Perusahaan perkebunan untuk buah-buahan dan sayuran asal Uni Emirat Arab, Elite Agro, datang ke Kalimantan Tengah untuk melihat potensi perkebunan. Mereka sudah menandatangani ”letter of intent” dengan Pemprov Kalteng.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Perusahaan perkebunan untuk buah-buahan dan sayuran asal Uni Emirat Arab, Elite Agro, datang ke Kalimantan Tengah untuk melihat potensi perkebunan. Mereka pun sudah menandatangani letter of intent bersama Pemerintah Provinsi Kalteng.
CEO Elite Agro (EAG) Abdulmonem Al Marzooqi datang bersama Staf Fungsional Direktorat Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Siuaji Raja ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (17/10/2019). Sebelumnya, perwakilan mereka sudah beberapa kali datang ke Kalteng untuk melihat potensi investasi perkebunan yang merupakan bagian dari program Food Estate pemerintah pusat.
Dalam kesempatan itu, Abdulmonem menandatangi letter of intent bersama Gubernur Kalteng Sugianto Sabran untuk menunjukkan niat perusahaan perkebunan terbesar di Uni Emirat Arab (UEA) tersebut berinvestasi di Kalteng.
”Beberapa kali tim kami ke sini dan melihat potensinya. Saat ini, kami sedang menyiapkan semua dokumen proyek studi dan mereka berada di Jakarta untuk itu,” ujar Abdulmonem saat memberikan kata sambutan.
Abdulmonem menjelaskan, beberapa waktu ke depan, pihaknya akan mengunjungi salah satu percontohan perkebunan di Kalteng untuk melihat sistem pertanian yang digunakan. ”Kami punya program yang kuat di bidang kami juga untuk pemberdayaan manusia,” katanya.
Di UEA, perusahaan ini mampu menyerap 26.000 tenaga kerja mulai dari buruh hingga ahli pertanian. Dengan menggunakan sistem pertanian modern, pihaknya yakin bisa melakukan hal yang sama di Kalteng.
Hal itu disambut baik Sugianto Sabran. Ia menjelaskan, sudah menyiapkan lahan seluas 5.000 hektar di tahap awal, tetapi pihaknya memiliki target luasan mencapai 100.000 hektar. Beberapa komoditas yang akan dibudidayakan adalah buah-buahan tropis, seperti nanas, lemon, nangka, durian, dan beberapa sayur-sayuran serta pakan ternak.
”Saya sudah sampaikan di awal kalau ini harus menyerap tenaga kerja yang banyak, khususnya lulusan pertanian Kalteng sehingga mereka bisa berkarya di sini,” tutur Sugianto.
Sugianto menjelaskan, pihaknya akan berupaya menyiapkan lahan dengan berbagai yang sesuai dengan aturan berlaku. Salah satunya adalah bekerja sama dengan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang ada di Kalteng.
”Presiden sudah memilih Kalteng untuk menerima investasi ini. Ini niat baik pemerintah pusat yang harus dipertanggungjawabkan,” kata Sugianto.
Sugianto berharap, setelah urusan legal selesai, kerja sama bisa segera dilaksanakan dan bisa dimulai pembangunannya. ”Seiring berjalannya waktu, infrastruktur juga disiapkan. Jadi, bicara soal investasi memang tidak bisa cepat, harus teliti dan bijak,” katanya.
Melihat hal itu, Siuaji Raja dari Kementerian Luar Negeri RI beranggapan investasi tersebut merupakan salah satu upaya Indonesia untuk memperlebar kerja sama dengan negara non-tradisional atau negara yang tidak biasa memiliki hubungan dagang selama ini. Hal itu juga berpotensi untuk mendongkrak nilai ekspor Indonesia.
”Selama ini negara tradisional dengan jumlah ekspor skala besar saja yang dilihat, seperti China dan beberapa negara Asia Tenggara. Akan tetapi, adanya kerja sama ini membuktikan kalau potensi di Timur Tengah untuk investasi di Indonesia patut diperhitungkan,” tutur Raja.
Raja menjelaskan, selain UEA, Indonesia juga memiliki kerja sama dengan beberapa negara di Afrika. Pihaknya berharap hasilnya bisa dirasakan untuk semua, bukan hanya persoalan diplomasi saja, melainkan juga manfaat untuk masyarakat Indonesia, khususnya di Kalteng.
”Bukan hanya soal produk yang berkualitas, melainkan juga kuantitas dalam jumlah yang besar sehingga manfaatnya bisa dirasakan semua hingga grass root,” ungkap Raja.
Menanggapi rencana tersebut, Koordinator Save Our Borneo (SOB) Safrudin mengungkapkan, daripada membuka kawasan hutan, lebih baik pemerintah menggunakan kawasan/kebun rakyat yang digarap masyarakat dengan pendampingan. Petani di Kalteng butuh peningkatan kualitas mengelola lahan.
”Saya tak melihat program ini untuk masyarakat. Ini mengakomodasi kepentingan investor,” kata Safrudin.
Saya tak melihat program ini untuk masyarakat. Ini mengakomodasi kepentingan investor.
Banyak contoh kasus di Kalteng yang membuka kawasan untuk program ketahanan pangan akhirnya jadi perkebunan kelapa monokultur. Ia mencontohkan kawasan eks proyek pengembangan lahan gambut sejuta hektar di Kabupaten Pulang Pisau tahun 1995 yang gagal kini jadi sumber kebakaran dan terbengkalai. Beberapa hektar sudah diberikan izin ke perusahaan sawit.
”Dari peta yang diajukan ke KLHK oleh Gubernur Kalteng bisa dilihat semua kawasan gambut tak cocok dengan komoditas dalam food estate,” kata Safrudin.