Kasus pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ masih terjadi di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kegiatan penjangkauan penderita, penanganan medis, hingga pelayanan rehabilitasi digalakkan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Kasus pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ masih terjadi di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kegiatan penjangkauan penderita, penanganan medis, hingga pelayanan rehabilitasi pun digalakkan oleh Pemerintah Provinsi Jateng.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jateng, pada Januari-September 2019 terjadi 511 kasus pasung dan 115 di antaranya sudah dibebaskan. Jumlah itu terbilang masih tinggi. Sebelumnya, pada 2018, tercatat ada 654 kasus atau meningkat dari 2017 yang 364 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jateng Tatik Murhayati, di kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, Rabu (6/11/2019), mengatakan, muncul tren masyarakat, termasuk keluarga penderita ODGJ, semakin memiliki kesadaran untuk melaporkan.
Tatik menuturkan, sejumlah daerah kasus pasung tertinggi antara lain Kabupaten Brebes, Banyumas, Pati, dan Rembang. “Selain terus menggugah kesadaran warga untuk melapor, kami juga terus mendorong petugas puskesmas untuk turun hingga ke tingkat keluarga,” katanya.
Muncul tren masyarakat, termasuk keluarga penderita ODGJ, semakin memiliki kesadaran untuk melaporkan. (Tatik Murhayati)
Menurut Tatik, ada tiga kategori orang dilihat dari kejiwaannya. Pertama ialah orang sehat, yang produktif dan berguna bagi orang lain. Kedua, orang dengan masalah kesahatan jiwa (ODMK). Ketiga yakni ODGJ. Perlu pencegahan agar ODMK atau yang berisiko, tidak menjadi ODGJ.
“Dari segi penyebab, bisa karena fisik terlalu lemah, trauma psikis, atau karena pemakaian obat-obat tertentu. Untuk benar-benar sembuh, setelah ditangani di rumah sakit jiwa (RSJ) atau panti, harus kembali ke keluarganya. Kembali ke masyarakat,” kata Tatik.
Penjemputan
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Jawa Tengah, Yusadar Armunanto, menuturkan, bersama Dinkes Jateng, pihaknya menjangkau orang-orang yang dipasung dengan menjemput langsung untuk dibawa ke RSJ. Setelah mendapat penanganan, mereka akan direhabilitasi.
“Bisa ke pondok pesantren, panti rujukan (pemerintah), atau panti swasta. Apabila dirasa sudah mampu mandiri, akan dikembalikan ke keluarga atau masyarakat. Namun, yang menjadi kendala selama ini, sejumlah keluarga menolak menerima kembali. Pemahaman perlu diberikan,” ujarnya.
Yusadar menambahkan, saat ini Pemprov Jateng memiliki 11 panti untuk rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa, dengan kapasitas total 1.067 orang. Guna menambah kapasitas, akan dibangun dua panti lagi, yakni di Kecamatan Jeruk Legi, Cilacap dan Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan.
Ia mengimbau agar masyarakat melaporkan ke dinas sosial atau dinas kesehatan apabila melihat kasus pemasungan. “Perlu ada pemahaman masyarakat bahwa penanganan seperti itu tidak benar dan tak manusiawi. Perlu pengobatan yang diikuti pendekatan secara psikologis,” kata Yusadar.
Sebelumnya, pada Selasa (29/10), Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mendatangi salah seorang penderita gangguan jiwa yang dipasung di ruang berukuran 1,5 meter x 1 meter di Cilongok, Banyumas. Ia pun menjamin layanan di RSJ Amino Gondohutomo, Semarang. “Gratis semua, pakaian juga dapat,” kata Ganjar dalam keterangannya.