Kebakaran hutan dan lahan masih melanda Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Hingga Senin, kebakaran belum bisa diatasi.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
TANJUNG, KOMPAS – Kebakaran hutan dan lahan masih melanda Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Hingga Senin (21/10/2019), kebakaran belum bisa diatasi karena luasnya area yang terbakar dan titik api yang sulit dijangkau. Pendakian ke gunung api dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut itu, juga sementara ditutup hingga waktu yang belum ditentukan.
Pantauan Kompas, sejak Senin pagi hingga siang, kebakaran masih terpantau misalnya dari Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Dari desa yang merupakan salah satu pintu pendakian Rinjani, asap dari kawasan yang terbakar terlihat jelas dan tersebar di berbagai titik. Banyaknya asap karena titik panas, berdasarkan aplikasi LAPAN Fire Hotspot, saat itu mencapai 36 titik.
Tetapi pada Senin sore, asap yang terlihat berkurang. Menurut aplikasi yang sama, titik panas tercatat sekitar 16 titik. Penurunan titik panas, tidak terlepas dari upaya pemadaman yang terus dilakukan oleh tim gabungan yang berasal masyarakat mitra polisi hutan (MMP), masyarakat peduli api (MPA), petugas TNGR, kepolisian, TNI, dan asosiasi pendakian Rinjani.
Kepala Balai TNGR Dedy Asriady mengatakan, perkiraan luas kebakaran TNGR di wilayah kerja Sembalun (Lombok Timur) dan Senaru (Lombok Utara) sejak kejadian kebakaran pada Sabtu (19/10/2019) hingga Senin ini mencapai 4.002,46 hektar (berdasarkan satelit Sentinel-2 L1C L2A).
“Selain karena sebarannya yang luas, kendala pemadaman adalah medan yang berat dan titik api yang sulit dijangkau. Kendala lain adalah angin yang bertiup selalu berubah arah,” kata Dedy.
Menurut Dedy, upaya pemadaman telah dilakukan sejak kebakaran pertama kali terjadi. Pada hari ini, pemadaman oleh sekitar 235 personel dilakukan di titik kebakaran yang berada di wilayah kerja seksi pengelolaan wilayah (SPW) I dan SPW II BTNGR.
Selain karena sebarannya yang luas, kendala pemadaman adalah medan yang berat dan titik api yang sulit dijangkau. Kendala lain adalah angin yang bertiup selalu berubah arah,” kata Dedy.
SPW I meliputi pos III jalur pendakian Senaru, Sampurarung-Marung Meniris, dan Gunung Malang. Sedangkan di SPW II yakni Pelawangan Sembalun, Pos I dan Pos II jalur pendakian Sembalun, Jaran Kukus, Timbarus, dan Gunung Sambil.
Terkait penyebab kebakaran, Dedy belum bisa memastikan. Menurut dia, hal itu baru bisa diketahui nanti setelah pemadaman selesai.
Walakin, menurut pejabat Sekretaris Daerah NTB Iswandi yang memantau kebakaran dari Senaru, kejadian yang hampir tiap tahun itu tidak terlepas dari musim kemarau panjang yang tengah melanda NTB.
Kemarau di NTB, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan berlangsung hingga November2019 mendatang.“Kami berharap kebakaran bisa segera diatasi. Semoga dalam dua hari ke depan,” kata Iswandi.
Masih panjangnya musim kemarau, berpotensi memicu kebakaran kembali tidak hanya di Rinjani tetapi juga kawasan lain di NTB. Terkait hal itu, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB Madani Mukarom, di tiap kabupaten kota sudah memiliki Tim Pengendalian Karhutla.
“Mereka sudah bersiaga dengan aparat kami, termasuk di dalamnya kepolisian, TNI, dan lainnya,” kata Madani.
Pendakian ditutup
Meski kebakaran, namun aktivitas masyarakat di kawasan Rinjani terpantau berjalan normal. Di Senaru misalnya, warga masih terlihat melakukan kegiatan sehari-hari seperti ke ladang atau sawah. Termasuk ke pasar.
Hal serupa juga terlihat pada kegiatan pariwisata di Senaru. Wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk mengunjungi obyek wisata Air Terjun Sedang Gila, juga cukup ramai. Mereka terlihat menikmati perjalan di salah satu obyek wisata unggulan NTB itu dan tidak khawatir dengan kejadian kebakaran di Rinjani.
Pengelola objek, termasuk rumah makan dan restoran juga tetap beroperasi seperti biasa. A Hafiz, karyawan salah satu karyawan hotel dan restoran di kawasan Senaru mengatakan, kebakaran memang tidak berdampak pada kegiatan pariwisata di Senaru. “Asapnya tidak sampai ke sini, melainkan ke arah lain (Barat seperti Kota Mataram),” kata Hafiz.
Berbeda dengan aktivitas pariwisata, kegiatan pendakian ke Rinjani melalui Senaru sepi. Tidak ada terlihat pendaki yang biasanya lalu lalang. Kondisi itu terjadi karena Balai TNGR, telah mengeluarkan surat edaran terkait penutupan sementara pendakian hingga waktu yang tidak ditentukan. Para pendaki yang sudah mendaftar secara daring lewat aplikasi atau laman resmi TNGR, dihimbau untuk menjadwal ulang pendakiannya.
Sementara itu, menurut Dedy, jumlah pengunjung yang sudah mendaftar pada tanggal 20 Oktober 2019 sebanyak 61 orang. Itu terdiri dari 28 wisawatan asing dan 33 domestik. Mereka tersebar di masuk dari tiga pintu pendakian yakni 29 orang dari Sembalun (Lombok Timur), 10 orang dari Timbanuh (Lombok Timur), dan 22 orang dari Aik Berik (Lombok Tengah). Sedangkan dari pintu Senaru sudah tidak ada pendaki.
“Semua pendaki dalam keadaan aman dan sudah dihimbau agar besok (Selasa) segera turun dan keluar dari jalur pendakian,” kata Dedy.