Depresi, Pria Gantung Diri di Halte Bus di Kota Binjai
Amir Sam (57), ditemukan tewas gantung diri di halte bus di Jalan Soekarno – Hatta, Kota Binjai, Sumatera Utara, Selasa (5/11/2019) pagi. Amir, warga Jakarta, diduga depresi karena konflik dengan keluarga.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Amir Sam (57), ditemukan tewas gantung diri di halte bus di Jalan Soekarno – Hatta, Kota Binjai, Sumatera Utara, Selasa (5/11/2019) pagi. Amir, warga Jakarta, diduga depresi karena konflik dengan keluarga. Polisi menemukan riwayat hidup dan surat catatan yang ditulis tangan berisi kekecewaan terhadap kakaknya.
“Kami telah melakukan visum dan tidak menemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh Amir. Diduga, kuat Amir bunuh diri karena depresi,” kata Kepala Kepolisian Sektor Binjai Timur Ajun Komisaris Sahala Harahap.
Sahala mengatakan, petugas menemukan catatan dan riwayat hidup yang ditulis tangan dengan tinta merah. Catatan yang diduga ditulis Amir sebelum bunuh diri itu diberi judul “Catatan untuk Polisi”. Di catatan itu juga ditemukan nomor telepon dan alamat keluarganya.
Berdasarkan catatan itu, Amir diduga bunuh diri karena merasa sering dikecewakan oleh keluarganya. Ia menyebut beberapa kali memberikan uang kepada kakaknya untuk membeli tanah dan biaya kuliah anak kakaknya itu. Di catatan itu juga disebut kalau kakaknya beberapa kali menyuruhnya bunuh diri.
“Korban pun kecewa karena sering dihina lantaran tidak menikah,” kata Sahala.
Sahala mengatakan, Amir pertama kali ditemukan gantung diri oleh satpam Rumah Sakit Latersia yang ada di seberang halte sekitar pukul 04.00. Amir yang menggunakan kemeja cokelat dan sandal kulit itu gantung diri dengan menggunakan tali tambang warna biru. Melihat kejadian itu, satpam tersebut melapor ke Polsek Binjai Timur.
“Kami pun langsung datang ke lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara,” kata Sahala.
Sahala mengatakan, selain catatan, mereka juga menemukan KTP, ATM, kartu belanja, kartu NPWP, dan telepon seluler. Berdasarkan identitasnya, Amir merupakan warga Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Ia datang ke Binjai untuk menemui kakaknya.
Nurmiati (50), pemilik rumah makan di sekitar halte tersebut, terkejut begitu mengetahui ada orang gantung diri di halte. Para pengguna jalan yang melintas pun banyak yang berhenti untuk menyaksikan kejadian itu.
Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Mustika Tarigan mengatakan, salah satu faktor risiko bunuh diri rentan dipicu kondisi keluarga dan masyarakat. “Konflik antar anggota keluarga yang berkepanjangan dan tidak bisa diselesaikan bisa menimbulkan depresi yang bisa menjadi faktor pemicu bunuh diri,” katanya.
Mustika mengatakan, korban bunuh diri biasanya merasa bahwa mengakhiri hidup adalah jalan keluar atas persoalan yang dihadapi. Biasanya beban psikologis korban seperti lepas membulatkan tekad untuk bunuh diri karena dia merasa sudah menemukan solusi.
Orang di sekitarnya bisa salah sangka kalau dia sudah lepas dari beban hidupnya. Padahal, ia merasa lepas karena sudah merasa mendapat solusi dengan bunuh diri
“Orang di sekitarnya bisa salah sangka kalau dia sudah lepas dari beban hidupnya. Padahal, ia merasa lepas karena sudah merasa mendapat solusi dengan bunuh diri,” katanya.
Menurut Mustika, korban kemungkinan memilih tempat bunuh diri di fasilitas umum seperti halte agar bisa segera ditemukan oleh orang dan diserahkan kepada keluarga.