Pengendalian Populasi Bandung Raya untuk Antisipasi Kekurangan Air Baku
Kebutuhan air baku Bandung Raya diprediksi meningkat hingga 21.000 liter per detik pada 2030. Namun, hingga saat ini kebutuhan air masih belum bisa sepenuhnya terpenuhi oleh saluran instalasi air baku.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kebutuhan air baku Bandung Raya diprediksi meningkat hingga 21.000 liter per detik pada tahun 2030. Namun, hingga saat ini kebutuhan air di ibu kota Provinsi Jawa Barat ini masih belum bisa sepenuhnya terpenuhi oleh saluran instalasi air baku.
Berdasarkan data yang dipaparkan dalam lokakarya ”Air Baku Metropolitan Bandung Raya” di Gedung Sate, Bandung, Kamis (24/10/2019), layanan pipa air baku di kawasan Bandung Raya hanya bisa memenuhi kebutuhan 4.000 liter per detik pada musim kemarau, sedangkan kebutuhan air warga mencapai 11.000 liter air per detik.
Menurut Agus Sunara, tenaga ahli dari Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), kebutuhan warga Bandung Raya lebih dari 7.000 liter per detik dipenuhi dengan menggunakan air secara individual, seperti penggunaan sumur. Padahal, idealnya, akses air baku warga sepenuhnya berasal dari layanan saluran pipa air dari pemerintah sehingga pemenuhannya merata.
Beban ini menjadi perhatian. Agus menyebutkan, kebutuhan air baku di Bandung Raya akan terus meningkat. Bahkan, tahun 2030, kebutuhan air di kawasan ibu kota Jabar dan sekitarnya ini mencapai 21.000 liter per detik. Karena itu, pemerintah dan berbagai elemen masyarakat perlu mengantisipasi sehingga bahaya kekurangan air bisa teratasi.
Kalau banjir seperti itu, air hujan terbuang percuma. Karena itu, pemerintah dan masyarakat sebisa mungkin bisa melakukan water harvesting (memanen air). Aktivitas ini bisa menjadi solusi jangka pendek karena air yang ada telah ditabung selama musim hujan.
Dalam lokakarya tersebut, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan, permasalahan air baku warga di kawasan Bandung Raya tidak terlepas dari pertambahan penduduk. Saat ini, lanjutnya, jumlah penduduk Jabar mencapai 50 juta dan sebagian besar berada di Bandung Raya. ”Yang menjadi masalah utama adalah populasi. Masyarakat butuh akses keluar rumah, air bersih, dan perekonomian,” ujarnya.
Terkait pemenuhan kebutuhan air bersih, Kamil melihat masyarakat mampu memenuhinya. Namun, tidak semua warga Bandung Raya mengakses layanan pipa air bersih. Sebagian masyarakat masih mengandalkan sumber air lain yang biasanya memiliki biaya lebih mahal.
”Tidak semua warga mendapatkan air baku dengan cara yang sistematis dan murah. Sebagian lainnya mendapatkan dengan cara sporadis dan mahal,” ucapnya.
Kamil melanjutkan, salah satu upaya yang dilakukan agar permintaan air bersih di Bandung tidak meningkat tajam adalah dengan menahan laju urbanisasi dari daerah-daerah lain ke Bandung Raya. Hal ini dilakukan dengan cara pemerataan ekonomi di daerah-daerah lain di Jabar.
Menurut Kamil, perpindahan masyarakat ini menjadi hal yang fundamental. Warga pindah ke cekungan Bandung karena menganggap daerah tersebut bisa memberikan jaminan ekonomi karena lapangan kerja dan usaha.
”Kami melakukan pemerataan ekonomi yang inklusif. Salah satunya dengan memperbanyak akses ekonomi di daerah, seperti program one village one company (satu desa satu perusahaan) atau membuka kawasan terpadu seperti Segitiga Rebana,” ujarnya.
Segitiga Rebana merupakan salah satu rencana pengembangan kawasan perekonomian terpadu di wilayah seputar Cirebon, Patimban (Subang), dan Kertajati (Majalengka).
Menabung air
Sebagai antisipasi jangka pendek, ucap Agus, berbagai elemen seperti pemerintah dan masyarakat harus mengubah cara pandang dalam menghadapi masalah air. Pasalnya, saat musim hujan, lebih dari 30 lokasi di Bandung Raya menjadi daerah banjir.
”Kalau banjir seperti itu, air hujan terbuang percuma. Karena itu, pemerintah dan masyarakat sebisa mungkin bisa melakukan water harvesting (memanen air). Aktivitas ini bisa menjadi solusi jangka pendek karena air yang ada telah ditabung selama musim hujan,” tuturnya.
Rencana tersebut disambut baik oleh pemerintah. Ditemui seusai lokakarya, Kamil menyebutkan, pihaknya berencana membuat Gerakan Menabung Air untuk mengantisipasi kesulitan air bersih pada musim kemarau selanjutnya.
”Skala rumah, kecamatan, dan kota/kabupaten akan kami imbau untuk melakukan gerakan tersebut. Gerakan ini juga dapat mengurangi potensi banjir. Kami akan membahas model gerakan tersebut secara komprehensif,” ujarnya.