Proyek pembangunan Jalan Tol Bawen-Yogyakarta dan Yogyakarta-Solo diharapkan mengikuti aturan. Sinkronisasi data diperlukan agar pengembangan infrastruktur tersebut tidak bermasalah di kemudian hari.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Proyek pembangunan Jalan Tol Bawen-Yogyakarta dan Yogyakarta-Solo diharapkan mengikuti aturan. Sinkronisasi data diperlukan agar pengembangan infrastruktur tersebut tidak bermasalah di kemudian hari.
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi dengan camat dan kepala desa terdampak proyek pembangunan tol yang digelar di kompleks Kantor Gubernur DIY di Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (17/10/2019).
”Harus ada sinkronisasi data. Dari data di Direktorat Jenderal Bina Marga setelah dapat pengarahan dari Gubernur (DI Yogyakarta). Mana trase yang diizinkan dan perlu ditinjau kembali,” kata Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY Krido Suprayitno.
Dalam proyek tersebut, DIY diperkirakan akan dilalui total jalan tol sepanjang sekitar 30 kilometer (km). Secara rinci, Jalan Tol Solo-Yogyakarta dengan panjang kurang lebih 22,36 km, sedangkan panjang Jalan Tol Bawen-Yogyakarta lebih kurang 10,9 km.
Terdapat sejumlah desa yang terdampak proyek tersebut. Pada Jalan Tol Solo-Yogyakarta, ada 14 desa atau kelurahan dari enam kecamatan yang terkena proyek itu. Keenam kecamatan itu adalah Kalasan, Prambanan, Depok, Ngaglik, Mlati, dan Gamping. Total luas areal yang terdampak itu mencapai 2.906 bidang tanah.
Sementara itu, pada Jalan Tol Bawen-Yogyakarta, terdapat lima kecamatan dan delapan desa yang terdampak dengan proyek tersebut. Lima kecamatan itu adalag Tempel, Seyegan, Godean, Mlati, dan Gamping. Adapun bidang tanah yang terdampak berjumlah 722 bidang.
Kepala Subdirektorat Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hardy Siahaan mengatakan, lelang untuk proyek tersebut akan dilangsungkan tahun ini. Tidak ada lagi perubahan trase dari kedua jalan tol tersebut.
”Pengerjaan konstruksi setelah pengadaan tanah. Setelah ada lahannya, seharusnya tahun 2020 sudah bisa dimulai. Kalau izin penetapan lokasinya sudah ada, pembangunan bisa dimulai,” kata Hardy.
Kemudian, Hardy menjelaskan, desain dari sebagian jalan tol itu nantinya bakal berbentuk elevated atau melayang. Di Jalan Tol Solo Yogyakarta, misalnya, ada sekitar 13 km jalan yang didesain dengan bentuk melayang.
Camat Kalasan Siti Anggraeni, yang turut hadir dalam pertemuan itu, mengatakan, di kecamatannya, ada empat desa yang terdampak pembangunan itu. Desa-desa tersebut adalah Tamanmartani, Selomartani, Tirtomartani, dan Purwomartani. Secara umum, masyarakat mendukung proyek itu. Hanya saja, mereka menanyakan kepastian mana saja yang terdampak agar bisa lebih siap.
”Kekhawatiran itu hal wajar karena sebagian masyarakat sudah lama tinggal di sana. Mereka berpikir setelah terdampak, ke mana harus pindah. Apalagi kalau punya rumah hanya di desa itu,” kata Siti.
Kepala Desa Tirtoadi Sabari mengatakan, ada 188 bidang tanah yang terdampak proyek itu di desanya. Tempat tinggalnya termasuk salah satunya. Ia merasa ikhlas jika rumahnya harus tergusur dengan adanya proyek itu. Namun, hal yang harus dipastikan agar proyek itu berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
”Ini program pemerintah dan proyek pemerintah. Yang penting dijalankan sesuai dengan aturan. Ini menunggu perkembangan lebih lanjut. Warga desa tidak bermasalah asal proyeknya dikerjakan sesuai dengan prosedur yang tepat,” kata Sabari.