Seorang penumpang bus Transpadang melaporkan Dinas Perhubungan Kota Padang, Sumatera Barat, ke Ombudsman Sumbar, Senin (14/10/2019).
Oleh
Yola Sastra
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS - Seorang penumpang bus Transpadang melaporkan Dinas Perhubungan Kota Padang, Sumatera Barat, ke Ombudsman Sumbar, Senin (14/10/2019). Pelapor menilai Dishub Padang diduga melakukan maladministrasi karena hanya menetapkan kartu e-money Brizzi sebagai satu-satunya metode pembayaran tiket.
Reno Fernandes, pelapor, merasa dirugikan atas kebijakan yang berlaku sejak Agustus 2019 tersebut. Ia menilai kebijakan Dishub Padang soal penggunaan kartu Brizzi tidak mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang tidak rutin menumpang Transpadang.
Modernisasi dalam sistem pembayaran sah-sah saja, tetapi aksesibilitas juga harus dipikirkan.
“Saya melaporkan ini ke Ombudsman agar ada perubahan kebijakan. Modernisasi dalam sistem pembayaran sah-sah saja, tetapi aksesibilitas juga harus dipikirkan. Apalagi, ini baru diterapkan. Sosialisasinya tidak begitu terdengar, tetapi sudah diberlakukan secara ekstrem,” kata Reno, yang juga dosen di Universitas Negeri Padang (UNP).
Transpadang merupakan layanan angkutan massal jenis bus yang beroperasi di Padang sejak 2014. Angkutan yang dikelola UPT Transpadang di bawah Dishub Padang ini melayani satu koridor, yakni Lubuk Buaya-Pasar Raya Padang, dengan armada berjumlah 25 bus.
Keberatan Reno terhadap kebijakan Dishub Padang bermula dari insiden penurunan paksa dirinya oleh petugas Transpadang karena tidak memiliki kartu Brizzi. Waktu itu, Reno dalam perjalanan menuju Halte UNP dari Halte Lapangan Tenis Korem. Ia diturunkan di Halte Kantor Gubernur, selang satu halte dari lokasi ia naik.
Menurut Reno, ia tidak mempunyai kartu Brizzi, produk uang elektronik Bank Rakyat Indonesia atau BRI, karena belum tahu dengan kebijakan tersebut. Lagipula, Reno bukan penumpang tetap Transpadang. Jumat itu, ia sengaja menumpang Transpadang untuk menghindari kabut asap dan cuaca panas.
Karena tidak ada solusi, saya pun diturunkan di halte berikutnya.
Reno mengaku sudah meminta solusi cara pembayaran lain kepada petugas agar tetap diizinkan melanjutkan perjalanan. Namun, petugas bersikukuh setiap penumpang harus membayar dengan Brizzi. Untuk mendapatkan kartu e-money itu, Reno harus membeli di Halte Imam Bonjol, yang berlawanan arah dengan tujuannya.
“Karena tidak ada solusi, saya pun diturunkan di halte berikutnya. Saya terpaksa melanjutkan perjalanan dengan ojek daring,” ujar Reno.
Selain mengharapkan ada opsi pembayaran lain bagi penumpang tidak rutin, Reno juga mempertanyakan alasan Dishub Padang hanya menerima pembayaran melalui Brizzi. Semestinya, pembayaran dengan kartu e-money lainnya juga berlaku.
Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsman Sumbar Yunesa Rahman mengatakan, segera memproses laporan tersebut. Ombudsman akan mengkaji apakah kasus tersebut termasuk maladministrasi atau tidak.
Untuk sementara, akan kami minta klarifikasi ke Dinas Perhubungan Padang terkait laporan masyarakat ini.
“Nanti akan ditindaklanjuti oleh tim pemeriksaan. Ada tim asisten yang akan menangani laporan tersebut. Untuk sementara, akan kami minta klarifikasi ke Dinas Perhubungan Padang terkait laporan masyarakat ini,” kata Yunesa.
Menurut Yunesa, laporan terkait penggunaan kartu Brizzi di Transpadang ini merupakan yang kedua diterima Ombudsman Sumbar. Beberapa minggu lalu, seorang penumpang juga melaporkan pelayanan yang tidak baik oleh petugas saat membeli kartu Brizzi di Halte Asia Biskuit. Kasus tersebut masih dalam proses.
Dihubungi terpisah, Kepala Dishub Padang Dian Fakhri mengatakan, persoalan tersebut sebenarnya sederhana dan tidak perlu terjadi insiden penurunan paksa penumpang. Dalam pembayaran, penumpang yang tidak punya kartu Brizzi bisa saja meminjam kartu penumpang lain dan menggantinya dengan uang tunai. Harga tiket Transpadang Rp 3.500 untuk sekali perjalanan.
“Jika itu dilakukan, selesai sebenarnya perkara. Namun, ini mungkin perlu diberitahukan ulang ke petugas kami agar lebih bijak dalam menyikapi penumpang yang tidak punya kartu Brizzi,” kata Dian.
Dian menjelaskan, inovasi dengan penggunaan kartu Brizzi pada sistem pembayaran tiket Transpadang dilakukan untuk mengurangi risiko kebocoran pendapatan. Dengan sistem ini, pendapatan dan laporannya lebih dapat dipertanggungjawabkan dibandingkan sistem karcis kertas.
Dian mengklaim, sejak penggunaan kartu Brizzi diberlakukan, pendapatan Transpadang meningkat drastis. Setiap hari, setoran ke kas daerah bisa lebih dari Rp 24 juta. Sebelumnya, setoran per hari hanya Rp 18 juta-Rp 19 juta.
Penerapan pembayaran nontunai, kata Dian, sebenarnya juga menguntungkan, para penumpang. “Saat pakai karcis, seringkali penumpang bayar Rp 5.000, tetapi cuma dikembalikan Rp 1.000. Rp 500-nya tidak dibayarkan karena tidak ada uang kembalian. Itu membuat kesal penumpang. Sekarang, hal seperti itu sudah kami pangkas,” kata Dian.
Adapun terkait dugaan monopoli karena hanya Brizzi yang digunakan, Dian mengatakan, Pemkot Padang sudah menawarkan secara terbuka kepada bank lainnya. Namun, sejauh ini, hanya BRI yang siap melaksanakannya.