Pemuda Diduga Terkena Gangguan Jiwa Aniaya Ayahnya hingga Tewas
Wd (28), warga Desa Kendayakan, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, yang diduga menderita gangguan jiwa menganiaya ayahnya, Rahadi (58), hingga tewas, Selasa (29/10/2019).
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Wd (28), warga Desa Kendayakan, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, yang diduga menderita gangguan jiwa menganiaya ayahnya, Rahadi (58), hingga tewas, Selasa (29/10/2019). Pelaku sudah tiga kali dirawat di Poli Jiwa Rumah Sakit Mitra Siaga, Tegal, sejak 2016. Perilaku agresifnya muncul setiap dia berhenti mengonsumsi obat.
Wd diduga melakukan perbuatannya pada Selasa sekitar pukul 11.00. Dia menebaskan kapak pada korban yang tengah tertidur hingga tewas. Untuk menghilangkan jejak, Wd membungkus jenazah korban dengan tikar lalu memasukkannya ke tangki septik di samping rumahnya. Jarak antara rumah dan tangki septik tersebut sekitar 2 meter.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal Ajun Komisaris Gunawan Wibisono mengatakan, berdasarkan penyelidikan sementara, Wd dijerat melanggar Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Namun, polisi akan mendalami kondisi kesehatan jiwa pelaku.
”Kami masih menunggu hasil pemeriksaan dari dokter spesialis kejiwaan. Nantinya, hasil pemeriksaan dari dokter itu akan kami jadikan dasar untuk menentukan proses hukum selanjutnya,” ujar Gunawan.
Berdasarkan pantauan Kompas, Rabu dini hari, rumah Wd dipasang garis polisi. Sariah (51), ibu Wd, mengungsi di rumah saudaranya karena masih syok. Hingga Rabu (30/10/2019) pukul 02.00, masyarakat Desa Kendayakan masih berkerumun di sekitar rumah Wd.
Setelah membuang jenazah Rahadi ke dalam tangki septik, Wd sempat mengecor tangki septik tersebut dengan semen dan pasir. Pelaku juga mengepel lantai kamar Rahadi untuk menghilangkan bercak darah dan menebar bubuk kopi guna menyamarkan bau amis darah. Kapak yang digunakan untuk membunuh juga dicuci sebelum dibuang di sekitar tempat pemakaman Desa Kendayakan.
Panik dengan perbuatannya, Wd sempat berpikir kabur. Namun, keinginan itu batal karena dia ketakutan.
”Kalau saya melarikan diri, hukumannya akan lebih berat. Jadi, saya lapor kepada saudara saya yang kebetulan polisi,” kata Wd saat ditemui Rabu (30/10/2019) dini hari di ruang tahanan Kantor Polsek Warureja.
Dengan mengendarai sepeda motor, Wd menempuh jarak sekitar 15 kilometer untuk mendatangi kerabatnya, anggota Polsek Suradadi. Wd menceritakan semua perbuatannya. Dia nekat membunuh ayahnya karena kesal. Rahadi diduga menjalin hubungan dengan perempuan lain. Wd juga dituduh membelikan sepeda motor pada perempuan itu.
Kepala Desa Kendayakan Rasiun membantah tuduhan Wd. Dia mengatakan, Wd beberapa kali dirawat di rumah sakit jiwa karena kerap mengamuk dan melukai orang di sekitarnya jika keinginannya tidak dipenuhi.
Pada 2016, Wd melukai punggung Rahadi menggunakan parang. Setelah itu, Wd dibawa ke Poli Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Mitra Siaga. ”Wd dirawat sekitar satu bulan. Namun, tahun 2017, dia kambuh lagi setelah berhenti mengonsumsi obat. Dia sempat melukai punggung kakak iparnya dengan parang,” ucap Rasiun.
Seusai kejadian itu, Wd kembali masuk rumah sakit dan dirawat hingga satu bulan. Hasilnya cukup baik. Meski belum mau bekerja, Wd mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Dia bahkan lebih rajin beribadah dan mengikuti shalat berjemaah di masjid yang berada di depan rumahnya.
Akan tetapi, lagi-lagi Wd kesulitan mengendalikan amarahnya. Mei 2019, untuk ketiga kalinya dia dirawat di Poli Jiwa Rumah Sakit Mitra Siaga. Dia hampir melukai tetangganya menggunakan parang.
Dokter berpesan supaya Wd tetap mengonsumsi obat secara teratur. Perilaku agresifnya muncul setelah berhenti mengonsumsi obat
”Setelah dua minggu dirawat, Wd dibolehkan pulang. Kala itu, dokter berpesan supaya Wd tetap mengonsumsi obat secara teratur. Perilaku agresifnya muncul setelah berhenti mengonsumsi obat,” ujarnya. Berdasarkan penuturan keluarganya, Wd sudah tidak mau minum obat sejak dua bulan lalu. Wd merasa sudah sehat dan tidak perlu lagi minum obat.
Putus obat
Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Edi Ismanto mengatakan, orang dengan gangguan jiwa tidak boleh berhenti mengonsumsi obat, bahkan setelah dirinya keluar dari rumah sakit. Menurut Edi, penanganan terhadap penyakit kejiwaan berbeda dengan penyakit fisik yang bisa langsung sembuh. Pasien gangguan jiwa memerlukan perawatan dan kontrol kesehatan yang rutin seumur hidupnya.
”Idealnya, pasien tidak boleh putus obat dan secara berkala dibawa untuk cek kesehatan. Keluarga sebagai orang terdekat pasien harus menjamin hal-hal ini supaya kondisi pasien bisa terus stabil,” kata Edi.
Keluarga dan orang-orang terdekat pasien harus membantu mengembalikan kepercayaan diri pasien. Selain butuh diterima di lingkungannya, pasien dengan gangguan jiwa juga harus diberdayakan.