Festival Museum Kalbar Panggungkan Wastra dan Budaya Lokal
Festival Museum Kalimantan Barat berupaya melestarikan sejumlah produk budaya seperti tari-tarian dan wastra. Edukasi ke masyarakat juga diharapkan memperkuat fungsi museum sebagai ruang publik.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Festival Museum di Kalimantan Barat yang digelar Senin hingga Sabtu (7-12/10/2019) di Pontianak, berupaya melestarikan sejumlah produk budaya seperti tari-tarian dan wastra. Edukasi yang terus disampaikan ke masyarakat juga diharapkan memperkuat fungsi museum sebagai ruang publik.
Acara tersebut dibuka dengan tarian “Dare-Dare Menenun” yang berkisah tentang para gadis penenun. Mereka menggunakan tenun tradisional atau wastra Kalbar dengan corak insang. Perlengkapan tarian juga menggunakan kain lokal.
Pembukaan dimeriahkan pula peragaan busana berbahan dasar wastra Kalbar. Satu per satu peserta masuk ke halaman museum, berjalan hingga lokasi pembukaan pameran di dalam museum.
Kepala Museum Kalimantan Barat, Kusmindari Triwati, Senin, menuturkan, Festival Museum bertujuan melestarikan budaya lokal salah satunya wastra Kalbar. Kebetulan Museum Kalbar juga sedang merestorasi sejumlah wastra yang rusak. Festival tersebut digelar dalam rangkaian Hari Museum Nasional.
“Wastra yang dipamerkan dalam Festival Museum berasal dari sejumlah wilayah di Kalbar, misalnya tenun dari Kabupaten Kapuas Hulu dan Sintang. Kemudian, kalau dari Kabupaten Sambas ada kain cual dan tenun corak insang,” papar Kusmindari.
Selain pameran wastra, digelar sejumlah kegiatan lain dalam Festival Museum, yakni lomba mewarnai tingkat TK, peragaan membuat tikar, lomba melukis tingkat SD, membaca puisi, hingga lomba bertutur untuk guru SD dan PAUD.
“Sebelum peserta lomba membuat berbagai karya, mereka terlebih dahulu melihat isi museum. Setelah melihat, barulah mereka mentransfer apa yang telah dilihat itu ke dalam berbagai karya dalam lomba,” ujar Kusmindari.
Salah satu contoh, peserta lomba puisi melihat terlebih dahulu koleksi museum sebelum menciptakan puisi. Selanjutnya, lomba bertutur mengenai legenda cerita rakyat, peserta didorong membaca naskah-naskah kuno di museum.
Sebelum peserta lomba membuat berbagai karya, mereka terlebih dahulu melihat isi museum. Setelah itu, barulah mereka mentransfer apa yang telah dilihat ke dalam berbagai karya dalam lomba.
Kusmindari menuturkan, minat masyarakat mengunjungi museum sebetulnya masih tinggi. Kunjungan ke Museum Kalbar, misalnya, dalam setahun mencapai 15.000 pengunjung. Tak hanya dari kota, pengunjung juga banyak datang dari daerah.
Untuk semakin menarik minat pengunjung, pembenahan Museum Kalbar terus dilakukan. Pengelola museum sedang berupaya membangun ruangan audio visual. Ruangan itu bisa difungsikan untuk pemutaran film, misalnya film proses pembuatan alat musik petik khas Dayak yang disebut sape’. Proses mulai dari mencari kayu, pembuatan hingga ditampilkan dalam panggung pertunjukan yang sangat menarik jika ditampilkan dalam film.
Museum Kalbar saat ini memiliki sekitar 4.000 koleksi di bidang biologi, keramik, naskah kuno, dan wastra. Pengelola museum juga tengah membenahi sekitar 40 naskah kuno agar tidak lapuk dimakan usia.
Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan, menuturkan, Festival Museum sangat bermanfaat bagi masyarakat karena museum merupakan wadah kreatif dan edukasi. Museum juga sebuah lembaga penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materi hasil budaya manusia.
Kain tradisional, misalnya, warisan leluhur yang memiliki nilai budaya tinggi. Kegunaan kain yang dahulu erat kaitannya dengan status sosial masyarakat, kini seiring waktu, bisa dikenakan siapa saja tanpa mengenal status sosial.
Handrito Danar Prabowo, staf Penyajian dan Publikasi Museum Nasional yang hadir dalam pembukaan Festival Museum, menuturkan, museum di Indonesia saat ini berupaya menarik generasi milenial. Museum selama ini kesannya angker dan kumuh. Kini, museum sedang diarahkan agar menarik minat anak muda, misalnya museum dengan tampilan yang instagramable.
Handrito mencontohkan Festival Museum di Pontianak digelar dengan melibatkan anak-anak. "Yang diperlukan museum adalah promosi. Bagaimana sekolah dan orangtua mengunjungi museum bersama anak-anak mereka. Orangtua bisa menemukan etalase untuk pendidikan anak-anak mereka," ujarnya.
Dia menilai, museum penting sebagai pencatat peradaban masyarakat. dia mencontohkan, orang luar negeri mengenal Indonesia, salah satunya dari museum. Segala informasi budaya dapat dilihat dari museum.
Faika Naituliza (15) siswi SMK 05 Pontianak, mengaku baru kali ini berkunjung ke Museum Kalbar. “Koleksinya saya suka. Saya bisa tahu sejarah dan budaya-budaya di Kalbar terutama koleksi kain-kain yang motif-motifnya sangat menarik,” ujarnya.