Sumatera Barat berada di jalur merah peredaran narkotika karena menjadi daerah perlintasan, persinggahan, ataupun tujuan pengedar. Untuk mengurangi risiko, semua pihak diharapkan bersinergi mencegah penyalahgunaannya.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Sumatera Barat berada di jalur merah peredaran narkotika karena menjadi daerah perlintasan, persinggahan, ataupun tujuan pengedar. Untuk mengurangi risiko itu, semua pihak diharapkan bersinergi dalam mencegah generasi muda menyalahgunakan narkotika.
Dua jenis narkotika yang sering masuk ke Sumbar adalah sabu dan ganja. Sabu masuk dari Malaysia ke Riau, kemudian ke Limapuluh Kota/Payakumbuh, Sumbar. Sementara itu, ganja masuk dari Aceh via Sumatera Utara ke Pasaman, Sumbar. Selain diedarkan di Sumbar, narkotika yang masuk ada pula yang diedarkan ke wilayah Sumatra lainnya hingga ke Pulau Jawa.
“Sumbar ini daerah jalur merah. Sabu masuk dari Pekanbaru ke sini. Daerah rawannya Payakumbuh. Kalau tidak tertangkap di sana, bisa beredar ke mana-mana,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumbar Khasril Arifin di sela-sela pemusnahan ganja di Padang, Kamis (3/9/2019).
Khasril melanjutkan, karena Sumbar berada di jalur merah, semua pihak diharapkan berkolaborasi menindak serta mencegah penyalahgunaan narkotika, terutama oleh generasi muda. Sebab, hampir semua kalangan, termasuk pelajar/mahasiswa, sudah terpapar oleh narkotika.
Yang lebih memprihatinkan, kata Khasril, pelajar/mahasiswa itu tidak hanya menjadi pemakai, tetapi ada juga pengedar. Pada Februari 2019 lalu, misalnya, BNNP Sumbar menangkap lima mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Padang karena kedapatan menjual ganja.
Khasril melanjutkan, permasalahan narkotika di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Setiap hari, sekitar 30 orang meninggal karena overdosis. Sementara itu, pengedar dan bandar narkotika yang tertangkap dan berhasil diungkap jaringannya masih sedikit.
“Kerja sama kita semua dibutuhkan, terutama penegak hukum. Penegakan hukum harus terus dimaksimalkan,” ujar Khasril.
Terbesar
Dalam kesempatan itu, BNNP Sumbar memusnahkan 153,5 kilogram ganja hasil pengungkapan pada 17 Agustus 2019. Ganja dari Aceh itu masuk ke Sumbar melalui Kabupaten Pasaman yang berbatasan dengan Sumatera Utara. Ganja hendak diedarkan di sekitar Solok, Sumbar, kemudian sebagiannya dibawa ke Lampung.
Dalam kasus itu, petugas menangkap dua tersangka pengedar yang juga residivis berinisial KA (33) dan RR (29). Satu tersangka lagi yang merupakan pemilik ganja lolos, melarikan diri ke kebun warga, meskipun terkena tembakan di bagian kaki.
“Dalam jumpa pers sebelumnya, kami menyebutkan bobotnya sekitar 200 kilogram kotor. Setelah ditimbang murni, bobotnya 153,5 kilogram. Jumlah barang bukti ini merupakan yang terbesar sejak BNNP ada di Sumbar. Kalau diperkirakan satu orang 5 gram, ganja sebanyak itu bisa dikonsumsi sekitar 30.000 orang,” ujar Khasril.
Dibandingkan tahun lalu, jumlahnya meningkat sekitar 300 persen. (Emrizal Hanas)
Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Sumbar Emrizal Hanas mengatakan, hingga Oktober 2019, BNNP Sumbar telah mengungkap 11 kasus dengan berkas kasus mencapai 23 berkas. Secara total, barang bukti yang disita sekitar 154 kilogram ganja dan sabu 3,5 kilogram.
“Trennya tahun ini meningkat. Sabu berkilo-kilo, ganjanya ratusan kilo. Dibandingkan tahun lalu, jumlahnya meningkat sekitar 300 persen,” kata Emrizal.
Menurut Emrizal, meningkatnya jumlah tersebut tidak dapat disimpulkan peredaran narkotika semakin marak. Tren peningkatan bisa pula karena aparat penegak hukum semakin giat mengungkap kasus.
Emrizal menambahkan, narkotika yang masuk sebagian untuk diedarkan di Sumbar dan sebagian lagi sekadar transit. Narkotika yang transit umumnya diedarkan ke wilayah Sumatra lainnya hingga ke Pulau Jawa.