Tingkatkan Keterjangkauan Masyarakat Akan Produk Pertanian
Keterjangkauan masyarakat pada produk pertanian, termasuk di Jawa Tengah, kerap terkendala harga tinggi akibat mekanisme pasar.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SALATIGA, KOMPAS — Keterjangkauan masyarakat pada produk pertanian, termasuk di Jawa Tengah, kerap terkendala harga tinggi akibat mekanisme pasar. Oleh karena itu, selain operasi pasar, juga perlu ada sistem yang membantu keterpaduan dalam produksi produk-produk pertanian, dari hulu ke hilir.
Kepala Bidang Distribusi dan Cadangan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Jateng Sri Brotorini mengakui, keterjangkauan masih menjadi masalah berulang setiap tahun akibat fluktuasi harga. Saat harga produk tinggi, masyarakat tingkat ekonomi rendah sulit menjangkau. Sementara saat harga rendah, giliran petani yang merugi.
”Kami mengatasinya dengan operasi pasar, tetapi memang hanya menyembuhkan sesaat. Untuk jangka panjang, kami tengah merancang sistem agar nantinya keterjangakauan dapat ditingkatkan,” kata Sri di sela-sela peringatan Hari Pangan Sedunia di kampus Institut Agama Islam Negeri, Kota Salatiga, Sabtu (26/10/2019).
Saat harga produk tinggi, masyarakat tingkat ekonomi rendah sulit menjangkau. Sementara saat harga rendah, giliran petani yang merugi.
Peringatan Hari Pangan Sedunia di Jateng berlangsung pada 25-27 Oktober 2019. Selain terdapat 130 stan berbagai produk pertanian, juga digelar sejumlah kegiatan, seperti acara hiburan, berbagai perlombaan di bidang pertanian, dan kontes serta pameran bonsai. Juga ada demo inovasi pertanian dan pangan.
Sistem Logistik Daerah (Sislogda) di Jateng saat ini masih dalam perancangan dan diharapkan dapat diuji coba pada akhir 2019. Menurut Sri, dengan adanya Sislogda, nantinya ada sinergi dari hulu, seperti terkait pola tanam, hingga hilir. Perlu penguatan basis data agar sistem tersebut bekerja dengan baik dan optimal.
Staf Seksi Kedaulatan Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Karanganyar Tulus Suroyo mengatakan, guna menekan fluktuasi harga, pihaknya siaga untuk menggelar operasi pasar sejumlah komoditas. ”Selain dengan Bulog, kami juga memiliki cadangan beras yang akan digelontorkan kepada masyarakat,” katanya.
Tulus menambahkan, selain memiliki beras, Karanganyar juga memiliki komoditas unggul lain, seperti ubi ungu dan ketela pohon. Pihaknya tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga pengolahan menjadi berbagai makanan ringan sehingga memberikan nilai tambah pada berbagai produk pertanian yang ada.
Sumarni (45), warga Tuntang, Kabupaten Semarang, berharap, harga sejumlah komoditas, seperti beras, cabai, dan bawang, dapat lebih dikendalikan.
”Saat-saat seperti menjelang Tahun Baru atau hari raya, akan banyak yang membeli sehingga harga naik. Namun, kenaikannya jangan sampai mencekik warga,” ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng, produksi beras pada 2018 mencapai 8,5 juta ton atau surplus sekitar 3 juta ton. Pada 2019, produksi ditargetkan meningkat menjadi 11 juta ton. Hingga awal Oktober 2019, sudah terealisasi sebesar 70 persen.
Sebelumnya, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, pada era Indonesia Emas, yakni 2045, pertanian dan ketahanan pangan Indonesia harus terus diperkuat. Dengan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 350 juta jiwa, masyarakat tidak bisa bergantung hanya pada satu jenis makanan pokok.
”Bayangkan kalau sumber makanan tidak dikelola dengan baik dan hanya tergantung pada satu jenis makanan pokok, pasti kesulitan. Maka dari sekarang, kita galakkan gerakan diversifikasi pangan kepada masyarakat,” kata Ganjar.