Wayang Jogja Night Carnival Angkat Wayang "Misterius" Keraton
Wayang Jogja Night Carnival akan kembali digelar di Yogyakarta, Senin (7/10/2019) dengan mengangkat tema tentang Wayang Kapi-kapi dari keraton yang tidak banyak dikenali masyarakat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Wayang Jogja Night Carnival akan kembali digelar di Yogyakarta, Senin (7/10/2019) dengan mengangkat tema tentang Wayang Kapi-kapi dari keraton yang tidak banyak dikenali masyarakat. Ajang itu didorong menjadi salah satu atraksi budaya unggulan guna menarik minat wisatawan.
Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Yetti Martanati mengatakan, karnaval itu merupakan ajang tahunan yang menjadi bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun Kota Yogyakarta ke-263. Tahun ini, ajang tersebut memasuki tahun keempatnya sejak digelar pertama kali tahun 2016.
“Ke depan, ini jadi salah satu unggulan. Harapannya bisa meningkatkan kunjungan wisatawan. Itu yang ingin kami tuju. Sebab, dari agendanya sendiri sudah pasti. Ini selalu digelar bertepatan dengan waktu perayaan ulang tahun Kota Yogyakarta,” kata Yetti, di Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Kamis (3/10/2019).
Tahun ini, tema yang diusung “Ringgit Wanara Kagungan Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat” atau disebut pula Wayang Kapi-kapi. Itu merupakan jenis wayang yang dimiliki Keraton Yogyakarta. Selama ini, wayang tersebut jarang keluar dan diketahui khalayak masyarakat. Wujud dari wayang tersebut berupa perpaduan tubuh antara kera dan hewan lainnya.
Wayang Kapi-kapi itu mencerminkan pula persatuan dalam keberagaman. Karakter wayang itu punya bentuk yang sedemikian beragam.
Penghageng Kawedanan Hageng Punokawan Kridhomardowo (Divisi Kesenian dan Pertunjukan) Keraton Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro mengatakan, Wayang Kapi-kapi itu mencerminkan pula persatuan dalam keberagaman. Karakter wayang itu punya bentuk yang sedemikian beragam. Namun, mereka bisa bersatu padu dalam satu tujuan membantu Rama melawan Kerajaan Alengka, dari cerita Ramayana.
“Wayang ini lahir pada masa kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono VIII. Ini juga menjadi inovasi pada zaman itu. Karena, wayang ini hanya ada pada cerita Ramayana dari Keraton Yogyakarta,” kata Notonegoro.
Notonegoro menambahkan, ada kegelisahan dari Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X yang melihat bahwa Wayang Kapi-kapi tidak lagi dikenali generasi muda. Itu menjadi dasar yang mendorong urgensi pengusungan kembali karakter wayang tersebut. “Tokoh-tokohnya (wayang kapi-kapi) sangat khas. Sangat disayangkan bila ini hilang begitu saja dan masyarakat tidak tahu,” kata dia.
Notonegoro mengharapkan, lewat festival itu, generasi muda bisa tertarik mengenali lebih dalam tentang Wayang Kapi-kapi. Nilai filosofis yang termuat pada karakter wayang tersebut hendaknya bisa dipahami dan diresapi generasi muda.
Karnaval itu diikuti sekitar 1.400 peserta yang berasal dari 14 kecamatan di seluruh wilayah Kota Yogyakarta. Para warga bakal mengenakan kostum wayang sesuai tema utama. Lalu, mereka akan menampilkan tarian dan berpawai di sepanjang Jalan Margo Utomo, atau yang dahulu dikenal dengan Jalan Mangkubumi, Kota Yogyakarta.
Untuk meramaikan pergelaran ini, Yetti menyatakan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan sejumlah biro perjalanan wisata. Tidak hanya dalam negeri, tetapi juga luar negeri meski baru sebatas kawasan Asia Tengggara.
Kerja sama tersebut untuk memasukkan karnaval ke dalam paket wisata bagi para turis yang menggunakan jasa dari sejumlah biro perjalanan itu. “Tahun lalu, acara ini bisa menghadirkan kurang lebih 60.000 pengunjung. Banyak yang dari luar daerah pula. Kami melihatnya dari bagaimana hotel-hotel yang berada di sepanjang jalan tempat pelaksanaan acara,” ujar Yetti.
Yetti menambahkan, dalam pergelaran tahun ini, terdapat pula aksi menari bersama di tengah-tengah acara tersebut. Tarian itu dibawakan anak-anak sekolah dari seluruh SMA dan SMK di Kota Yogyakarta. Adapun tarian tersebut mengandung unsur gerakan tari wayang dari Keraton Yogyakarta.
“Kami ingin, teman-teman nantinya juga bisa membawakan tarian Keraton Yogyakarta lewat flashmob (menari bersama) ini. Tarian itu dikolaborasikan dengan konteks kekinian, tanpa mengubah pakemnya, agar mudah disampaikan kepada masyarakat sekarang,” kata Yetti.