Elang Jawa Teridentifikasi Bertelur Setiap Tahun di Ciremai
Balai Taman Nasional Gunung Ciremai mengidentifikasi, populasi elang jawa (Nisaetus bartelsi) di Gunung Ciremai, Jawa Barat, meningkat dan sejumlah individu bertelur setiap tahun dalam tiga tahun terakhir.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS – Balai Taman Nasional Gunung Ciremai mengidentifikasi, populasi elang jawa (Nisaetus bartelsi) di Gunung Ciremai, Jawa Barat, meningkat dan sejumlah individu bertelur setiap tahun dalam tiga tahun terakhir. Hal ini menunjukkan, daya dukung lingkungan gunung tertinggi di Jabar itu masih cocok untuk habitat satwa yang terancam punah tersebut.
Berdasarkan identifikasi tim elang jawa Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) pada 2015-2019, terdapat 29 individu ekor elang. Pemantauan dilakukan di sepuluh titik yang antara lain tersebar di Blok Cilengkrang, Lambosir, dan Cipari di Kabupaten Kuningan serta Blok Sangiang dan Gunung Larang di Kabupaten Majalengka.
Lokasinya di atas 500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Pemantauan berdasarkan tangkapan kamera, perjumpaan dengan petugas, dan keterangan masyarakat.
“Populasi elang jawa ini lebih banyak dibandingkan pemantauan saat 2011, yang hanya empat ekor. Jumlahnya juga terus bertambah,” ujar petugas pengendali ekosistem hutan (PEH) Balai TNGC Iwan Sunandi, yang fokus pada pemantauan elang Jawa, Selasa (8/10/2019) sore, saat ditemui di Kuningan, Jawa Barat.
Populasi elang jawa ini lebih banyak dibandingkan pemantauan saat 2011, yang hanya empat ekor. Jumlahnya juga terus bertambah, ujar Iwan Sunandi,
Menurut Iwan, di Blok Cipari dan Cilengkrang bahkan terdapat sarang burung elang jawa. Hasil pemantauan, dalam tiga tahun terakhir, sepasangan elang jawa di dua lokasi itu tidak hanya bertelur tetapi juga menetaskan telurnya setiap tahun. Di Cipari, terdapat lima ekor elang jawa, termasuk dua remaja dan satu ekor anak elang. Sementara di Cilengkrang teridentifikasi enam ekor elang, termasuk dua remaja dan dua anak elang.
“Ini penemuan baru karena biasanya, elang jawa bertelur dua tahun sekali. Ini kabar gembira,” katanya. Seperti diketahui, elang jawa masuk dalam status terancam punah (endangered) berdasarkan daftar merah Badan Konservasi Dunia (IUCN). Padahal, burung tersebut merupakan predator puncak yang mampu menjaga ekosistem hutan, termasuk fauna yang menjadi pakannya.
Temuan tersebut sudah dituliskan dalam bentuk laporan oleh Iwan, Silvia Lucyanti, dan Kuswandono dari Balai TNGC. Rencananya, pihaknya akan mempresentasikan perkembangan elang jawa tersebut dalam simposium Asian Raptor Research and Conservation Network International ke-11 di Bali, 10 – 11 Oktober mendatang.
Kepala Balai TNGC Kuswandono menilai, peningkatan populasi dan temuan baru tersebut menunjukkan, daya dukung lingkungan di Gunung Ciremai setinggi 3.078 mdpl masih memadai untuk habitat elang jawa. Dengan luas hampir 15.000 hektar, menurut dia, TNGC masih punya banyak lokasi untuk tempat elang berjambul itu berkembang biak.
Daya jelajah elang jawa di Ciremai diduga mulai dari 3,57 kilometer persegi hingga 10,237 kilometer persegi. Wilayah tersebut tersebat di 10 titik. Namun, pihaknya belum memiliki referensi kepadatan habitat elang jawa sehingga sulit mengetahui jumlah ideal elang jawa di Ciremai.
“Melihat pola penyebarannya, patut diduga masih ada populasi elang jawa yang belum teridentifikasi di Ciremai. Wilayah kosong itu antara lain terdapat di antara Blok Gunung Larang – Cicangkrung, Blok Sangiang – Legok Imah, dan Blok Cilengkrang – Sayana,” lanjut Kuswandono.
Pihaknya mengakui masih terbatas dalam hal peralatan untuk pengamatan lebih jauh, seperti satelit transmitter. Di sisi lain, kebakaran hutan juga mengancam elang jawa, seperti di Blok Cipari, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kuningan. Tahun lalu, di dekat daerah tersebut terjadi kebakaran hutan dan lahan seluas hingga 1.300 hektar.