265 Hektar Kawasan Hutan di Gunung Merapi Terbakar
Seluas 265 hektar kawasan hutan konservasi di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi di tiga desa di Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terbakar sejak Jumat hingga Sabtu (5/10/2019).
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Seluas 265 hektar kawasan hutan konservasi di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi di tiga desa di Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terbakar sejak Jumat hingga Sabtu (5/10/2019) petang. Luas areal terbakar dimungkinkan masih bertambah karena hingga Sabtu malam api masih berkobar dan sulit dikendalikan.
Ketiga desa yang dimaksudkan adalah Desa Ngargomulyo di Kecamatan Dukun serta Desa Ngargosoko dan Desa Ngablak di Kecamatan Srumbung. Hingga Sabtu siang, baru kebakaran di Desa Ngargomulyo yang berhasil dipadamkan.
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Wiryawan mengatakan, upaya pemadaman akan kembali dilanjutkan Minggu, 6 Oktober, dengan mengerahkan lebih banyak personel.
”Karena yang bisa dilakukan di sini adalah pemadaman melalui jalan darat, maka upaya maksimal yang bisa kami tempuh hanyalah dengan menambah sebanyak mungkin personel pemadaman,” ujarnya, Sabtu.
Jika pada Sabtu jumlah personel yang dikerahkan sekitar 300 personel, mulai Minggu jumlah personel yang akan dikerahkan berkisar 750 orang hingga 1.000 orang.
Wiryawan mengatakan, pihaknya akan tetap konsisten melakukan pemadaman melalui jalan darat. TNGM tidak akan mengajukan permintaan bantuan penyiraman melalui udara karena menyadari saat ini semua helikopter tengah dikerahkan untuk membantu mengatasi kebakaran di luar Jawa.
Pemadaman yang akan dilakukan hari Minggu juga akan menggunakan penanganan mekanis dan manual. Upaya pemadaman secara mekanis dilakukan dengan mengerahkan truk-truk pengangkut air. Setelah mendekati lokasi, air akan disedot dan disemprotkan menggunakan mesin pompa dan selang.
Namun, di sebagian besar wilayah, upaya pemadaman masih dilakukan secara manual, dengan menggunakan sistem gebyok dan membuat sekat-sekat bakar. Sistem gebyok adalah cara pemadaman yang dilakukan dengan memukulkan ranting, dahan, dan semak-semak ke titik api.
Upaya pemadaman masih dilakukan secara manual, dengan menggunakan sistem gebyok dan membuat sekat-sekat bakar.
Sebelumnya, Jumat malam, api yang semula membakar kawasan hutan yang berada di antara Desa Ngargosoko dan Ngablak relatif bisa dikendalikan. Dengan demikian, upaya pemadaman yang dilakukan pada Sabtu pagi direncanakan hanya untuk memadamkan bara api.
Namun, pada Sabtu pagi, api justru kembali menyala dan meluas dengan cepat ke arah puncak. Jika sebelumnya api hanya membakar di lokasi yang berada di ketinggian 800-900 meter di atas permukaan laut (mdpl), pada Sabtu pagi api membakar daerah di ketinggian sekitar 1.200 mdpl. Api menghanguskan semak belukar, gelagah, ilalang, dan beberapa jenis pohon, seperti pohon anggrung.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Pranowo menyebutkan, untuk mendukung upaya pemadaman tersebut, mulai Minggu pihaknya akan membangun dapur umum di kawasan Jurangjero. Dapur umum akan menyediakan semua kebutuhan logistik untuk sekitar 1.000 orang yang akan terlibat dalam pemadaman.
Kesulitan
Haryanto, perangkat Desa Ngargosoko, mengatakan, sejak Sabtu pagi, sedikitnya 100 warga dan relawan dari Desa Ngargosoko telah bersama-sama pergi membantu upaya pemadaman kebakaran di Gunung Merapi. Namun, di lapangan, menurut dia, upaya pemadaman sulit dilakukan karena kondisi medan yang sulit dilalui. Kondisi itu diperparah dengan angin yang sangat kencang bertiup sehingga memicu api meluas dengan cepat.
”Di lapangan, kami pun tidak bisa bekerja maksimal karena takut melihat api sudah menyambar hingga pucuk-pucuk pohon,” ujarnya.
Menyadari risiko bahaya dan karena kebingungan menghadapi berbagai kendala tersebut, tanpa dikomando siapa pun, warga Desa Ngargosoko perlahan pergi satu demi satu meninggalkan lokasi kebakaran.
Melihat hal itu, ia berharap pemerintah memberikan dukungan peralatan yang mampu membantu menuntaskan pemadaman api secara cepat. Sebab, jika dibiarkan begitu saja, api kebakaran yang telah menghanguskan banyak pohon dikhawatirkan akan berdampak buruk pada sumber-sumber air di lereng gunung.
”Padahal, kehidupan kami di sini sangat tergantung pada suplai air bersih dari Gunung Merapi,” lanjutnya.
Di kawasan hutan di Gunung Merapi, terdapat puluhan titik mata air yang menyuplai air untuk warga desa yang bertempat tinggal di sekitarnya.