Setelah dibuka pasca-penutupan akibat kebakaran hutan, aktivitas pendakian di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, kembali berjalan seperti semula. Sejauh ini, wisatawan mancanegara masih mendominasi pendakian.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Setelah dibuka pasca-penutupan akibat kebakaran hutan, aktivitas pendakian di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, kembali berjalan seperti semula. Sejauh ini, wisatawan mancanegara masih mendominasi pendakian. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani belum memperbolehkan pendakian hingga puncak dan Danau Segara Anak.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Dedy Asriady, di Mataram, Jumat (22/11/2019), mengatakan, pendakian Rinjani dibuka kembali pada 6 November lalu. Sebelumnya, pendakian ditutup sejak 19 Oktober karena kebakaran melanda Rinjani.
Wisman sejauh ini memang mendominasi. Itu tidak terlepas dari daya tarik pemandangan Gunung Rinjani sepanjang jalur yang sangat indah. Termasuk faktor promosi dari kawan-kawan pelaku wisata, baik hotel, operator perjalanan wisata, pemandu, maupun travel.
Menurut Dedy, sejak dibuka, tercatat sudah 833 wisatawan yang mendaki Rinjani. Jumlah itu terdiri dari 608 wisatawan mancanegara (wisman) dan 225 wisatawan nusantara. Sementara jumlah wisatawan sejak dibuka 14 Juni pascagempa Lombok 2018 hingga 20 November 2019 sebanyak 14.177 orang, terdiri dari 11.366 wisman dan 2.811 wisatawan nusantara.
”Wisman sejauh ini memang mendominasi. Itu tidak terlepas dari daya tarik pemandangan Gunung Rinjani sepanjang jalur yang sangat indah. Termasuk faktor promosi dari kawan-kawan pelaku wisata, baik hotel, operator perjalanan wisata, pemandu, maupun travel,” kata Dedy.
Menurut Dedy, meski minat wisman tinggi, hingga saat ini, mereka belum berencana menaikkan kuota atau jumlah pendaki setiap hari.
Saat ini, pada empat pintu pendakian berlaku kuota, yakni Pintu Sembalun (Lombok Timur) 150 orang, Pintu Senaru (Lombok Utara) 150 orang, Pintu Timbanuh (Lombok Timur) 100 orang, dan Pintu Aik Berik (Lombok Tengah) 100 orang. Wisatawan bisa mendaftar melalui laman erinjani.id atau aplikasi berbasis Android eRinjani.
”Awal tahun (2020), akan ada penilaian dan penentuan kuota lagi,” lanjut Dedy.
Selain pertimbangan keamanan dan kenyamanan pendaki, penerapan kuota untuk menghindari dampak negatif terhadap ekosistem serta daya dukung lingkungan atau kawasan. Salah satu yang jadi perhatian adalah sampah dan kerusakan ekosistem di Rinjani.
Larangan ke puncak dan danau
Selain masih menerapkan kuota yang sama, Balai TNGR juga masih membatasi pendakian hingga Pelawangan (area berkemah terakhir sebelum ke puncak). Sementara untuk ke puncak Rinjani dan Danau Segara Anak masih belum diperbolehkan.
Penutupan akses ke dua titik favorit pendaki itu dilakukan sejak pendakian Rinjani dibuka pasca-penutupan akibat gempa 2018. Hal itu karena berdasarkan hasil survei lapangan pascagempa (9-13 September 2019), masih ditemukan titik jalur berbahaya karena longsor.
Titik longsor itu berada di tiga lokasi di jalur Pelawangan Sembalun-Puncak Rinjani. Titik longsor juga ditemukan di puncak Rinjani yang mencapai 40 persen lengser. Selain itu, titik longsor juga terpantau berada di jalur Pelawangan Sembalun-Danau Segara Anak serta di jalur Segara Anak-Torean.
Terkait hal itu, pendaki sejak awal diimbau untuk tidak nekat ke puncak atau danau. Tujuannya, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak hanya Balai TNGR, operator tur juga memberikan perhatian penuh pada hal itu.
Ketua Forum Citra Rinjani Lalu Ahmad Yani mengatakan, mereka berusaha agar standar yang sudah ditetapkan balai tetap dipatuhi.
Keselamatan, termasuk larangan mendaki ke puncak dan danau, kata Ahmad Yani, sudah menjadi bagian dari pembekalan kepada wisatawan yang menggunakan jasa mereka. Keselamatan dan kenyamanan wisatawan menjadi prioritas mereka.
Meski puncak dan danau ditutup bagi pendaki, dibukanya kembali pendakian ke Rinjani menjadi angin segar bagi banyak pihak. Ketua Asosiasi Trek Organizer Senaru (ATOS), Desa Senaru, Lombok Utara, Sumatim sebelumnya mengatakan, pembukaan pendakian itu menjadi ”obat” setelah tidak mendapat tamu akibat kebakaran hutan.
”Ada empat grup yang batal sewaktu kebakaran Rinjani. Saya terpaksa mengembalikan uang deposit kepada para calon tamunya,” kata Sumatim.