Untuk menutupi kekurangan guru SD, Pemerintah Kota Banda Aceh dan pihak sekolah mengangkat guru kontrak dan guru honorer. Namun, gaji mereka jauh di bawah upah layak provinsi.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Jumlah guru sekolah dasar yang berstatus pegawai negeri di Kota Banda Aceh, Aceh, tidak mencukupi kebutuhan. Untuk menutupi kekurangan guru, pemerintah kota dan pihak sekolah mengangkat guru kontrak dan guru honorer. Namun, gaji mereka jauh di bawah upah layak provinsi.
Banda Aceh membutuhkan guru 912 orang untuk mengajar di 72 sekolah dasar. Namun, guru berstatus pegawai negeri yang tersedia hanya 714 orang. Untuk menutupi kekurangan tenaga pengajar, Pemko Banda Aceh mengangkat guru kontrak 135 orang dan sekolah mengangkat guru honorer 137 orang.
Guru kontrak dibayar menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Banda Aceh Rp 1,5 juta per bulan. Sementara guru honorer dibayar menggunakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yakni Rp 230.000 hingga Rp 500.000 per bulan. Jumlah tersebut jauh di bawah ketentuan upah minimum provinsi (UMP), yakni Rp 2,9 juta per bulan.
Sekolah Dasar Negeri 70 Banda Aceh salah satu yang mengalami kekurangan guru PNS. Dari 15 guru, hanya 6 orang yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sisanya 3 guru kontrak dan 6 guru honorer.
Kepala SDN 70 Banda Aceh Mariani, Jumat (1/11/2019), mengatakan, sejak 2014, sekolahnya belum ada penerimaan PNS. Dia berterima kasih kepada para guru kontrak dan honorer yang mau mengajar meski upah rendah.
Jika ada penerimaan (PNS), saya berharap guru honorer ini yang diangkat karena selama ini mereka mengabdi tanpa kenal lelah.
Upah guru honorer di SDN 70 berkisar Rp 400.000-Rp 600.000 per bulan. ”Jika ada penerimaan (PNS), saya berharap guru honorer ini yang diangkat karena selama ini mereka mengabdi tanpa kenal lelah,” kata Mariani.
Agustina, guru honorer SDN 70 Banda Aceh, telah mengajar sejak 2010. Hingga 2014, dia tidak mendapatkan upah sedikit pun. Baru mulai tahun 2014 sampai sekarang dia diupah Rp 400.000 per bulan. ”Saya ikhlas mengajar meski upah rendah. Namun, sebagai manusia, saya berharap pemerintah memperhatikan kesejahteraan kami,” ujar Agustina.
Guru honorer lainnya, Maria Ulfa, yang mengajar di SDN 72 Banda Aceh, hanya diupah Rp 230.000 per bulan. Maria pun berharap status mereka dari honorer dinaikkan menjadi tenaga kontrak daerah agar upahnya lebih tinggi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banda Aceh Saminan menuturkan, kekurangan guru PNS untuk jenjang SD telah berlangsung sejak 2015. Hal ini merupakan dampak dari jeda penerimaan PNS yang dilakukan Pemko Banda Aceh pada 2010.
”Banyak guru yang pensiun, tetapi tidak ada penerimaan baru. Kalau kondisi ini terus terjadi, kami khawatir berdampak pada kualitas mengajar,” katanya.
Saminan menambahkan, untuk menutupi kekurangan guru PNS, diangkat guru kontrak dan honorer. Meski upah di bawah UMP, para guru tersebut mengajar penuh waktu dan penuh dedikasi. Sebagian besar mereka bahkan menjadi wali kelas.
Saminan menyadari, upah yang diterima guru honorer sekolah sangat tidak layak. Namun, aturan penggunaan dana BOS untuk pembayaran honor guru hanya diperbolehkan 15 persen dari jumlah dana BOS di setiap sekolah. ”Kami berharap mereka bisa dikontrak Pemko Banda Aceh. Namun, anggaran pemerintah juga terbatas,” ujar Saminan.
Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Banda Aceh Ramli mengatakan, tahun depan bakal ada sejumlah guru PNS yang pensiun. Hal ini akan semakin membuat kekurangan guru.
Ramli berterima kasih kepada guru kontrak dan honorer yang telah mengabdi meski dibayar rendah. ”Kami memperjuangkan agar ada tunjangan khusus bagi mereka,” ujar Ramli.