Gempa susulan di Pulau Ambon dan sekitarnya, hingga Rabu (20/11/2019), tercatat sebanyak 2.458 kali dengan 282 di antaranya dirasakan getarannya. Tim penanggulangan bencana diharapkan mendata ulang dampak kerusakan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Gempa susulan di Pulau Ambon dan sekitarnya, Provinsi Maluku, hingga Rabu (20/11/2019), tercatat sebanyak 2.458 kali dengan 282 di antaranya dirasakan getarannya. Untuk itu, tim penanggulangan bencana diharapkan mendata ulang kerusakan bangunan karena diyakini terus berubah.
”Ada yang saat gempa pertama tidak apa-apa, sekarang mulai retak, sedangkan yang sudah retak kondisinya semakin parah. Ini barangkali luput dari tim pendata yang turun ke lapangan beberapa waktu lalu. Kami minta kalau bisa tolong didata ulang,” kata Zeth Bakarbessy, Raja (Kepala Desa) Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah.
Di desa itu, lebih kurang 600 rumah rusak dengan tingkat kerusakan mulai dari ringan, sedang, dan berat. Pendataan ulang juga bertujuan menghitung dana stimulus yang akan diberikan kepada penerima bantuan. Berdasarkan standar nasional, pemilik rumah rusak ringan akan mendapatkan Rp 10 juta, rusak sedang Rp 25 juta, sedangkan rusak berat Rp 50 juta.
Zeth juga meminta jadwal pendataan disampaikan kepada para korban yang kini tidak tinggal di dalam kampung itu. Mereka tinggal di lokasi pengungsian sekitar 2 kilometer dari permukiman. Ia menuturkan, pada pendataan sebelumnya, banyak rumah yang rusak tidak tercatat. ”Saat petugas datang, rumah terkunci. Warga semua di pengungsian sehingga data petugas tidak akurat,” ujarnya.
Pendataan ulang juga diminta Kepala Sekolah Dasar Negeri 2 Tulehu Halima Lestaluhu. Bangunan sekolah yang awalnya hanya rusak ringan itu kini menjadi rusak sedang dan berat. ”Waktu gempa pertama hanya retak kecil, sekarang balok penahan atap sudah ambruk, lantai juga pecah dan bergelombang,” ujarnya.
Saat ini, kegiatan belajar mengajar dilangsungkan di tiga tenda darurat yang dibangun di kompleks Universitas Darussalam Ambon di Desa Tulehu. Sekolah itu memiliki sembilan rombongan belajar. Satu tenda darurat digunakan tiga kelas. Jumlah siswa di sekolah itu 229 orang. Selain SDN 2 Tulehu, ada empat sekolah dasar lain yang melangsungkan kegiatan belajar mengajar di tenda darurat.
Sejak gempa mengguncang Maluku pada 26 September lalu, wilayah terdampak paling parah adalah Kacamatan Salahutu di Kabupaten Maluku Tengah dan Kecamatan Kairatu di Kabupaten Seram Bagian Barat. Wilayah itu berada dekat dengan titik gempa pertama dan gempa susulan. Koordinat titik gempa sering kali terjadi darat, dekat dengan permukiman penduduk.
Gempa pertama kali terjadi pada 26 September 2019 dengan magnitudo 6,5. Getaran gempa yang terasa di Pulau Ambon mencapai V MMI. Secara umum, wilayah terdampak gempa meliputi Pulau Ambon, Haruku, Saparua, dan sebagian Pulau Seram. Korban meninggal 41 orang dan ratusan lainnya luka-luka. Hingga kini, warga masih cemas.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku Farida Salampessy mengatakan, gempa susulan yang terus terjadi akan diikuti dengan pembaruan data kerusakan bangunan. Warga yang rumahnya rusak diminta berkoordinasi dengan kepala desa dan selanjutnya dilaporkan kepada BPBD setempat untuk diverifikasi.
Menurut dia, hingga kini belum diputuskan data akhir kerusakan. Data yang sudah dihimpun akan ditambah lagi dengan nomor induk kependudukan. Ia memperkirakan, proses rekonstruksi dan rehabilitasi sudah bisa dilakukan awal 2020. ”Selain data ulang, yang paling penting, gempa susulan ini segera berhenti agar perbaikan bangunan bisa dikerjakan,” ucapnya.
Menurut catatan Kompas, Presiden Joko Widodo dalam kenjungannya ke lokasi bencana di Ambon akhir Oktober menginginkan proses rehabilitasi dapat dilakukan secepatnya. Presiden berharap pembanguan dilakukan setelah gempa susulan berhenti. Penanganan pascabencana dilakukan melalui pembangunan hunian tetap secara langsung tanpa hunian sementara.
Sementara itu, Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin mengatakan, gempa susulan tidak dapat diprediksi kapan berakhir. Meski demikian, frekuensi gempa susulan lebih sedikit dibandingkan beberapa hari setelah gempa.
Selama 55 hari terakhir, gempa susulan tercatat 2.458 kali dengan 282 di antaranya dirasakan getarannya. Gempa susulan pada hari pertama sebanyak 244 kali, sedangkan pada hari ke-55 sebanyak 20 kali.