Pemadaman Ciremai Terhambat Angin dan Medan Terjal
Setelah padam pada Sabtu (26/10/2019), kebakaran hutan dan lahan kembali melanda Gunung Ciremai di Jawa Barat, Senin (28/10). Angin kencang dan medan terjal menyulitkan pemadaman.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Setelah padam pada Sabtu (26/10/2019), kebakaran hutan dan lahan kembali melanda Gunung Ciremai di Jawa Barat, Senin (28/10/2019). Angin kencang dan medan terjal menyulitkan pemadaman. Jumlah luasan areal yang terdampak terus bertambah.
Kebakaran terjadi di Blok Sigiribig, Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Senin pukul 10.45. Kepulan asap membubung tinggi. Areal kebakaran berada di ketinggian 1.000-1.200 meter di atas permukaan laut.
Luas areal terdampak belum diketahui. Hingga Senin petang, petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kuningan, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, dan sukarelawan masih berupaya memadamkan api.
Warga desa turut membantu pemadaman setelah aparat desa mengumumkan kejadian tersebut melalui pengeras suara di masjid. Lokasi kebakaran lebih dari 3 kilometer dari permukiman terdekat dan pabrik air mineral dalam kemasan.
Pos pemantauan berada di perkemahan Lambosir. Logistik hingga air untuk memadamkan api disiapkan di daerah itu. Jarak ke lokasi kebakaran dari Lambosir sekitar satu jam jalan kaki. ”Kami menurunkan 17 personel untuk pemadaman. Jumlah ini masih akan bertambah,” ujar Agus Yudantara dari Humas Balai Taman Nasional Gunung Ciremai yang ditemui di lokasi pemantauan.
Menurut Agus, pemadaman di gunung setinggi 3.078 mdpl itu terkendala angin kencang dan medan terjal. Angin kencang mempercepat kobaran api meluas yang tampak dari membesarnya kepulan asap. Api juga lebih cepat meluas karena sebagian besar material yang terbakar berupa alang-alang dan dedaunan kering.
Kesulitan lain, medan menuju lokasi kebakaran terjal dan dipadati bebatuan raksasa, bisa seukuran kerbau. Pemadaman pun dilakukan secara manual, seperti menyemprotkan air dan membuat sekat bakar dengan cangkul.
Petugas membuat sekat bakar dengan membabat ilalang hingga menyisakan tanah dan batu. Mereka membuat semacam alur selebar 6 meter. Selanjutnya, ilalang ditumpuk di sepanjang jalur bekas pangkasan tersebut.
Sekat bakar akan menjadi jalur pemisah area yang terbakar sehingga daerah lainnya tidak terjilat kobaran api. Sekat bakar juga menjadi jalur bagi warga memadamkan api. ”Kami sebelumnya juga sudah membuat sekat bakar karena daerah ini rawan kebakaran. Tahun lalu, di sini juga kebakaran,” ungkap Agus.
Kepala Desa Setianegara Bakri mengakui, kebakaran hutan dan lahan kerap terjadi di lereng Ciremai. ”Kami sudah meminta warga tidak membakar apa pun di kebun yang dekat dengan wilayah Ciremai. Desa bahkan sudah punya tim sapu jagat yang bertugas memadamkan api. Jumlahnya sampai 60 orang,” katanya.
Menurut dia, warga tidak mungkin membakar lahan di Ciremai. ”Jangankan membakar, masuk ke sana saja kami tidak boleh,” ucapnya.
Kebakaran di Setianegara menambah daftar panjang kebakaran hutan dan lahan di Ciremai tahun ini. Sebelumnya, pada Senin (21/10), api membakar wilayah Majalengka hingga perbatasan Kuningan. Sekitar 190 hektar areal hangus terbakar. Api baru dapat dipadamkan pada Sabtu (26/10).
Sebelum itu, berdasarkan catatan Balai TNGC pada Agustus hingga 4 Oktober, lebih dari 577 hektar hutan dan lahan di Ciremai juga terbakar. Balai TNGC bahkan menutup jalur pendakian sejak Agustus hingga waktu yang belum ditentukan.
Biasanya, Balai TNGC menetapkan kuota 1.600 pendaki tiap hari. Tahun lalu, sebanyak 48.995 orang mendaki Gunung Ciremai. Balai TNGC juga mencatat, lahan yang terbakar pada 2013 seluas 14,96 hektar. Pada 2014 meningkat menjadi 266,034 hektar dan melonjak lagi menjadi 666,9 hektar setahun kemudian.
Setelah tak ada kebakaran sepanjang 2016, api muncul lagi pada 2017. Saat itu, luas lahan terbakar sekitar 107 hektar. Tahun 2018, lebih dari 1.400 hektar lahan terbakar. Upaya pemadaman dengan bom air juga dilakukan.
Menurut Agus, penyebab kebakaran bisa dari puntung rokok, warga yang membakar lahan di sekitar Ciremai, hingga api obor warga yang mencari madu dari lebah hutan. ”Peran pemerintah daerah dan masyarakat dibutuhkan untuk mencegah kebakaran Ciremai,” katanya.