Tim siber Kepolisian Daerah Maluku meringkus Vicardi Kempa, warga Kota Ambon yang menyebarkan kabar bohong atau hoaks lewat pesan singkat tentang bencana di Ambon.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS - Tim siber Kepolisian Daerah Maluku meringkus Vicardi Kempa, warga Kota Ambon yang menyebarkan kabar bohong atau hoaks lewat pesan singkat mengatasnamakan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy. Kabar bohong itu berupa imbauan kepada warga Kota Ambon untuk bersiap menunggu datangnya gempa besar berpotensi tsunami pada 7 Oktober lalu.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, Vicardi ditangkap di Ambon pada Minggu (20/10/2019) pagi. Setelah diperiksa, penyidik menetapkan Vicardi sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Polda Maluku. Tersangka diduga melanggar Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Motivasi tersangka hanya iseng-iseng saja.
Menurut Roem, pesan singkat itu meresahkan warga Kota Ambon. Sesaat setelah pesan itu beredar, warga yang tinggal di daerah pesisir mengungsi ke dataran tinggi. Para orangtua yang panik langsung mendatangi sekolah untuk menjemput anak mereka. Pasar yang berada di tepi pantai ditinggal pedagang. Aktivitas perkantoran pun terhenti.
Selain itu, juga terjadi kerugian bagi Richard Lohenapessy yang namanya dicatut. Warga yang termakan hoaks, menghujat Richard di grup aplikasi percakapan dan media sosial. Kredibilitas Richard dipertanyakan lantaran dianggap dapat memprediksi terjadinya gempa. Beberapa jam setelah beredar hoaks itu, Richard mengklarifikasinya. "Motivasi tersangka hanya iseng-iseng saja," ujar Roem.
Roem mengimbau warga agar tidak memproduksi dan ikut menyebarkan kabar bohong. Sejauh ini, tim siber Polda Maluku menemukan banyak akun palsu di media sosial yang menyebarkan hoaks terkait gempa. Polisi terus menyelidikinya. Banyak warga hingga kini masih termakan hoaks. "Jangan mudah percaya. Verifikasi informasi kepada pihak-pihak yang berwenang," ucap Roem.
Teliti gempa
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tengah memasang seismograf di 11 titik untuk merekam dan membaca karakter gempa susulan yang masih mengguncang sejumlah wilayah di Maluku. Pemasangan dimulai Jumat lalu. Data yang direkam seismograf dapat dijadikan rujukan dalam upaya mitigasi bencana mengingat daerah itu rawan terjadi gempa.
Kepala Subdirektorat Peringatan Dini BNPB Abdul Muhari, yang memimpin pemasangan seismograf itu, mengatakan, pemasangan alat itu untuk membaca karakteristik gempa susulan yang melanda Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Terdapat empat titik pemasangan alat di Pulau Ambon, empat titik di Pulau Seram, dua titik di Pulau Saparua, dan satu titik di Pulau Haruku.
Seismograf akan merekam dan menyimpan data selama dua bulan ke depan. Setiap tiga minggu, data gempa susulan yang tersimpan itu akan diambil untuk dianalisis. Setelah gempa pertama bermagnitido 6,5 pada 26 September 2019 lalu, hingga Minggu pukul 09.00 WIT, telah terjadi 1.703 kali gempa susulan dalam 22 hari terakhir. Gempa yang terasa sebanyak 194 kali.
Gempa susulan di Maluku merupakan yang terbanyak bila dibandingkan dengan gempa susulan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, tahun lalu. Total gempa susulan di Lombok selama tiga bulan itu sebanyak 663 kali. "Dengan pemasangan alat ini, nantinya dapat diketahui secara detail pola gempa dan karakteristik patahan," ujar Abdul. Di Maluku, terdapat banyak patahan yang berpotensi menyebabkan gempa.
Lewat data yang dibaca seismograf, lanjutnya, dapat dilakukan pemetaan terhadap wilayah yang dilewati patahan. Dengan begitu, upaya mitigasi bencana akan difokuskan ke wilayah berisiko. Upaya mitigasi di antaranya adalah pembangunan hunian yang relatif tahan gempa.
Menurut Abdul, gempa tidak membunuh, yang membunuh adalah rumah yang tidak tahan terhadap gempa. Abdul kembali mengingatkan masyarakat agar membangun rumah yang relatif tahan gempa. Masyarakat Maluku memiliki kearifan lokal rumah tahan gempa yang disebut rumah bakancing.
Saat gempa 26 September lalu, rumah dengan konstruksi utama kayu itu kokoh berdiri, sementara banyak rumah beton ambruk. Sayangnya, rumah bakancing sudah ditinggalkan generasi sekarang.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Maluku John Hursepuny mengatakan, kejadian gempa tersebut menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Maluku. Catatan penting yang tidak boleh dilupakan adalah konstruksi rumah tahan gempa. "Pemerintah daerah akan mendorong warga untuk membangun rumah bakancing," ujarnya.
Gempa tersebut menyebabkan korban jiwa sebanyak 39 orang, korban luka ringan 1.548 orang, luka berat 30 orang, dan pengungsi 170.900 orang. Adapun rumah penduduk yang rusak ringan 3.245 unit, rusak sedang 1.837 unit, dan rusak berat 1.273 unit. Hampir semua korban meninggal disebabkan tertimpa reruntuhan bangunan.