UMKM di Sulawesi Utara didorong untuk mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan pembayaran elektronik, pinjaman dalam jaringan, dan situs e-dagang.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Sulawesi Utara didorong untuk mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan pembayaran elektronik, pinjaman dalam jaringan, dan situs e-dagang. Selama ini, pelaku UMKM terkendala kurangnya informasi dan keahlian memanfaatkan layanan digital tersebut.
Hal tersebut disampaikan Vice President Government Relation Blibli.com Suherman Soemardi, Jumat (22/11/2019), di Manado, dalam gelar wicara tentang peran pembayaran digital dalam pertumbuhan ekonomi. Acara itu adalah bagian dari ”Urban Economic Festival” yang digelar Kantor Bank Indonesia (BI) Sulut selama tiga hari ke depan.
Menurut Suherman, pemerintah dan berbagai perusahaan penyedia situs e-dagang telah mengupayakan pengembangan UMKM melalui program 8 Juta UMKM Go Online. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika selama 2017-2018, jumlah UMKM yang telah memanfaatkan platform dagang daring telah mencapai 9,62 juta unit. Total UMKM secara nasional diperkirakan mencapai 63 juta.
Bayangkan, sebotol kecil sambal roa di Singapura harganya bisa sampai 20 dollar Singapura (sekitar Rp 207.000).
Suherman mengatakan, pihaknya telah melayani lebih dari 5.000 UMKM. Pihaknya bahkan menyediakan bimbingan pengembangan produk dan promosi gratis bagi produk-produk UMKM. Meski demikian, Suherman mengakui jumlahnya tidak banyak di Manado dan Sulut.
”Sebenarnya, Sulut punya potensi, terutama di bidang kuliner. Bayangkan, sebotol kecil sambal roa di Singapura harganya bisa sampai 20 dollar Singapura (sekitar Rp 207.000),” kata Suherman.
Sayangnya, UMKM masih menghadapi permasalahan klasik, seperti kurang informasi, modal, inovasi, hingga daya juang. Menurut Suherman, para pelaku UMKM sering kali mengharapkan aliran dana (cashflow) yang cepat sehingga lebih nyaman bertransaksi di luar jaringan. Pemasaran produk pun tidak bisa meluas.
Hal ini dirasakan oleh pasangan Dewi Bagus dan Luki Bagus, produsen beragam jenis keripik di Tomohon. Dewi hingga kini tidak tahu jika menjadi merchant di situs e-dagang tidak dipungut biaya sedikit pun.
Online harus dimaksimalkan supaya profitnya kami terima secara penuh.
Padahal, kemampuan produksi mereka telah mencapai 600 bungkus per minggu. Sebanyak 80 persen produk mereka dipasarkan di berbagai toko swalayan dan pusat oleh-oleh dengan cara konsinyasi. Sebanyak 20 persen sisanya dijual di Tokopedia dan Bukalapak.
”Kami bahkan lebih banyak jual di Facebook. Online harus dimaksimalkan supaya profitnya kami terima secara penuh. Ke depan akan mengarah ke sana,” kata Luki.
Sementara itu, Kepala Kantor BI Sulut Arbonas Hutabarat mengatakan, saat ini ada 41 unit UMKM yang dibina untuk merambah digital. Namun, baru tiga penggiat yang mulai berjualan secara digital. ”Para penggiat ini akan kami bimbing agar melek digital, berorientasi ekspor, dan mengglobal melalui penjualan barang di platform e-dagang,” katanya.
Sementara itu, perusahaan teknologi finansial (tekfin) peminjaman antarpihak Danamas juga berkomitmen mendukung pengembangan UMKM di Manado. Ini diwujudkan dengan membuat kantor cabang di Manado sejak 2018.
Pimpinan Danamas di Manado Edward William mengatakan, selama setahun berjalan, Rp 10 miliar telah disalurkan para pemberi pinjaman kepada peminjam di Manado. ”Kebanyakan untuk tujuan produktif karena kami fokus di UMKM. Tapi, pinjaman konsumtif juga ada,” katanya.
Menurut Edward, tingkat gagal bayar Danamas dapat ditekan sangat rendah, yaitu hanya 0,08 persen secara nasional. Para pemberi pinjaman pun diberi jaminan asuransi 70 persen nilai investasi.
Saat ini, diperkirakan setengah dari penduduk Indonesia tidak dapat mengakses layanan perbankan. Edward mengatakan, kehadiran tekfin peminjaman memudahkan para UMKM untuk memperoleh modal tanpa harus melalui prosedur bank. Pencairan dana lebih cepat.
Vice President Strategic Business Partnerships OVO Yukie Iskandar menambahkan, UMKM juga dapat memanfaatkan platform pembayaran digital yang semakin populer. Pengguna dompet digital di Indonesia saat ini mencapai sekitar 250 juta orang, naik dari 167.000 pada 2018 dan 90.000 pada 2017.
OVO pun telah memiliki sekitar 6.000 penggiat usaha yang menerima pembayaran nontunai. ”Pertumbuhannya 500 merchant per bulan. Ini memudahkan para penggiat UMKM bukan hanya saat transaksi offline, melainkan juga saat menjual barang di Tokopedia,” katanya.