Para pelari Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng disiapkan menjaga dan memperhatikan kondisi fisik. Berbagai informasi akan disampaikan dalam talkshow dan coaching clinic selama tiga hari jelang lomba.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
Tahun ini, para pelari Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng disiapkan lebih menjaga dan memperhatikan kondisi fisiknya. Terkait ini, berbagai informasi akan disampaikan dalam talkshow dan coaching clinic, yang akan dilaksanakan selama tiga hari, Kamis (14/11/2019) hingga Sabtu (16/11/2019).
Project Officer Borobudur Marathon 2019 Budhi Sarwiadhi mengatakan bahwa dengan melakukan klinik bimbingan atau coaching clinic, setiap pelari diharapkan lebih sigap mengenali kondisi tubuhnya dan tidak terlalu memaksakan diri saat berlari. ”Tidak perlu memaksakan diri karena hal itu bisa berdampak fatal bagi tubuh sendiri,” ujarnya, Kamis (14/11/2019).
Kemungkinan buruk yang mungkin terjadi ketika memaksakan diri adalah keram, dehidrasi, dan hingga akhirnya bisa berakibat fatal, seperti gagal napas ataupun serangan jantung.
Coaching clinic adalah kegiatan yang baru dilaksanakan di ajang Borobudur Marathon tahun ini. Adapun pada tahun-tahun sebelumnya, Budi mengatakan, pihaknya hanya melaksanakan talkshow, di mana para pelari dari berbagai komunitas lari berbagi pengalaman lari, termasuk berbagi tips dan trik untuk berlari secara aman.
Kegiatan coaching clinic dan talkshow, menurut dia, dimaksudkan dapat membangkitkan kesadaran pelari untuk menjaga kondisi fisiknya sendiri. Selama ini, karena olahraga lari sedang menjadi tren dan pelari terdorong ingin mendapatkam pujian serta ingin meningkatkan pencapaiannya, pelari sering kali cenderung memaksakan diri.
Pelari juga sering kali tidak memperhatikan frekuensi keterlibatannnya dalam lomba lari. Padahal, untuk lomba lari full marathon, yang termasuk dalam olahraga berat, intensitas lari harus tetap dibatasi.
”Dalam setahun, pelari hanya bisa melakukan dua kali full marathon karena setelah lari, tubuh manusia membutuhkan waktu enam bulan untuk pemulihan. Hal semacam itu, belum tentu diketahui dan dipatuhi oleh pelari.
Selain menyiapkan pelari, Budhi mengatakan, pihaknya juga melakukan pelatihan khusus selama dua hari, untuk 138 tenaga media yang dilibatkan dalam Borobudur Marathon. Dalam pelatihan ini, para tenaga medis diberi bekal pemahaman dan pengetahuan untuk mengatasi berbagai hal yang buruk yang berpotensi terjadi pada pelari, mulai dari cedera, hingga kondisi kedaruratan seperti serangan jantung.
Tahun ini, menurut Budhi, pihaknya juga menambah jumlah water station, fruit station, dan cold spongestation. Jika pada tahun-tahun sebelumnya di setiap rute lari hanya ditempatkan satu water station, satu fruit station, dan satu cold sponge station, pada tahun ini, setiap station ditambah menjadi dua station.
Upaya penambahan ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak cuaca panas terhadap kondisi fisik pelari.
”Kita harus siap melakukan berbagai upaya karena saat ini kondisi cuaca susah ditebak,” ujarnya.
Pinandita (30), salah seorang peserta lari kategori full marathon, mengatakan, full marathon terakhir diikutinya April lalu. Karena merasa sudah siap dan pulih, dia pun kembali ingin mencoba berlari di kategori yang sama di Borobudur Marathon.
Pinandita aktif berlari sejak tahun 2013 dan setiap minggu dia rutin berlari 3-4 kali. Biasanya, setiap kali berlari dia menempuh jarak 5-10 kilometer. Namun, sekitar dua minggu lalu, dia pun mulai mengurangi jarak tempuh larinya, maksimal hanya 5 kilometer.
”Berdasarkan informasi yang saya terima dari pelari-pelari lain, dua minggu sebelum maraton, jarak tempuh dan intensitas lari harus semakin dikurangi agar tubuh nantinya tidak terlalu lelah,” ujarnya.