Warga di Lokasi Sumber Air di Lombok Kesulitan Air Bersih
Musim hujan tahun ini di Nusa Tenggara Barat diperkirakan mundur dari Oktober ke November. Lebih panjangnya musim kemarau menjadikan desa-desa yang selama ini kaya sumber air, kini kesulitan mendapatkan air bersih.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Musim hujan tahun ini di Nusa Tenggara Barat diperkirakan mundur dari Oktober ke November. Lebih panjangnya musim kemarau menjadikan desa-desa yang selama ini sebagai lokasi sumber air, kini kesulitan mendapatkan air bersih. Desa-desa itu merupakan area tangkapan air yang berada di seputar kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana NTB, Ahsanul Khalik, Senin (28/10/2019) di Mataram, Lombok mengakui, warga desa beberapa daerah yang merupakan sumber air seperti Kecamatan Narmada dan Kecamatan Lingar (Lombok Barat).
Selain itu desa-desa di kecamatan di wilayah utara Lombok Timur juga kesulitan mendapatkan air bersih. Wilayah itu berada di daerah hulu, merupakan daerah tangkapan air yang tidak pernah kesulitan air sepanjang tahun.
Namun musim kemarau tahun ini merasakan kesulitan mendapat air. Apalagi musim kemarau tahun ini lebih besar warga yang terdampak. Musim kemarau pada Oktober 2018 sekitar 500.000 warga terdampak, sedang akhir Oktober tahun ini ada 674.801 jiwa yang terdampak dan tersebar di 302 desa tersebar di 69 kecamatan di 10 kabupaten/kota, kecuali Kota Mataram yang warganya sebagai pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum.
Bagi daerah terdampak BPBD NTB bersama Polri dan instansi dan lembaga lainnya mengoperasikan mobil tangki kapasitas 5.000 Liter untuk mendistribusi air kepada penduduk.
Kondisi kekeringan tahun ini membuat warga di daerah hulu kesulitan mendapatkan air, karena sumur tradisional warga kering, dan air sungai cenderung merosot.
Turki (35), warga Desa Segerongan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat mengaku, memiliki sumur dengan kedalaman enam meter, yang ketika musim hujan ketinggian air mencapai dua meter.
Hingga akhir Oktober ketinggian air sumurnya tak lebih dari 20 sentimeter untuk air minum. Sedang untuk mandi dan mencuci peralatan rumah tangga, warga Desa itu memanfaatkan genangan ais di sungai.
Kondisi kekeringan terindikasi hari Sabtu (26/10/2019) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Desa Sesaot, Lombok Barat, permukaan airnya turun mencapai dua meter dari ketinggian total tiga meter dinding badan sungai. Di Desa Langko, Kecamatan Lingsar, warga mendapatkan air bersih dari seorang warga yang memiliki sumur bor, karena sumur mereka kering.
“Air sungai jauh menyusut debit airnya, air sumur rata-rata tinggal genangan. Dari air sumur bor ini kami berbagi dengan warga,” kata Ahmad Yani, warga Desa Langko.
Hal senada dikatakan Sahri (50), warga Dusun Pesorongan Jukung, Desa Lembah Sempaga, Kecamatan Narmada. Kekeringan dan teriknya panas matahari tahun ini mirip dengan 40 tahun lalu ditandai dengan pecahnya batang pohon bambu yang berada di kebun seputar sungai Dusun itu. “Ngempok ne marak suara bedil angin (suara pecahnya pohon bambu seperti suara senapan angin,” ujar Sahri.
Karena terbatasnya air irigasi, areal sawah di dusun itu rata-rata kosong tanaman, juga rumput di pematang sawah nampak kecokelatan dibakar terik matahari. Suasana yang tidak pernah terjadi di musim kemarau beberapa tahun sebelumnya.
Untuk keperluan mandi warga Dusun itu umumnya mencari genangan air yang tersisa di sungai. Juga bagi yang mampu secara ekonomi, membangun sumur bor untuk kebutuhan rumah tangga mandi. Biaya pembangunan satu sumur bor kedalaman 24 meter dan 37 meter sebesar Rp 11 juta-Rp 17 juta.
Kemarau panjang
Camat Narmada Baiq Yeni Ekawati membenarkan adanya warga desa yang kesulitan air bersih menyusul kemarau panjang tahun ini, ditambah beberapa saluran air irigasi dalam proses perbaikan, dan diberlakukan sistem buka tutup pintu air tiap lima hari dalam seminggu.
Kemarau sangat dirasakan dampaknya oleh penduduk, meski belum dikategorikan kekeringan mengingat debit air sungai dan air sumur tradisional cukup memenuhi kebutuhan warga. Saat ini baru warga Desa Keru yang minta disuplai air bersih karena terdampak oleh perbaikan saluran irigasi.
Sementara Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, Restu Patria Megantara mengatakan, dalam dasarian II Oktober 2019 tidak terjadi hujan di seluruh wilayah NTB. Sifat hujan pada dasarian II Oktober 2019 secara keseluruhan Bawah Normal.
Hari Tanpa Hujan berturut-turut turut umumnya berkategori Sangat Panjang (31-60 hari) hingga Kekeringan Ekstrem (>60 hari). HTH terpanjang terpantau di Pos Hujan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat sepanjang 189 hari.
Kondisi El Nino Southern Oscillation (ENSO) saat ini dalam kondisi netral, sementara itu kondisi suhu muka laut di sekitar perairan NTB menunjukan kondisi lebih dingin dibandingkan dengan normalnya. Analisis angin menunjukkan angin Timuran masih mendominasi di wilayah Indonesia. Pergerakan Madden Jullian Oscillation (MJO) saat ini tidak aktif di wilayah Indonesia. Kondisi tersebut mengurangi peluang terjadinya hujan di wilayah NTB.
Dari hasil monitoring itu, Oktober mestinya sudah turun hujan, meski hal itu tidak terjadi. Musim kemarau di NTB diperkirakan hingga dasarian II November meski peluang hujan saat itu masih rendah. Pada dasarian III November terdapat peluang hujan > 50mm per dasarian di Kota Mataram dan sebagian Lombok Barat meski hanya 10 persen-30 pesen, kata Restu.