Sebagian Nelayan Balikpapan Tak Kebagian Solar Bersubsidi
Puluhan nelayan di Balikpapan, Kalimantan Timur, kesulitan melaut sejak enam bulan terakhir karena tidak mendapatkan solar bersubsidi. Hal ini menyebabkan harga ikan merangkak naik.
Oleh
Sucipto
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Puluhan nelayan di Balikpapan, Kalimantan Timur, kesulitan melaut sejak enam bulan terakhir karena tidak mendapatkan solar bersubsidi. Hal ini menyebabkan harga ikan merangkak naik. Pemerintah daerah dan Pertamina pun berjanji menelusuri permasalahan ini.
Puluhan kapal nelayan di Pantai Manggar, Balikpapan, berjejer di tepi rumah panggung nelayan pukul 15.00 Wita, Selasa (29/10/2019). Hingga pukul 18.00 Wita, kapal-kapal itu tidak kunjung melaut. Di tepi dermaga, puluhan orang menaruh jeriken untuk antre membeli solar subsidi di pengecer.
Saya dan kawan-kawan belum melaut tiga hari karena tidak kebagian solar.
“Saya dan kawan-kawan belum melaut tiga hari karena tidak kebagian solar,” kata Nangati (67), salah satu nelayan. Menurut dia, kondisi kesulitan solar bersubsidi ini sudah berlangsung selama enam bulan terakhir.
Di Pantai Manggar, nelayan sudah membagi-bagi tempat pembelian solar bersubsidi. Ada yang melalui Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), ada pula yang melalui pengecer dengan harga yang lebih tinggi. Nangati mengatakan, ia membeli ke pengecer karena bisa utang. Pembayaran solar dilakukan setelah pulang melaut dan menjual hasil tangkapan.
Banyaknya nelayan yang tidak melaut membuat stok ikan di pasaran berkurang dan harganya tinggi. Di Tempat Pelelangan Ikan Manggar, misalnya, harga ikan naik sejak sebulan terakhir. Harga ikan tongkol Rp 20.000 per kilogram (kg) yang sebelumnya Rp 15.000 per kg. Harga cumi-cumi Rp 45.000 per kg yang sebelumnya Rp 30.000 per kg.
Harga solar di APMS Rp 5.150 per liter, sedangkan di pengecer Rp 6.500 per liter. Sekali melaut, nelayan biasanya butuh 50 liter solar atau Rp 257.500 jika membeli ke APMS dan Rp 325.000 jika membeli ke pengecer.
Nelayan lain, Sakkirang (50), mengatakan, bisa mendapat keuntungan bersih rata-rata Rp 200.000 sekali melaut dalam sehari. Ketika tidak bisa melaut, ia tidak mendapat penghasilan karena tidak punya pekerjaan lain. “Kami minta pemerintah punya skema yang jelas terkait penyaluran solar bersubsidi sehingga tidak terjadi kelangkaan solar subsidi,” katanya.
Salah satu pengecer sekaligus Ketua Kelompok Nelayan Bahtera Manggar, Salamat, mengatakan, ia membeli solar dalam dua minggu kira-kira 1 ton. Jumlah itu selalu habis dan menyisakan puluhan nelayan tak kebagian solar. “Konflik antarnelayan kerap terjadi. Kami tak bisa mengecer lebih, sudah dijatah berdasarkan jumlah nelayan di setiap wilayah,” kata Salamat.
Sesuai kuota
Region Manager Communication & CSR Pertamina Kalimantan Heppy Wulansari mengatakan, tidak ada pengurangan alokasi solar untuk nelayan. Solar bersubsidi sudah disalurkan ke APMS sesuai kebutuhan dan jumlah nelayan yang ada di Balikpapan.
“APMS Ruby Jast di kawasan nelayan Manggar, Balikpapan Timur, alokasinya 180 kiloliter per bulan, sesuai kebutuhan nelayan berdasarkan data dari Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Balikpapan,” kata Heppy.
Ia mengatakan, Sesuai Perpres 191/2014, pembelian BBM oleh nelayan harus disertai rekomendasi dari dinas terkait. Namun, di lapangan, pembelian solar kerap dilakukan oleh koordinator kelompok nelayan, bukan langsung kepada pemilik kapal. Ini yang membuat penyaluran solar subsidi sulit dipantau.
Pada Agustus 2019, Pertamina sudah rapat dengan dinas terkait, aparat kepolisian, dan penyalur pertamina untuk nelayan. Hasilnya, rekomendasi pembelian solar diberikan kepada masing-masing pemilik kapal, tidak lagi kepada koordinator kelompok nelayan.
Selain itu, pembelian solar subsidi di penyalur pertamina hanya bisa dilakukan oleh pemilik kapal atau anggota keluarga. “Hari ini, itu sudah disosialisasikan kepada nelayan Manggar,” kata Heppy.
Kepala Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Balikpapan Heria Prisni mengatakan, jumlah nelayan di sekitar Pantai Manggar lebih dari 1.000 orang. Nelayan yang mendapat solar bersubsidi adalah yang sudah mendapat surat rekomendasi dan sesuai kriteria Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Tidak boleh menjual solar bersubsidi di atas harga pemerintah. Kami akan sidak (inspeksi mendadak) kapan solar bersubsidi disalurkan dan mencari tahu apakah nelayan menaati aturan atau tidak. Kami cari tahu juga apa kesulitan yang dihadapi nelayan,” kata Heria.