Karawang Tingkatkan Layanan Pengaduan Kasus Lewat Aplikasi
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Karawang, Jawa Barat, merancang aplikasi SIPELAPOR untuk memudahkan pengaduan korban kekerasan sehingga mendapatkan tindak lanjut penyelesaian lebih cepat.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Karawang, Jawa Barat, merancang aplikasi SIPELAPOR untuk memudahkan pengaduan korban kekerasan sehingga mendapatkan tindak lanjut penyelesaian lebih cepat. Aplikasi tersebut ditargetkan diluncurkan akhir tahun 2019.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Karawang, jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Pada 2017 tercatat 19 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 23 kasus kekerasan terhadap anak. Pada 2018, jumlahnya meningkat menjadi 29 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 29 kasus kekerasan terhadap anak.
Sekretaris Dinas P3A Karawang Amid Mulyana, Kamis (10/10/2019), mengatakan, tren peningkatan jumlah kasus bukan serta-merta menggambarkan banyaknya kasus kekerasan. Hal itu justru menandakan para korban sudah berani bersuara. Sebab, diyakini, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti fenomena gunung es, banyak yang belum terekspos karena mereka takut bersuara.
Pada akhir tahun, Dinas P3A meluncurkan aplikasi SIPELAPOR (sistem pelaporan) korban kekerasan dan anak. Hal ini diharapkan dapat semakin mempermudah para korban berani menyuarakan pengalamannya.
Aplikasi ini terinspirasi dari sistem Cloud Contact Center (CCC) yang dimiliki Komnas Perempuan. Aplikasi CCC dihadirkan untuk mengelola pengaduan via telepon agar lebih efisien dan efektif. Aduan via telepon akan direkam dan disimpan secara otomatis.
Rekaman suara itu diharapkan membantu petugas dalam pencatatan kronologi cerita dari pelapor secara runut. Aplikasi SIPELAPOR menjadi langkah awal bagi para korban melaporkan pengaduan, kemudian ditindaklanjuti petugas dengan mendatangi lokasi korban kekerasan dengan membawa tenaga ahli.
Amid menjamin kerahasiaan data pelapor. Data tersebut hanya digunakan untuk mencocokkan kembali dengan notulensi yang ditulis petugas. Data tersebut akan menjadi arsip bagi Dinas P3A untuk dianalisis lebih lanjut.
Aktivis perempuan Karawang, Adis Puji A, menyambut baik aplikasi tersebut. Menurut dia, perempuan menghadapi berbagai tantangan ketika mencari keadilan. Kerap kali korban mengurungkan niat melapor karena takut disalahkan. Mereka akan berpikir kembali untuk melanjutkan proses kasusnya atau tidak.
Adapun sistem peradilan berperan penting dalam mengatasi tantangan tersebut. Keputusan yang diambil kerap kali justru merugikan korban. Sistem itu dibutuhkan supaya perempuan bisa mendapatkan akses terhadap keadilan.
”Aplikasi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mendokumentasikan kasus-kasus di Karawang sekaligus dapat memberikan gambaran bagaimana korban lebih berani melaporkan kasusnya,” kata Adis.
Hal ini, menurut Adis, akan lebih melegakan korban. Sebab, setelah melaporkan kasus yang dialami, korban sering sekali berhadapan dengan kenyataan kasusnya berhenti atau diminta damai. Belum lagi, setelah kasus diekspos, para korban masih mendapat stigma sebagai aib bagi keluarga.
Sebelumnya, Co-Managing Director Girls in Tech Aulia Halimatussadiah (LLIA) mengatakan, kemajuan teknologi informasi harus dimanfaatkan perempuan untuk menyuarakan kekerasan yang dialaminya. Misalnya, mereka harus berani menyuarakan tentang pengalaman kekerasan seksual yang dialami lewat media sosial.
Untuk mendorong para perempuan berani menyuarakan diri menghentikan kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan bekerja sama dengan Pusat Kebudayaan Amerika, UN Women, dan Komnas HAM mengadakan Kampanye Global 16 hari anti-kekerasan terhadap perempuan. Kampanye tersebut dilakukan lewat media sosial dengan menyertakan tagar #GerakBersama, #HearMeToo, dan #MeToo.