Tinggi muka air Waduk Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, terus turun hingga mendekati batas bawah rencana operasi setinggi 87,5 meter di atas permukaan laut.
Oleh
MELATI MEWANGI
·2 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Tinggi muka air Waduk Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, terus turun hingga mendekati batas bawah rencana operasi setinggi 87,5 meter di atas permukaan laut. Teknologi modifikasi cuaca hujan buatan masih dilakukan untuk menjaga fungsi waduk tetap optimal.
Tinggi muka air (TMA) Waduk Jatiluhur menurun dalam sepekan terakhir dengan selisih volume setara 54,24 juta meter kubik. Pada Jumat (1/11/2019), TMA mencapai 88,14 meter di atas permukaan laut (mdpl), berkurang dibandingkan dengan Jumat lalu yang tercatat 89,13 mdpl. Kondisi ini jauh berbeda dengan periode yang sama tahun lalu, selisih volumenya setara 34,90 juta meter kubik. Hal itu menunjukkan kemarau pada tahun ini lebih panjang ketimbang tahun 2018.
Pasokan air di waduk seluas 8.300 hektar itu digunakan untuk irigasi, industri, dan air baku minum. Rincian kebutuhan air dari Jatiluhur hingga akhir tahun meliputi irigasi 3.053 juta meter kubik, 729 juta meter kubik (air baku), dan 367 juta meter kubik (industri). Kebutuhan air itu tersebar di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan Kabupaten Indramayu.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta II U Saefudin Noer memastikan ketersediaan air dapat mencukupi berbagai kebutuhan dengan adanya upaya modifikasi cuaca melalui hujan buatan. Upaya tersebut dilakukan lewat manajemen pengelolaan air.
Menurut Saefudin, penjadwalan piket distribusi air untuk pertanian sudah semakin baik. Pada musim gadu 2019, ada 210.811 hektar sawah yang mendapat aliran air dari Jatiluhur. ”Meski TMA turun, kebutuhan untuk sektor pertanian masih mencukupi. Petak sawah yang dialiri air masih bisa panen pada musim kemarau lalu,” ujarnya.
Meski TMA turun, kebutuhan untuk sektor pertanian masih mencukupi. Petak sawah yang dialiri air masih bisa panen pada musim kemarau lalu.
Hujan buatan
Operasi hujan buatan sudah dilakukan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada Jumat (25/10/2019). Rencana operasi dilakukan selama 20 hari dengan 35 jam terbang. Setiap kali penerbangan, ada 1 ton garam yang digunakan untuk menyemai awan. Dana yang dikeluarkan untuk kegiatan itu Rp 154,2 juta per kegiatan.
Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Balai Besar Wilayah Sungai sekaligus Koordinator Tim Koordinasi Pengoperasian Bendungan Kaskade Citarum M Dian Almaruf mengatakan, hujan buatan sangat penting untuk mengatasi krisis air di tiga waduk tersebut. Ketiga waduk memiliki fungsi operasi yang berbeda. Oleh karena itu, pasokan air tidak boleh berkurang sehingga akan mengganggu keamanan dan fungsi waduk.
Evaluasi beberapa hari lalu menunjukkan ada peningkatan sekitar 6 juta meter kubik di tiga waduk. Kendala yang dihadapi adalah kondisi awan yang berada di lokasi aliran waduk itu apakah berpotensi untuk disemai garam atau tidak.