Pemadaman Api di Gunung Rinjani Dilakukan secara Manual
Kebakaran hutan di Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, dilakukan secara manual. Penggunanaan helikopter dan teknologi modifikasi cuaca belum akan dilakukan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kebakaran hutan di Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, hingga Rabu (23/10/2019) masih belum bisa dipadamkan. Keterbatasan alternatif solusi mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat memaksimalkan personel gabungan melakukan pemadaman secara manual.
Hal itu merupakan hasil Rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di Mataram, Rabu sore. Selain Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hadir juga perwakilan Kepolisian Daerah (Polda) NTB, Komando Resor Militer (Korem) 162/Wira Bhakti, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), UPT Rinjani Barat dan Timur, serta Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB Madani Mukarom mengatakan, saat ini fokus pemerintah daerah untuk memadamkan kebakaran di TNGR yang terjadi sejak Sabtu, 19 Oktober 2019.
Menurut data Balai TNGR, kebakaran masih terjadi di TNGR. Sejalan dengan itu, dibagi tujuh tim pemadaman, yakni Tim Senaru, Tim Anyar, Tim Santong, Tim Sembalun, Tim Aikmel, dan Tim Kembang Kuning.
Tim tersebut merupakan gabungan dari masyarakat mitra polhut (MMP), masyarakat peduli api (MPA), petugas TNGR, kepolisian, TNI, termasuk asosiasi pendaki. Total personel yang terjunkan sekitar 280 orang.
Sejauh ini, lokasi kebakaran yang telah dipadamkan adalah wilayah kerja Balai TNGR Resor Sembalun yang meliputi Jempong Borok, sebelah atas persimpangan antara jalur Sembalun dan jalur pendakian Bawak Nao, Plawangan Sembalun, dan Pos I-Pos II jalur pendakian Sembalun.
Adapun di wilayah kerja Resor Aikmel adalah Dirajankukus, Tambaturis, Gunung Sambil, sebelah timur Cemara Rompes, dan hutan Sebau.
Adapun di wilayah kerja Resor Anyar ialah di Sampurarung-Marus Meniris, wilayah kerja Resor Santong di Gunung Malang, dan wilayah kerja Resor Senaru di Pos II-Pos III jalur pendakian Senaru.
Hingga kini, lokasi yang belum bisa dipadamkan adalah sebelah bawah puncak Rinjani, sebelah utara Gunung Sangkareang ke arah hutan Torean, dan Jempong Langgem (wilayah kerja Resor Sembalun). Selain itu, ada di sebelah barat dan sebelah timur jalur pendakian Senaru (Resor Senaru) dan sekitar jalur pendakian Timbanuh (Resor Kembang Kuning).
Menurut Madani, sejauh ini, pemadaman terkendala titik api yang sulit dijangkau. Selain itu, kecepatan angin juga relatif tinggi sehingga kebakaran meluas dengan cepat. Vegetasi di lokasi juga terdiri dari rumput savana, alang-alang, dan daun kering sehingga mudah terbakar.
Menurut Madani, di setiap kabupaten/kota, terdapat satuan tugas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Tim tersebut merupakan gabungan dari pemerintah daerah, masyarakat peduli api, TNI, polisi, dan BPBD. Mereka akan memaksimalkan peran satuan tugas tersebut, termasuk menangani kebakaran Rinjani.
”Api sekarang memang sudah mulai berkurang di utara dan timur, bergerak ke selatan, seperti ke Aik Berik. Tadi, semua pihak, mulai dari Polda, TNI, termasuk Balai, akan langsung mengerahkan personel ke sana,” kata Madani.
Upaya pemadaman dengan memaksimalkan personel secara manual dipilih karena belum ada alternatif solusi lain. Apalagi, Pemerintah Provinsi NTB belum berencana menggunakan helikopter dan teknologi modifikasi cuaca.
Kepala BPBD NTB Ahsanul Khalik mengatakan, Gubernur NTB sudah berkomunikasi dengan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo terkait penggunaan helikopter.
”Pada prinsipnya, Kepala BNPB siap membantu heli. Bahkan meminta kami untuk mengajukan surat resmi tentang kondisi lapangan,” ucapnya.
Meski demikian, menurut Ahsanul, mereka belum akan menggunakan helikopter. Pertimbangannya, sebaran api dan jenis vegetasi yang terbakar berupa savana. Lagi pula, jumlah titik api sudah berkurang. Hal itu sudah dikomunikasikan dengan BNPB, termasuk Polda NTB dan Korem 162/Wira Bhakti.
Ahsanul menambahkan, teknologi modifikasi cuaca juga tidak mungkin dilakukan di wilayah NTB. Hal itu karena, menurut tim ahli dari BNPB, tingkat kelembaban cuaca di NTB sangat rendah sehingga sulit dilakukan penyemaian awan hujan.
Sejauh ini, Pemprov NTB belum menilai perlu menetapkan status darurat kebakaran hutan dan lahan. Menurut Madani, status darurat baru akan ditetapkan jika dua kabupaten tempat Rinjani berada, yakni Lombok Timur dan Lombok Utara, mengajukan permintaan.
”Tetapi, sejauh ini memang belum ada permintaan. Kedua daerah melihat kebakaran tidak berdampak signifikan, termasuk ke masyarakat. Apalagi lokasi kebakaran berada sangat jauh dari permukiman masyarakat,” tutur Madani.