Kementerian Perhubungan memacu pelayanan kereta api barang yang diyakini mampu menekan biaya logistik. ”Share” layanan angkutan barang ditargetkan meningkat hingga 11-13 persen pada 2030.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kementerian Perhubungan memacu pelayanan kereta api barang yang diyakini mampu menekan biaya logistik. Layanan angkutan barang, yang saat ini hanya 0,7 persen dari total layanan kereta api, ditargetkan meningkat hingga 11-13 persen pada 2030.
Direktur Prasarana Perkeretaapian, Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Heru Wisnu Wibowo mengatakan, saat ini, KA penumpang masih dominan. Pihaknya pun mendorong pengembangan KA barang, antara lain dengan peningkatan konektivitas ke pelabuhan.
”Pada 2030 share-nya diharapkan 11-13 persen. Ini bisa menurunkan biaya logistik,” kata Heru pada Seminar Nasional ”Pengembangan Infrastruktur Transportasi Berbasis Rel untuk Mendukung Pembangunan Nasional”, Sabtu (16/11/2019), di Semarang, Jawa Tengah. Acara itu digelar Himpunan Mahasiswa Sipil Universitas Diponegoro.
Pada 2030 share-nya diharapkan 11-13 persen. Ini bisa menurunkan biaya logistik.
Heru mengatakan, saat ini KA logistik sudah melayani, antara lain, Pelabuhan Tanjung Priok-Cikarang Dry Port. Konektivitas ke sejumlah pelabuhan juga tengah dikembangkan, di antaranya Sei Mangkei-Kuala Tanjung (Sumatera Utara) dan reaktivasi Semarang Tawang-Tanjung Emas.
Selain kontainer, permintaan yang sudah ada biasanya pada batubara. ”Sebenarnya banyak investor yang tertarik membangun jalur KA dari tempat-tempat batubara ke pelabuhan. Namun, banyak yang akhirnya mundur karena pengembalian investasi yang panjang,” kata Heru.
Menurut data Ditjen Perkeretaapian Kemenhub, angkutan barang pada KA terus meningkat. Pada 2015, pelayanan angkutan barang KA yakni 24,71 juta ton. Lalu naik menjadi 32,50 juta ton (2016), 40,13 juta ton (2017), dan 45,26 juta ton (2018). Pada 2019, ditargetkan mencapai 53,65 juta ton.
Lebih jauh, Heru mengatakan bahwa investasi infrastruktur KA memang membutuhkan biaya besar. Saat menyusun Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (Ripnas), pihaknya sebenarnya berharap pembiayaan 30 persen dari APBN dan 70 persen dari swasta. Namun, itu belum terwujud.
Selama 2015-2019, kata Heru, pemerintah membangun sekitar 1.000 kilometer jalur KA baru, termasuk jalur ganda dan reaktivasi. ”Pada 2024, akan ada penambahan pembangunan sekitar 1.400 km. Sekitar 60 persen pendanaan dari APBN dan 40 persen swasta,” ujarnya.
Skema KPBU
Executive Vice President PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Muhammad Ridho menuturkan, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) juga dapat dilakukan pada pembangunan infrastruktur KA. Hal tersebut dapat menjadi pilihan pembiayaan.
Saat ini, skema KPBU pada pembangunan infrastruktur KA baru pada proyek Makassar-Parepare di Sulawesi Selatan. ”Skema ini untuk investasi jangka panjang, seperti jalan tol yang masa konsesinya sekitar 40 tahun. Namun, skema ini didorong untuk mengatasi ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan layanan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno mengatakan, saat ini pelayanan kereta api sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Namun, yang menjadi masalah yakni peminat semakin banyak, tetapi sarana terbatas.
Ia menambahkan, reaktivasi atau pembangunan jalur KA dengan mencari trase baru dapat dilakukan. ”Ini juga berkaitan dengan keseriusan kepala daerah. Seperti rute Semarang-Rembang. Bupati Pati tertarik dan memang menolak tol. Tingkat permintaan juga cukup bagus,” kata Djoko.