpul, mereka bergerak menyampaikan aspirasi dengan berkeliling ke sejumlah ruas jalan di Medan dengan menggunakan sepeda motor, pikap, dan mobil. Mereka menyampaikan aspirasinya dengan membentangkan spanduk, poster, dan berorasi.
"Kami menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena tidak berpihak kepada buruh. Revisi hanya mengakomodasi kepentingan pemodal," kata Ketua GSBI Sumut Ahmad Syah.
Unjuk rasa dijaga ketat aparat Kepolisian Resor Kota Besar Medan dan Brimob Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Aparat kepolisian membuat dua lapis pagar kawat berduri. Aparat pun berjaga dengan tameng, tongkat, dan penembak gas air mata. Kendaraan taktis meriam air dan barakuda disiagakan
Setelah tiba di DPRD Sumut, pimpinan tiap-tiap serikat buruh bergantian menyampaikan aspirasi dengan berorasi. Ahmad mengatakan, mereka menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan karena empat hal. Pertama, revisi dinilai mengancam hak upah layak, kesejahteraan, dan pesangon.
Revisi memberi kemudahan kepada pengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja.
Kedua, revisi memberi kemudahan kepada pengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja. Ketiga, revisi juga dinilai akan semakin memperluas sistem tenaga kerja alih daya atau outsourcing. Keempat, perubahan undang-undang membatasi hak buruh dalam berserikat, berunding, dan mogok kerja. "Semangat revisi sama sekali tidak berpihak kepada nasib pekerja," kata Ahmad.
Sekretaris Jenderal SBSI Bambang Hermanto mengatakan, unjuk rasa tersebut juga memperjuangkan penghapusan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Mereka menginginkan penghitungan upah dilakukan dengan penghitungan kebutuhan hidup layak. Selain itu, para buruh juga menyatakan sikap menolak kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Massa buruh akhirnya diterima tiga anggota DPRD Sumut yakni Hendro Susanto dan Dedi Iskandar (Fraksi PKS), serta Berkat Laoly (Fraksi Nasdem). Anggota Dewan itu pun menandatangani pernyataan sikap buruh sebagai bentuk persetujuannya pada hal tersebut.
"Kami setuju dengan sikap serikat buruh. Kami akan meneruskan aspirasi ini kepada DPR dan pemerintah pusat," kata Hendro.
Hendro mengatakan, penyusunan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan seharusnya tidak hanya memfasilitasi kepentingan pengusaha. "Aspirasi buruh harus diserap karena undang-undang itu menyangkut nasib buruh juga," katanya.
Terkait BPJS Kesehatan, Hendro mengatakan, mereka paham atas krisis keuangan yang dihadapi. Namun, menurut dia, menaikkan iuran peserta tidak tepat mengingat kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat.