Aplikasi penyedia informasi gempa, Didax Sismo, diduga kuat telah menyampaikan informasi bohong berupa peringatan tsunami di Ambon, Maluku, Kamis (10/10/2019).
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Aplikasi penyedia informasi gempa, Didax Sismo, diduga kuat telah menyampaikan informasi bohong berupa peringatan tsunami di Ambon, Maluku, Kamis (10/10/2019). Informasi yang bertolak belakang dengan keterangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika itu menimbulkan kepanikan warga. Kepolisian Daerah Maluku mulai menelusuri informasi bohong itu.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Komisaris Besar Firman Nainggolan kepada Kompas di Ambon, Jumat (11/10/2019), mengatakan, informasi bohong dari aplikasi terkait tsunami Ambon ini sedang dipelajari tim siber. ”Kalau tidak salah, ini sudah pernah muncul. Akan kami tindak lanjuti,” kata Firman.
Menurut penelusuran Kompas, aplikasi yang berisi informasi gempa dan peringatan tsunami itu tersedia di aplikasi Playstore. Pada Kamis siang, aplikasi itu mengeluarkan peringatan tsunami dengan keterangan tambahan ”Yes” yang berarti peristiwa itu benar terjadi. Titik tsunami berada sekitar 4 kilometer dari pesisir Desa Passo, Kota Ambon.
Informasi dari aplikasi itu dikeluarkan setelah gempa bermagnitudo 4,6 mengguncang Ambon. Di saat warga masih panik dengan rentetan gempa yang terjadi sejak 26 September lalu, tangkapan layar berisi peringatan tsunami dari aplikasi tersebut beredar lewat grup percakapan Whatsapp dan media sosial. Akibatnya, warga kembali panik menjauhi pantai.
Pada Jumat siang, peringatan tsunami dari aplikasi itu sudah dihapus. Menurut Firman, informasi dari aplikasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak ikut menyebarkan kabar bohong itu.
”Mari kita percaya kepada BMKG sebagai penyedia informasi,” kata Firman memberikan imbauan.
Teddy Dwi Riadi, pengamat meteorologi dan geofisika pertama BMKG Stasiun Geofisika Ambon, memastikan, informasi yang diproduksi aplikasi Didax Sismo adalah kabar bohong. Jika berpatokan pada gempa bermagnitudo 4,6, kekuatan guncangannya tidak berpotensi tsunami.
”Gempa itu juga berpusat di darat. Informasi dari aplikasi itu menyesatkan,” kata Teddy.
Masih terasa
Hingga Jumat malam, gempa susulan masih terus mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya. BMKG Stasiun Geofisika Ambon mencatat, hingga Jumat (11/10/2019) pukul 20.00 WIT, total kejadian gempa susulan sebanyak 1.387 kali dengan jumlah yang dirasakan 163 kali. Gempa pertama pada 26 September bermagnitudo 6,5.
Selain Kota Ambon, gempa juga mengguncang Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Korban jiwa meninggal sebanyak 39 orang, korban luka ringan 1.548 orang, luka berat 30 orang, dan pengungsi 170.900 orang. Adapun rumah penduduk yang rusak ringan 3.245 unit, rusak sedang 1.837 unit, dan rusak berat 1.273 unit.
Hingga Jumat, gempa telah berlangsung 16 hari. Demi alasan keselamatan, kegiatan belajar-mengajar semua sekolah di Kota Ambon diliburkan selama 10 hari terhitung sejak Jumat (11/10/2019). Kegiatan belajar-mengajar terganggu sejak gempa pertama. Hari-hari selanjutnya gempa susulan terus terjadi. Setiap kali terjadi gempa, siswa dan guru berhamburan keluar. Orangtua panik dan datang menjemput anak mereka di sekolah.
Kepanikan terlihat kembali pada Kamis (10/10/2019). Gempa susulan berpusat di darat Pulau Ambon bermagnitudo 4,5 itu sangat terasa guncangannya. Getarannya mencapai V MMI. Warga panik. Anak-anak sekolah berlari ke luar ruangan. Jalanan macet oleh kendaraan yang bergerak menuju ketinggian. Warga khawatir terjadi tsunami.
”Kondisi ini masih sangat mengkhawatirkan. Pemkot Ambon dan Pemprov Maluku memutuskan untuk libur dan kembali masuk tanggal 21 Oktober. Tentu nanti akan dilihat perkembangan kegempaan seperti apa. Gempa yang tidak bisa diprediksi membuat kondisi ini semakin tidak menentu,” kata Wakil Wali Kota Ambon Syarif Hadler.
Ia mengatakan, jika gempa susulan masih terus terjadi, pemerintah akan mencari solusi terbaik agar kegiatan belajar tetap berlangsung dan tidak membahayakan. Salah satunya, kegiatan belajar dilakukan di luar gedung. Sejumlah gedung sekolah dilaporkan mengalami retak dan berpotensi roboh jika terus diguncang gempa.
Warga semakin panik dengan beredarnya kabar bohong yang menyebutkan bahwa Ambon dan sekitarnya akan dilanda gempa besar dan tsunami. Klarifikasi kabar bohong yang dilakukan lewat media arus utama, media sosial, dan imbauan tampaknya pun tidak mempan.
”Dulu Ambon pernah terkena gempa besar dan tsunami. Ini yang buat kami sangat takut,” kata Crist Sitanala, warga Ambon.
Seperti yang diwartakan sebelumnya, catatan Georg Evehard Rumphius dalam De Levensbeschrijving van Rumphius yang dialihbahasakan Frans Rijoly, terekam gempa besar diikuti tsunami pernah terjadi di Ambon pada 17 Februari 1674 atau sekitar 345 tahun lalu. Naturalis Jerman itu mencatat lebih kurang 2.300 orang meninggal, termasuk istri dan anaknya.
Kini, pusat Kota Ambon sangat padat ketimbang tempo dulu. Kawasan itu berjejer di pesisir sepanjang 6 kilometer dengan lebar dari pantai ke kaki bukit kurang dari 1 kilometer.
Dalam radius itu, terdapat permukiman, kantor pemerintahan, sekolah, pusat perbelanjaan, bank, kantor media massa, markas TNI/Polri, dan pasar tradisional. Pada saat jam sibuk, pukul 08.00 hingga 17.00, lebih kurang 200.000 jiwa berada di sana.