Hasil riset Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Bali menyatakan, sekitar 10 persen anak SMP di Kota Denpasar, Bali telah melakukan seks bebas. Bahkan, ratusan anak terjangkit HIV/AIDS.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS – Hasil riset Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Bali menyatakan, sekitar 10 persen anak siswa kelas VII sekolah menengah pertama di Kota Denpasar, Bali telah melakukan seks bebas. Namun, pengetahuan mengenai risiko kesehatan reproduksi masih sangat rendah. Bahkan, ratusan remaja terjangkit HIV/AIDS.
Direktur PKBI Daerah Bali Komang Sutrisna, di sela Dialog Harmonisasi Program Keluarga Berencana untuk Kesejahteraan Indonesia, di Denpasar, Selasa (29/10/2019) mengatakan, pihaknya melakukan survei terhadap 5.000 anak siswa kelas VII SMP di Denpasar tentang kesehatan reproduksi dan hubungan seks. Hasilnya, sekitar 50 anak mengaku sudah melakukan hubungan seks. Namun, hanya 10 persen yang memahami persoalan kesehatan reproduksi.
"Penasaran dan coba-coba menjadi motivasi siswa ini melakukan hubungan seks. Karenanya, kami mendorong sekolah memaksimalkan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi kepada seluruh siswanya, terutama di tingkat SMP," ungkap Sutrisna.
Awalnya, dia menduga, siswa SMA lebih perlu mendapatkan perhatian dan menjadi sasaran penyebaran informasi serta edukasi dibandingkan siswa SMP. Ternyata, hasil survei mengejutkan. Anak SMP sudah harus mendapatkan perhatian lebih terutama soal kesehatan reproduksi.
Berdasarkan hasil survei tahun 2018 itu, Sutrisna mendorong propaganda terhadap siswa SMP. Hal ini penting kendati sebagian anak menyatakan menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom hingga sudah mengetahui informasi soal HIV/AIDS.
Hasil penelitian pada 2018 tersebut merupakan lanjutan penelitian tahun 2016. Kala itu, PKBI Bali melakukan survei terhadap 1.200 anak SMP di sembilan kabupaten/kota di Bali. Hasilnya, 90,76 persen responden sudah memahami soal pubertas dan 55,58 persen memahami persoalan HIV/AIDS.
“Meskipun mereka sebagian besar sudah mengetahui informasi tentang kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS dengan baik, anak-anak ini tetap menginginkan info yang lebih detail. Hal ini mendorong PKBI Bali bekerjasama dengan Pemkot Denpasar memilih lima SMP negeri dan swasta di Denpasar sebagai proyek percontohan,” jelas Sutrisna.
Proyek percontohan tersebut menggunakan modul setara atau modul semangat dunia remaja. Beberapa bulan terakhir dipraktikkan kepada guru dan selanjutnya guru kepada siswa. Hasilnya, guru dan siswa menjadi sahabat. Banyak siswa bersedia terbuka dan menjadikan guru-guru mereka tempat curhat (curahan hati). Rencananya, proyek penelitian ini dilakukan terus kepada responden tetap hingga mereka berada di kelas IX atau selama tiga tahun belajar di SMP tersebut.
Survei serta penerapan modul setara ini salah satunya berawal dari angka kasus HIV/AIDS pada usia remaja, khususnya usia 15 tahun sampai 19 tahun. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, sebanyak 469 anak berusia 15 tahun sampai 19 tahun terindikasi HIV/AIDS.
Secara keseluruhan, tercatat 20.997 orang di Bali terjangkit HIV/AIDS sejak 1987 hingga bulan Maret 2019. "Angka HIV/AIDS di kalangan remaja sangat menyedihkan. Perlu propaganda yang masif dari segala upaya termasuk media," jelasnya.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana I Nyoman Mangku Karmaya menilai upaya menggalakkan program keluarga berencana (KB) tetap perlu. Hal ini terkait dengan menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan perlu dibekali pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.
Head of Strategic Planning DKT Indonesia Aditya A Putra menilai, masih ada kendala mengenai stigma tabu membicarakan kesehatan reproduksi ini dengan remaja. Padahal, edukasi sejak usia dini menjadi semakin penting guna mengurangi kejadian kehamilan yang tidak direncanakan hingga infeksi menular seksual di kalangan anak muda. DKT merupakan lembaga yang bergerak di bidang promosi keluarga berencana.
Pada acara terpisah, Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali I Made Suprapta prihatin dengan angka ratusan anak di usia 15 tahun sampai 19 tahun yang terindikasi HIV/AIDS. Apalagi, remaja tersebut sudah berani coba-coba berhubungan seks.
Secara umum, lanjut Suprapta, kasus HIV/AIDS di Bali mulai menurun sejak 2015. Data menunjukkan, kasus HIV/AIDS di tahun 2015 terdata 2.529 orang dan menurun di tahun 2016 menjadi 2.423 orang.
Akan tetapi, menurut dia, hal tersebut belum bisa dikatakan telah terjadi tren penurunan. Alasan Suprapta, ia masih menemukan sejumlah keluarga atau orang yang belum terbuka datang dan mendata secara sukarela jika terkena HIV/AIDS. Untuk itu, ia tetap berupaya memaksimalkan penyuluhan ke masyarakat, termasuk merangkul media untuk mempropagandakan kepada khalayak bahaya HIV/AIDS hingga penanganannya.