Kabupaten Banjarnegara di Jawa Tengah menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan angin kencang setelah sejumlah desa diterjang angin kencang pada Minggu (20/10/2019) malam.
Oleh
megandika wicaksono
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Kabupaten Banjarnegara di Jawa Tengah menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan angin kencang setelah sejumlah desa diterjang angin kencang pada Minggu (20/10/2019) malam. Lebih dari seribu rumah rusak dan sebanyak 30 hektar hutan terbakar di Perbukitan Petarangan, Kecamatan Batur.
”Status tanggap bencana ditetapkan tujuh hari ke depan hingga 27 Oktober untuk menanggulangi dampak kerusakan rumah serta memadamkan api di hutan,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banjarnegara Arif Rahman, Selasa (22/10), saat dihubungi dari Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Arif menyampaikan, kebakaran hutan yang terjadi sejak dua hari terakhir sudah membakar 30 hektar lahan. ”Pemadaman masih dilakukan sampai saat ini karena angin masih kencang dan membuat api sulit dipadamkan,” tuturnya.
Camat Batur Imron Rosyadi mengatakan, kebakaran hutan di sana pernah terjadi pada 2013 dan 2016. Saat itu diduga ada kesengajaan karena setelah terbakar justru ditanami tanaman sayur dan cabai. Untuk saat ini, penyebab kebakaran masih diselidiki polisi.
Imron menyampaikan, angin kencang sejak Sabtu (19/10) mulai memorak-porandakan sejumlah desa sehari kemudian. Berdasarkan pendataan hingga Selasa siang, 1.094 rumah warga rusak. Kerusakan berada di Desa Bakal, Sumberejo, Pasurenan, Pekasiran, Dieng Kulon, Kepakisan, Karangtengah, dan Batur.
”Rumah rusak berat ada 202 unit. Kondisinya atap atau seng beterbangan dan kanopi ambruk. Ada pula yang rusak sedang sebanyak 510 unit dan rusak kategori ringan sebanyak 382 unit,” tuturnya.
Rumah rusak berat ada 202 unit. Kondisinya atap atau seng beterbangan dan kanopi ambruk. Ada pula yang rusak sedang sebanyak 510 unit dan rusak kategori ringan sebanyak 382 unit.
Selain merusak rumah, angin juga menyebabkan 14 gedung sekolah rusak terutama pada bagian atap. ”Hari ini beberapa sekolah meliburkan muridnya karena kelasnya tidak bisa dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar,” kata Imron.
Menurut Imron, sebagai langkah mitigasi bencana kebakaran hutan, warga di setiap desa diminta saling menjaga kawasan hutan, terutama di musim kemarau. Mereka juga diminta saling memberikan informasi jika melihat titik api untuk segera dipadamkan bersama.
”Saat ini, masyarakat bersama sukarelawan dan TNI/Polri sedang berupaya memadamkan api. Untuk bencana angin kencang, warga diimbau berlindung di tempat yang aman, jangan di tempat terbuka. Jika rumah rusak, segera berlindung di bawah meja agar terhindar dari atap yang beterbangan,” ujarnya.
Prakirawan Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Rendy Krisnawan menyampaikan, angin kencang bercampur debu biasa disebut dust devil atau juga angin leysus. Fenomena ini biasanya terjadi saat musim pancaroba serta terbentuk karena posisi gerak semu matahari yang terdapat di belahan bumi selatan menyebabkan pemanasan di permukaan bumi hingga kondisi maksimal.
”Kolom udara di atas permukaan tanah yang kering lalu dipanaskan oleh matahari yang maksimal itu akan menaikkan kolum udara. Setelah naik, maka udara di sekitarnya akan mengisi kekosongan dan bercampur dengan kolom udara panas. Kemudian terjadi pertemuan massa udara dan terjadi pusaran massa udara,” kata Rendy.
Rendy menyampaikan, masyarakat diimbau tetap waspada jika kondisi cuaca sejak pagi hingga siang hari terasa sangat cerah dan suhu udara terasa panas terik. ”Kurangi aktivitas di luar ruangan karena kondisi cuaca yang sangat panas terik disertai angin kencang membuat debu-debu beterbangan. Perbanyak minum air putih agar tidak dehidrasi dan selalu waspada jika muncul angin leysus,” katanya.