Kajati Pertama dari Papua Fokus Program Daerah Bebas Korupsi
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo berkomitmen untuk fokus menangani kasus tindak pidana khusus, termasuk korupsi. Tiga bulan ke depan, kejaksaan di Papua akan menggulirkan program daerah bebas korupsi.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo yang baru dilantik Selasa kemarin berkomitmen untuk fokus menangani kasus tindak pidana khusus, termasuk korupsi. Dalam tiga bulan ini, aparat kejaksaan di Papua akan menggulirkan program daerah bebas korupsi.
Hal ini disampaikan Nikolaus saat tiba di Bandar Udara Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (20/11/2019). Nikolaus mengatakan, dirinya menjadi orang asli Papua yang pertama kali menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Papua. Nikolaus menjadi kajati menggantikan pejabat sebelumnya, Hefinur.
Hal ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Papua karena tiga pejabat di sektor hukum, yakni kepala kepolisian daerah, panglima Kodam Cenderawasih, dan kajati, dijabat oleh warga asli Papua.
”Mudah-mudahan jabatan ini dapat memotivasi para jaksa setempat untuk memberikan prestasi terbaik dalam bekerja khususnya di institusi kejaksaan,” ujar Nikolaus.
[caption id="attachment_11012302" align="alignnone" width="1024"] Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo saat tiba di Jayapura, Rabu (20/11/2019).[/caption]
Nikolaus menuturkan, dirinya akan mengeluarkan program daerah bebas korupsi selama tiga bulan pertama menjabat sebagai Kajati Papua. Program ini berupa kegiatan pencegahan dari Asisten Tindak Pidana Khusus dan Asisten Intelijen untuk memastikan tidak ada praktik korupsi di kabupaten dan kota.
”Penanganan kasus korupsi tak hanya dengan penegakan hukum, upaya pencegahan harus diprioritaskan. Saya mewajibkan program daerah bebas korupsi di seluruh kejaksaan negeri di Papua dan Papua Barat,” ujar Nikolaus.
Ia menambahkan, Kejaksaan Tinggi Papua juga akan fokus dalam pencegahan penyalahgunaan anggaran otonomi khusus. Hal itu bertujuan agar anggaran tersebut dapat tepat sasaran dalam pembangunan Papua.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua, Kristin Luluporo Mano, mengapresiasi pemerintah pusat yang telah memberikan kesempatan bagi putra asli Papua menjadi Kajati Papua untuk pertama kali. ”Kami berharap Kejaksaan Tinggi Papua dapat bekerja lebih baik dengan berbagai pihak dan menangani sebuah perkara dengan tegas serta transparan,” ungkapnya.
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia Provinsi Papua dan pengamat hukum Anthon Raharusun mengatakan, kasus korupsi selama ini telah menghambat implementasi program pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di Papua. Ia menilai, masih terdapat peluang bagi oknum pejabat dan kontraktor bekerja sama walaupun sistem pengadaan barang dan jasa sudah berbasis elektronik.
Kejaksaan Tinggi Papua, saat ini menangani 10 perkara dugaan korupsi di Papua dan Papua Barat. Perkara itu, antara lain, terjadi di Kabupaten Keerom, Waropen, Manokwari, Raja Ampat, dan Merauke.
Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana hibah dan bantuan sosial di Pemerintah Kabupaten Keerom tahun 2017. Dalam kasus itu, Pemkab Keerom mengucurkan dana hibah sekitar Rp 57 miliar. Akan tetapi, dana yang dipertanggungjawabkan baru sekitar 61 persen.
Adapun dari dana bantuan sosial yang dikucurkan senilai Rp 23 miliar, hanya Rp 7 miliar yang dipertanggungjawabkan pihak terkait.