Festival Makanan Laut Gairahkan Pariwisata Sulteng
Sektor pariwisata Sulawesi Tengah masih terdampak bencana gempa 14 bulan lalu. Untuk menggairahkan kembali sektor tersebut, Festival Makanan Laut Palu atau Palu Seafood Festival digelar pada 23 November 2019.
Oleh
Videlis Jemali
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Sektor pariwisata Sulawesi Tengah masih terdampak bencana gempa 14 bulan lalu. Untuk menggairahkan kembali sektor tersebut, Festival Makanan Laut Palu atau Palu Seafood Festival digelar pada 23 November 2019. Dalam jangka panjang, festival itu diharapkan menjadi salah satu mesin pendorong kunjungan wisatawan.
Festival tersebut diselenggarakan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulteng bersama Dinas Pariwisata serta Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng. Menurut rencana, kegiatan diisi dengan kelas memasak (cooking class) dan kompetisi yang diikuti kelompok dari kalangan umum.
Kegiatan ini juga menegaskan bahwa sektor pariwisata Sulteng sudah mulai pulih.
Festival ini baru pertama kali dilakukan. Kegiatan perdana itu sekaligus sebagai ajang perkenalan. Ikan untuk peserta kompetisi disediakan Dinas Kelautan dan Perikanan sebanyak 150 kilogram dari berbagai jenis, seperti tuna, bandeng bebas duri, dan katombo (kembung).
Ketua PHRI Sulteng Fery Taula, Rabu (20/11/2019), mengatakan, kegiatan tersebut diharapkan kembali menggairahkan wisata di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala. Pascagempa, tsunami, dan likuefaksi tahun lalu, belum ada kegiatan wisata yang dilakukan. ”Kegiatan ini juga menegaskan bahwa sektor pariwisata Sulteng sudah mulai pulih,” katanya.
Meskipun konteks kegiatannya untuk menggairahkan wisata, lanjut Fery, kompetisi lomba masak makanan laut melibatkan kelompok atau komunitas umum, termasuk para ibu penyintas dari kamp atau hunian sementara. ”Jadi, ada sisi sosialnya bahwa masyarakat umum terlibat dalam kegiatan yang dilakukan pelaku pariwisata,” ucapnya.
Kepala Dinas Pariwisata Sulteng I Nyoman Sriadijaya mengakui, pascabencana, tak ada atraksi atau kegiatan wisata yang dilakukan karena kerusakan akses dan fasilitas wisata. Hal itu berdampak signifikan pada menurunnya kunjungan wisatawan.
Sebelum bencana, rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara per tahun di Sulteng mencapai 19.000 orang dengan destinasi utama Taman Nasional (TN) Kepulauan Togean dan TN Lore Lindu. Sementara wisatawan domestik mencapai 3 juta orang per tahun.
Tak menyebutkan jumlah, Nyoman memastikan kunjungan wisatawan domestik menurun drastis pascabencana. Hal yang sama terjadi pada kunjungan wisatawan mancanegara, kecuali kalau dihitung kunjungan orang asing selama penanganan bencana di Sulteng yang berjumlah 24.000 orang.
Saat ini, sektor wisata kembali menggeliat dengan mulai beroperasinya hotel berbintang yang sebelumnya rusak di Palu dan diperbaikinya jalan ke lokasi wisata. Palu Seafood Festival diharapkan menggairahkan kembali kegiatan wisata di Palu dan sekitarnya.
Nyoman menyebutkan, festival itu diharapkan konsisten digelar ke depan dan terus dikembangkan, baik skala kegiatan maupun pesertanya. Jika memungkinkan, acara tersebut bisa tercatat sebagai agenda wisata nasional sehingga bisa menggaet wisatawan.
Selama ini, TN Kepulauan Togean dan TN Lore Lindu menjadi wisata prioritas Sulteng. Promosi difokuskan untuk kedua destinasi tersebut. Kota Palu menjadi pintu utama menuju TN Lore Lindu, sementara TN Kepulauan Togean bisa dijangkau dari Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una, dan Luwuk, Kabupaten Banggai.
Konsumsi ikan
Selain untuk menggairahkan kembali sektor wisata, festival tersebut juga diharapkan meningkatkan konsumsi ikan di Sulteng. Saat ini, konsumsi ikan per kapita per tahun 56 kilogram. Angka itu memang lebih tinggi daripada rata-rata nasional yang sekitar 52 kilogram per kapita per tahun.
”Tetapi, angka itu masih sangat rendah dibandingkan dengan luasnya lautan kita. Ini yang terus kami dorong, termasuk dengan festival,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Arif Latjuba.
Berdasarkan data terakhir tahun 2014, produksi perikanan tangkap di Sulteng mencapai 400.000 ton per tahun. Sulteng memiliki garis pantai lebih dari 4.000 kilometer yang membentang di Teluk Tomini, Teluk Tolo, Laut Sulawesi, dan Selat Makassar. Hanya satu dari 14 kabupaten/kota di provinsi itu yang tak terhubung dengan laut, yakni Kabupaten Sigi.