Selain dikenal surganya sate maranggi, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, tengah mengembangkan potensi batik khas yang dimilikinya. Motif bercorak makanan dan kesenian daerah dinilai dapat menjadi daya tarik tersendiri.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Selain dikenal sebagai surganya sate maranggi, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, tengah mengembangkan potensi batik khas yang dimilikinya. Motif bercorak makanan dan kesenian daerah dinilai dapat menjadi daya tarik tersendiri.
Purwakarta memiliki segudang jenis makanan khas yang dihasilkan dari beberapa desa, antara lain sate maranggi, awug, surabi, rengginang, dan simping (makanan tradisional terbuat dari tepung beras). Tak hanya itu, berbagai festival dan kesenian budaya kerap diadakan, misalnya festival awug.
Awug adalah makanan tradisional khas Sunda yang terbuat dari campuran tepung beras, kelapa, daun pandan, dan gula jawa yang dikukus dalam aseupan (kukusan yang berbentuk tumpeng terbuat dari anyaman bambu).
Pawai awug menjadi cara untuk menghargai padi dalam kehidupan sehari-hari. Dulu kue ini disajikan para petani di daerah Jawa Barat pada saat panen telah usai. Para petani membuat itu sebagai bentuk rasa syukur atas melimpahnya panen.
Kepala Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Purwakarta Ahmad Nizar mengatakan, pihaknya tengah mengeksplor beragam motif dari sumber daya alam dan budaya yang berada di Purwakarta, antara lain flora, fauna, situs sejarah, adat istiadat, cerita legenda, alam pariwisata, kerajinan, jajanan, dan kuliner khas.
”Kami juga mempelajari bagaimana teknik batik yang betul dan sesuai pakem sehingga mendapatkan teknik batik yang baru tanpa menghilangkan teknik batik lama. Bahkan warna, desain, dan corak harus dipikirkan matang agar mencirikan khasnya Purwakarta,” ujar Nizar.
Nizar menambahkan, Purwakarta belum memiliki kultur pembuatan kerajinan batik. Padahal, menurut dia, potensi batik ini dapat membuka wirausaha dan perajin baru. Untuk itu, pihaknya akan berusaha sebaik mungkin segera menciptakan motif agar dapat diproduksi banyak.
Kami juga mempelajari bagaimana teknik batik yang betul dan sesuai pakem sehingga mendapatkan teknik batik yang baru tanpa menghilangkan teknik batik lama. Bahkan, warna, desain, dan corak harus dipikirkan matang agar mencirikan khasnya Purwakarta.
Ia menyebutkan, proses pengembangan ini membutuhkan waktu yang cukup panjang. ”Sebab, membuat batik bukan hal yang mudah jika masyarakatnya tidak punya talenta berdarah seni, ketekunan, dan keuletan. Kami akan mendorong untuk terbentuknya iklim kampung pengrajin batik,” katanya.
Nizar optimistis tradisi membuat kerajinan batik ini akan terwujud. Ia mencontohkan, sentra kerajinan keramik di Desa Plered menandakan bahwa masyarakat sekitar telaten dan ulet dalam membuat suatu kerajinan. Sejarah Plered dan keramik sudah ada sejak zaman Neolitikum.
Pada zaman tersebut sudah ada penduduk yang berdatangan menyusuri sungai Citarum ke daerah Cirata. Dari hasil penggalian di daerah ini ditemukan peninggalan dari batu kapak persegi, alat untuk menumbuk dari alu dan batu, termasuk ditemukan belanga dan periuk dari tanah liat, juga ditemukan adanya panjunan (anjun) tempat membuat keramik.
Corak makanan khas
Salah satu anak muda yang melihat potensi untuk pengembangan batik khas Purwakarta adalah Wida Awaliya NM (22), warga Kecamatan Wanayasa. Menurut dia, eksistensi budaya melalui bentuk visual dapat menjadi suatu pijakan untuk mengembangkan potensi suatu daerah. Ia pun berkreasi melahirkan motif pertama bernama maranggi. Motif itu terinspirasi dari makanan khas Purwakarta, yaitu sate maranggi.
Bentuk daun yang menempel pada tusukan daging menjelaskan menjamurnya sate maranggi di wilayahnya. Warna terang kecoklatan mewakili nuansa sate maranggi yang sederhana, tetapi tetap istimewa. Sementara bentuk persegi diambil dari filosofi pendidikan karakter di Jawa Barat, yaitu Jabar masagi yang di dalamnya terdapat surti, bukti, dan bakti.
Motif ciptaannya pernah dikenakan saat acara Event Kreatif Pemilihan Mojang Jajaka Provinsi Jawa Barat pada Juli 2019. Kala itu, antusiasme begitu tinggi dari para tamu yang hadir, sampai-sampai ada yang pesan. Selanjutnya, ia terus menelurkan sejumlah motif yang berkaitan dengan potensi daerah asalnya, yakni simping, manisan pala, dan cengkeh.
Pada pertengahan Oktober 2019, Wida akan diundang Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Kebudayaan Purwakarta untuk memberikan pelatihan membatik bagi anak muda. ”Saat ini dalam proses mendaftarkan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Akhir tahun rencananya akan diluncurkan,” ucapnya.