Polisi dan Kejagung Dalami Dugaan Suap Pembayaran Utang Jembatan Palu IV
Kepolisian Resor Palu, Sulawesi Tengah, terus mendalami dugaan suap pembayaran utang pembangunan Jembatan Palu IV. Pendalaman kasus ini dilakukan bersama Kejaksaan Agung.
Oleh
videlis jemali
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Kepolisian Resor Palu, Sulawesi Tengah, terus mendalami dugaan suap pembayaran utang pembangunan Jembatan Palu IV. Pendalaman kasus ini dilakukan bersama Kejaksaan Agung.
”Kasusnya masih dalam tahap penyelidikan. Pihak Kejaksaan Agung juga masuk untuk mendalami kasus tersebut. Kami bekerja sama,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Palu Ajun Komisaris Esri Prasetyo Hadi di Palu, Sulteng, Jumat (22/11/2019).
Jembatan Palu IV dengan kerangka melengkung dan berwarna kuning itu dibangun pada 2004-2006. Jembatan tersebut terletak di muara Sungai Palu dan menghubungkan Palu bagian barat dan timur serta menjadi akses utama menuju Kabupaten Donggala dan Provinsi Sulawesi Barat. Karena dihantam tsunami, kini jembatan itu tersisa hanya oprit (timbunan tanah penghubung jalan dengan badan jembatan) di sisi timur dan barat.
Esri memastikan, banyak orang terkait telah diperiksa dalam kasus tersebut, termasuk mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu Bartholomeus Tandigala dan sejumlah anggota DPRD Kota Palu periode 2014-2019.
Kepala Polres Palu Ajun Komisaris Besar Moch Soleh memastikan tak ragu mengusut kasus tersebut. Namun, pihaknya butuh waktu. Dalam waktu dekat, ia akan mendengarkan ekspos perkara dari penyidik berdasarkan keterangan atau dokumen yang sudah ada.
”Kalau memang cukup bukti, kita tindak lanjuti. Kalau memang kurang, kurangnya di mana, lalu nanti kita ekspos sama-sama dengan kejaksaan supaya ada titik terang,” katanya.
Pembayaran utang pembangunan Jembatan Palu IV yang telah ambruk karena tsunami pada 28 September 2018 menyita perhatian publik pada pertengahan 2019. Saat itu, Pemkot Palu membayar utang kepada perusahaan pelaksana pembangunan sebesar Rp 14,9 miliar, di tengah banyaknya urusan penanganan bencana. Utang tersebut dibayar berdasarkan putusan Badan Arbitrasi Nasional pada 2007 yang dikuatkan dengan berbagai putusan di tingkat pengadilan lainnya, termasuk kasasi dari Mahkamah Agung. Anggaran pembayaran utang dimasukkan dalam APBD 2019, yang diputuskan sebelum terjadinya bencana.
Dalam rapat dengar pendapat di kantor DPRD Kota Palu, pertengahan Juli lalu, Wali Kota Palu Hidayat menegaskan, pembayaran utang itu murni melaksanakan putusan berkekuatan hukum tetap sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung pada Maret 2018. Pemkot Palu bahkan telah berkonsultasi dengan forum komunikasi pimpinan daerah, pengadilan negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan KPK. Hasilnya sama, utang harus dibayar.
”Kalau tidak dibayar, bunganya jalan terus. Pada 2019, total utang pokok dan bunganya Rp 33 miliar. Yang kami bayar itu baru utang pokok,” katanya.