Siap Berlayar ke Australia, Padewakang Diluncurkan
Padewakang resmi diluncurkan di pusat pembuatan perahu pinisi di Tanaberu, Bulukumba, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/11/2019). Perahu itu akan menyusuri jejak pelayaran menuju Australia tahun 1600-an.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·2 menit baca
BULUKUMBA, KOMPAS — Padewakang resmi diluncurkan di pusat pembuatan pinisi di Tanaberu, Bulukumba, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/11/2019). Perahu itu akan menyusuri jejak pelayaran menuju Australia tahun 1600-an sekaligus merayakan pengetahuan dan napak tilas akulturasi budaya orang Makassar dan Aborigin.
Peluncuran dihadiri Seikh Wesam Charkawi, Ketua Abu Hanifa Institute, lembaga di Australia yang memprakarsai ekspedisi ini. Sejumlah utusan dari Australia turut hadir. Bupati Bulukumba Sukri Sappewali serta perwakilan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi ada di acara itu.
Padewakang adalah perahu kuno pelaut Sulawesi, sebelum mengenal pinisi. Tahun 1.600-an, banyak orang Makassar berlayar mencari teripang hingga Australia. Biasanya, pelaut berlayar saat musim barat, lalu kembali saat musim timur. Selama menunggu musim itu datang, mereka tinggal dan berbaur dengan suku Aborigin. Di sana, mereka juga kerap membawa barang-barang dagangan.
Ekspedisi akan dilakukan akhir November dan dilepas di Makassar untuk menuju Darwin, Australia. Menurut rencana, pelayaran akan memakan waktu sekitar sebulan.
Wesam menyebutkan, sebelum orang Eropa ke Australia, jauh sebelumnya orang-orang Makassar sudah datang ke sana. Mereka bertemu, berbaur, hingga ada yang menikah dengan suku Aborigin. Makassar dan Australia punya keterkaitan erat.
”Itulah mengapa kami termotivasi membuat ekspedisi ini. Kami ingin dunia melihat dan mengetahui sejarah ini dan ini harus dirayakan sebagai sebuah pengetahuan,” ujar Wesam.
Salah satu keturunan orang Makassar yang menginjakkan kaki di Australia adalah H Mansyur. Menurut Mansyur, dirinya mendengar cerita tentang kakek buyutnya, Using Daeng Rangka, secara turun-temurun dan mendapatkan catatannya di museum di Australia.
”Kakek saya menikah dengan orang Aborigin. Saya sudah beberapa kali diminta datang, bahkan menetap di sana. Tapi saya memilih tinggal di Indonesia. Kakek saya pun meninggal di Indonesia dan dimakamkan di Makassar,” katanya.
Kakek saya menikah dengan orang Aborigin. Saya sudah beberapa kali diminta datang, bahkan menetap di sana. Tapi saya memilih tinggal di Indonesia. Kakek saya pun meninggal di Indonesia dan dimakamkan di Makassar.
Ekspedisi ini tak hanya melibatkan orang Australia, tetapi juga pelaut dan pembuat perahu dari tiga suku di Sulsel yang memiliki sejarah maritim, yakni Makassar, Bugis, dan Mandar. Perahu dibuat di Tanaberu dan melibatkan pelaut Mandar dalam pembuatan layar berbahan baku janur yang ditenun menjadi kain. Sejumlah peneliti dan ilmuwan juga terlibat.
”Kami meneliti mencari bentuk perahu mana yang akan digunakan. Dalam catatan di sejumlah museum, di antaranya Belanda dan Australia, ada beragam bentuk padewakang. Kami merekonstruksi untuk mendapatkan bentuk perahu padewakang paling tua,” kata Horst Liebner, antropolog maritim yang sudah beberapa kali melakukan atau terlibat dalam ekspedisi serupa.