Nusa Tenggara Barat masih berada dalam periode kemarau. Oleh karena itu, masyarakat diimbau mewaspadai potensi terjadinya kekeringan, kekurangan ketersediaan air bersih, dan kebakaran.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA/KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Hujan bersifat lokal mulai terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Meski demikian, karena masih berada dalam periode kemarau, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi terjadinya kekeringan, kekurangan ketersediaan air bersih, dan kebakaran lahan.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Lombok Barat Luhur Tri Uji Prayitno, di Mataram, Kamis (7/11/2019), mengatakan, hujan bersifat lokal terjadi antara lain di beberapa wilayah Kabupaten Lombok Utara, Sumbawa Barat, dan Kabupaten Bima. Dari pantauan Kompas di Lombok Utara, hujan antara lain terjadi di wilayah Pemenang, Tanjung, dan Gangga. Namun, hujan di wilayah itu terpantau sebentar.
Meski terjadi hujan lokal, kata Luhur, sifat hujan pada dasarian (10 hari) ketiga bulan Oktober masih di bawah normal. Peluang terjadinya hujan dengan intensitas di atas 50 milimeter pada 10 hari pertama November juga sangat rendah, yaitu di bawah 10 persen. Di seluruh wilayah NTB, hingga dasarian kedua November, intensitas hujan umumnya 20 milimeter. Yang banyak terjadi hingga 70 persen.
”Pada 10 hari kedua November ada peluang hujan dengan intensitas 50 milimeter per dasarian di Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah bagian utara, serta Lombok Utara bagian barat. Kondisi itu akan meluas hampir di seluruh wilayah Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa Barat pada 10 hari ketiga November,” tutur Luhur.
Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, Anas Baihaqi, menambahkan, NTB hingga saat ini masih di periode kemarau dan diperkirakan berlangsung hingga November 2019. Secara umum, peluang curah hujan masih sangat kurang pada bulan November.
”Oleh karena itu, masyarakat diimbau tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang ditimbulkan pada musim kemarau, seperti kekeringan, kekurangan ketersediaan air bersih, dan potensi kebakaran lahan di sebagian besar wilayah NTB, khususnya di daerah-daerah rawan kekeringan dan daerah dengan hari tanpa hujan di atas 60 hari,” ujar Anas.
Potensi kekeringan di daerah dengan hari tanpa hujan di atas 60 hari adalah Kota Mataram (Selaparang, Cakranegara, Ampenan), Lombok Barat (Lembar, Sekotong, Pelangan, Lingsar, Gunungsari), Lombok Utara (Gangga), Lombok Tengah (Praya Barat, Praya Timur, Pujut, Selong Belanak, Mertak, Bilelando), Lombok Timur (Jerowaru, Keruak, Labuhan Haji, Pringgabaya, Sakra Barat, Labuhan Pandan, Kokok Putih, Sembalun, Sukamulia, Swela, Rarang Selatan dan Wanasaba), serta Sumbawa Barat (Jereweh).
Potensi kekeringan juga di Sumbawa (Batulanteh, Buer, Empang, Labuhan Badas, Labangka, Lape, Terano, dan Utan), Dompu (Dompu, Hu’u, Kempo, Pajo, dan Pekat), Bima (Sape, Palibelo, Bolo, Woha, Wawo, Belo, Wera, Madapangga, Tambora, Langgudu, Soromandi, Donggo), dan Kota Bima (Raba).
Sementara itu, untuk kejadian kebakaran seperti di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) berhasil dikendalikan yang berlangsung hampir dua minggu sejak 19 Oktober lalu.
Menurut Kepala Balai TNGR Dedy Asriady, tidak ditemukan lagi titik api pada jalur pendakian Senaru. Ini termasuk dahan atau batang pohon yang dapat membahayakan pengunjung, baik di jalur pendakian Senaru (Lombok Utara) maupun jalur pendakian Sembalun (Lombok Timur).
Menurut Dedy, untuk mengantisipasi kejadian kebakaran, bersama Pemerintah Provinsi NTB, Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, dan Lombok Barat, mereka akan melakukan pemetaan daerah rawan kebakaran hutan dan survei sumber mata air. Survei sumber mata air dibutuhkan untuk keperluan pendakian ataupun mitigasi bencana kebakaran.
Sementara itu, untuk bencana kekeringan, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Ahsanul Khalik, distribusi air bersih terus dilakukan. Kegiatan itu dibantu TNI, polisi, dan lainnya.