Bantul Targetkan Seluruh UMKM Gunakan Sistem Daring pada 2022
Pemerintah Kabupaten Bantul, DIY, menargetkan pada tahun 2022 sebanyak 46.000 usaha mikro, kecil, dan menengah telah menggunakan sistem daring untuk memasarkan hasil-hasil produknya.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menargetkan pada tahun 2022 sebanyak 46.000 usaha mikro, kecil, dan menengah telah menggunakan sistem daring untuk memasarkan hasil-hasil produknya selain menggunakan cara konvensional. Pemkab Bantul telah bekerja sama dengan PT Telkom memasang jaringan internet nirkabel (Wi-Fi) di sentra produksi usaha kecil terutama di wilayah tidak bersinyal. Biaya tagihan bulanan jasa Telkomsel ditanggung pemkab.
Kepala Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kabupaten Bantul Juwair, di Bantul, Sabtu (16/11/2019), mengatakan, jumlah UMKM di Bantul sekitar 46.000 unit. Sekitar 20.700 di antaranya berusaha di bidang makanan dan minuman, 9.200 usaha di bidang industri kerajinan, usaha batik sebanyak 6.900, usaha kulit (tas, sepatu, dompet, topi, ikat pinggang) 6.900 buah, dan usaha kerajinan meubel dan lainnya 2.300 buah. Dari 46.000 usaha tersebut, sebanyak 30.000 di antaranya merupakan usaha yang digeluti anak muda usia di bawah 40 tahun.
”Saat ini sudah ada 13.800 UMKM yang menggunakan sistem penjualan secara online. Kami telah memasang jaringan Wi-Fi bekerja sama dengan Telkomsel di lima kecamatan. Jaringan Wi-Fi yang telah terpasang sebanyak 10 unit, khusus di sentra UMKM sehingga satu jaringan Wi-Fi bisa dipakai 20-35 pengusaha,” kata Juwair.
Sebanyak 13.800 pengusaha yang memiliki sistem penjualan daring sebagian besar atas inisiatif pribadi, dan sebagian atas dorongan dan dukungan pemkab. Pemkab menargetkan pada tahun 2022 semua UMKM di Bantul sudah bisa menjual produk usaha mereka secara daring.
Dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul, sentra UMKM di lima kecamatan yang telah terpasang jaringan nirkabel atas bantuan Pemkab Bantul adalah Pajangan, Sanden, Pandak, Pundong, dan Kecamatan Imogiri. Untuk sementara, masing-masing kecamatan mendapat dua titik fasilitas nirkabel. Setelah 17 kecamatan mendapatkan jaringan nirkabel, selanjutnya jumlah titik nirkabel akan ditambah maksimal lima titik per kecamatan.
Biaya pemasangan jaringan dan biaya tagihan bulanan jaringan nirkabel dibayar oleh Dinas Koperasi dan UMKM Pemkab Bantul. Namun, jika omzet UMKM sudah lebih dari Rp 100 juta per bulan, mereka diwajibkan membayar sendiri tagihan layanan jaringan setiap bulan.
Juwair mengatakan, pelaku UMKM juga diberi pelatihan tentang cara mengoperasikan sistem jual-beli secara daring.Mereka bisa membuat sistem aplikasi penjualan sendiri atau menjual barang-barang hasil produksi mereka melalui toko daring. Dinas Koperasi dan UMKM menyewa rekanan untuk memberikan pelatihan tersebut termasuk pendampingannya.
”Sekarang tuntutan zaman, semua aktivitas termasuk sistem jual-beli harus dilakukan secara online. Pengusaha UMKM yang menggunakan system online mengatakan sudah sukses menjual dan mempromosi barang hasil produksi mereka. Mereka yang tidak menggunakan sistem ini akan ketinggalan,” kata Juwair. Usaha tidak berkembang. Mereka juga kesulitan membangun ekonomi rumah tangga.
Meski demikian, pihaknya masih kesulitan membantu UMKM di kecamatan dengan tingkat geografis yang sulit dijangkau jaringan internet, seperti Kecamatan Dlingo. Daerah pegunungan, tetapi memiliki potensi sumber daya alam sangat besar, termasuk UMKM yang mencapai lebih dari 1.000 unit.
Tak ada TKI
Geliat UMKM di Bantul juga membuat warganya tidak ada yang menjadi tenaga kerja di luar negeri (TKI). Juwair mengatakan, pada tahun 1980-1990, banyak warga Bantul dan DI Yogyakarta menjadi TKI atau TKW. Namun, setelah tahun 2000, saat pemkab menggerakkan UMKM dan pariwisata tidak ada lagi warga yang bekerja ke luar negeri.
Geliat UMKM di Bantul juga membuat warganya tidak ada yang menjadi tenaga kerja di luar negeri (TKI).
Namun, saat ini sekitar 5 persen warga Bantul mencari kerja di Jakarta. Hal ini terjadi karena ajakan teman-teman atau keluarga. ”Tetapi, sebenarnya, di Bantul pun mereka bisa mandiri secara ekonomi,” kata Juwair.
Pertumbuhan usaha di Bantul rata-rata setiap tahun 10 persen. Para pelaku biasanya sebelum membuka usaha bergabung dengan orang lain atau orangtua kemudian membuka usaha sendiri.
Kelompok usaha baru pun selalu mendapatkan pelatihan dan bimbingan dari dinas koperasi dan UMKM. Biasanya, para pelaku secara aktif mendatangi bidang UMKM untuk meminta pelatihan. Dinas kemudian bekerja sama dengan rekanan memberikan pelatihan bagi pengusaha baru. Jenis pelatihan tergantung permintaan warga.
Ny Rujina (45), penjual minuman ringan ”Rumah Abang” di Imogiri, Bantul, mengatakan, tempat usahanya itu jauh dari sentral UMKM Imogiri. Ia tidak mampu memasang jaringan nirkabel di rumahnya. Namun, suatu saat ini, ketika ia memiliki modal yang cukup, ia akan memasangan jaringan itu.
”Kalau pemda ingin membantu, itu lebih baik. Jika ada jaringan internet, beberapa pengusaha di sekitar ini bisa terbantu bila perlu kami menempati satu lokasi untuk berjualan bersama secara online,” kata Rujima.
Ia menyediakan minuman khas Bantul, seperti wedang uwoh, jahe, beras kencur, kopi, ataupun teh. Ia memulai usaha ini tahun 2017 dengan omzet rata-rata Rp 5 juta per bulan. Wanita dua putra ini memperkirakan, jika ada jaringan nirkabel, bisa saja usahanya jauh lebih sukses dibandingkan saat ini.