Ironisnya, setelah ratusan hektar lereng gunung terbakar, nyaris tak ada upaya mitigasi untuk mengantisipasi bencana longsor saat musim hujan.
Oleh
Reny Sri Ayu / Kristi Dwi Utami / Abdullah Fikri Ashri / Tatang Mulyana Sinaga
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS —Maraknya kebakaran lahan di sejumlah gunung di Tanah Air disinyalir karena minimnya mitigasi kebakaran di lereng gunung. Ironisnya, setelah ratusan hektar lereng gunung itu terbakar, nyaris tak ada upaya mitigasi untuk mengantisipasi bencana longsor saat musim hujan.
Kebakaran hutan seluas 55 hektar di lereng Gunung Slamet, akhir September lalu, misalnya, baru bisa dipadamkan setelah 10 hari dengan mengerahkan sekitar 400 petugas pemadam. Kondisi kebakaran diperparah medan yang terjal dan angin kencang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tegal Tedjo Kisworo, Selasa (29/10/2019), mengakui, prioritas mitigasi bencana lebih pada bencana erupsi. Dari anggaran mitigasi bencana tahun ini sebesar Rp 90 juta, sebagian besar dialokasikan untuk mitigasi bencana erupsi dan kekeringan di sejumlah tempat. Setelah terjadi kebakaran, pihaknya berinisiatif menyisipkan materi mitigasi bencana kebakaran lahan dalam pelatihan mitigasi bencana erupsi.
Perhutani selaku pengampu wilayah hutan setempat sudah mengalokasikan anggaran untuk mitigasi bencana. Wakil Administrator Kesatuan Pemangkuan Hutan Pekalongan Barat Hartanto menyatakan, 30 persen dari anggaran untuk bencana kebakaran hutan dialokasikan untuk mitigasi. Sementara 70 persen lainnya untuk upaya penanganan.
”Pelibatan dan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar lereng gunung sudah kami lakukan. Mereka juga sudah paham bahwa membuat perapian di lahan dan hutan itu dilarang. Masalahnya, selama ini pelaku dalam kasus kebakaran hutan itu tidak berasal dari warga di sekitar lereng gunung, tetapi warga luar,” tutur Hartanto.
Bencana kebakaran hutan dan lahan yang beberapa kali melanda Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat, juga menunjukkan upaya mitigasi belum optimal. Pembuatan sekat bakar, patroli, hingga pembentukan kelompok wisata belum mampu mencegah kebakaran hutan sekitar 700 hektar.
Kami sudah membuat sekat bakar dan patroli, tetapi masih terjadi kebakaran.
Hingga kemarin sore, kebakaran lereng Gunung Ciremai, tepatnya di Blok Sigiribig, Desa Setianegara , Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, masih terpantau di tiga lokasi. BPBD Kuningan mencatat, luas areal yang terdampak kebakaran di sana sekitar 60,5 hektar (bukan 100 hektar seperti yang diberitakan sebelumnya). Kebakaran itu merupakan kejadian ketiga dalam sepekan ini.
”Daerah ini memang rawan kebakaran. Kami sudah membuat sekat bakar dan patroli, tetapi masih terjadi kebakaran,” ujar Agus Yudantara dari Humas Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Kebakaran hutan juga terjadi di lereng Gunung Lawata, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Kebakaran yang terjadi sejak Senin itu mencapai 55 hektar. Kebakaran terjadi akibat pembukaan lahan yang dilakukan oleh warga.
Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sebelas Maret Suryanto menilai, belum diprioritaskannya mitigasi kebakaran hutan dan lahan di lereng gunung terjadi merata. Padahal, kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian serius.
Menurut dia, salah satu bentuk mitigasi yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan yang melibatkan warga setempat.
Secara terpisah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi mengingatkan potensi longsor di sejumlah daerah pada musim hujan. Kepala Subbidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat PVMBG Sumaryono, di Bandung, mengatakan, curah hujan tinggi rentan memicu longsor di lahan berlereng, terutama yang tidak tertutup pepohonan.