Serapan karet untuk kebutuhan industri dalam negeri ditargetkan bisa meningkat menjadi 1 juta ton dalam lima tahun mendatang.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mendorong penyerapan karet untuk industri dalam negeri melalui sejumlah cara, termasuk mendorong penggunaan karet untuk campuran aspal. Dengan cara tersebut, serapan karet di dalam negeri ditargetkan bisa meningkat menjadi 1 juta ton dalam lima tahun mendatang.
”Saya harapkan untuk lima tahun ke depan (serapan karet di dalam negeri) seharusnya bisa mencapai 1 juta ton,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam pembukaan The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) Annual Rubber Conference 2019, di Yogyakarta, Senin (7/10/2019).
ANRPC merupakan organisasi yang beranggotakan negara-negara produsen karet alam. Organisasi itu beranggotakan 13 negara, yakni Bangladesh, Kamboja, China, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Papua Niugini, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam. Pada 2018, negara-negara anggota ANRPC itu menguasai 90 persen dari total produksi karet alam di dunia.
Enggartiasto menjelaskan, penyerapan karet untuk industri dalam negeri perlu terus didorong. Dia menyebut, saat ini serapan karet alam untuk kebutuhan industri dalam negeri baru mencapai 633.785 ton. Dari angka tersebut, sekitar 40 persennya digunakan oleh industri ban, 15 persen untuk industri alas kaki, 15 persen untuk industri vulkanisir ban, 5 persen untuk industri sarung tangan, dan 25 persen untuk industri lainnya.
Menurut Enggartiasto, serapan karet untuk industri dalam negeri tersebut perlu terus didorong melalui beragam cara. Salah satunya adalah mendorong penggunaan karet sebagai campuran aspal. Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menggunakan aspal karet untuk perbaikan dan pembangunan jalan di sejumlah daerah.
Pada 2017-2018, misalnya, aspal karet antara lain diterapkan pada preservasi jalan Muara Beliti-Tebing Tinggi-Lahat di Sumatera Selatan sepanjang 4,37 kilometer (km) dari total panjang 125 km. Adapun pada 2019, pemerintah menargetkan penggunaan aspal karet sebanyak 2.542,2 ton untuk perbaikan jalan sepanjang 93,66 km. Dengan kalkulasi 7 persen dari total aspal, karet alam yang dapat diserap diperkirakan 177,95 ton atau senilai Rp 3,15 miliar (Kompas, 18/2/2019).
Enggartiasto menyatakan, penyerapan karet oleh industri dalam negeri itu sangat penting ditingkatkan agar Indonesia tidak bergantung pada permintaan karet dari negara-negara lain. Selain itu, penyerapan oleh industri dalam negeri itu juga penting untuk meningkatkan harga karet. Selama beberapa tahun terakhir, harga karet memang mengalami penurunan.
Pada 2013, misalnya, harga karet di tingkat petani di sejumlah wilayah di Sumatera masih mencapai Rp 15.000-Rp 20.000 per kilogram (kg). Namun, dalam dua tahun terakhir, harga karet di tingkat petani anjlok menjadi sekitar Rp 6.000 per kg. Kondisi itu menyebabkan sejumlah petani karet beralih menanam komoditas lainnya (Kompas, 16/1/2019).
Menurut Enggartiasto, penurunan harga karet itu merupakan sebuah anomali. Di satu sisi, tidak ada pengurangan permintaan karet di level internasional. Namun, di sisi lain, tiga negara produsen karet yang tergabung dalam Dewan Tripartit Karet Internasional (International Tripartite Rubber Council/ITRC), yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand, sudah sepakat untuk mengurangi volume ekspor karet.
Meski tidak ada pengurangan permintaan dan sudah ada upaya penurunan volume ekspor, harga karet belum naik secara signifikan. ”Itu anomalinya dan kita semua pun bingung,” ujar Enggartiasto.
Kemitraan
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, dalam ANRPC Annual Rubber Conference 2019, antara lain, dibahas upaya membangun kemitraan antara industri pemakai karet alam dan petani sebagai pengelola kebun karet rakyat. Selama ini, petani karet mesti memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh industri pemakai karet alam.
Oleh karena itu, ANRPC Annual Rubber Conference 2019 diharapkan bisa menghasilkan rekomendasi terkait kemitraan antara industri dan petani karet. Untuk menghasilkan rekomendasi yang konkret, kemungkinan akan dibentuk gugus tugas (task force) yang bisa melakukan pembahasan secara mendalam.
”Mungkin kita akan buat task force yang dalam satu bulan merumuskan hasil dari diskusi di Yogyakarta ini,” ujar Iman.
Iman menambahkan, pertemuan tersebut juga diharapkan bisa menghasilkan rekomendasi agar ada sinergi antara ANRPC dan ITRC sebagai dua organisasi yang sama-sama beranggotakan negara produsen karet. ”Kita harapkan nantinya ada sinergi antara ANRPC dan ITRC,” tuturnya.