Masyarakat, baik di dalam maupun luar Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, terus disiapkan agar ikut mendukung sekaligus mendapatkan manfaat, salah satunya melalui pengembangan desa wisata.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
PRAYA, KOMPAS – Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, saat ini menjadi salah satu destinasi pariwisata superprioritas yang dikembangkan pemerintah pusat. Masyarakat, baik di dalam maupun luar kawasan tersebut, terus disiapkan agar ikut mendukung sekaligus mendapatkan manfaat, salah satunya melalui pengembangan desa wisata.
Untuk itu, pada Selasa (26/11/2019), Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meresmikan Desa Wisata Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah. Acara peresmian digelar bersama peluncuran program Journey For Development AirAsia Indonesia.
Hadir dalam acara itu Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah, Direktur Utama AirAsia Indonesia Veranita Yosephine Sinaga, Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu M Faozal, dan Kepala Desa Bonjeruk Lalu Audia Rahman. Selain itu, turut hadir pelaku industri pariwisata, antara lain Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), serta Himpunan Pramuwisata Indonesia.
Desa Bonjeruk berada sekitar 39 kilometer utara Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika atau 23 kilometer tenggara Mataram, ibu kota NTB. KEK Mandalika, yang ditargetkan menjadi lokasi penyelenggaraan ajang Moto GP 2021, adalah salah satu destinasi wisata superprioritas bersama Danau Toba (Sumatera Utara), Borobudur (Jawa Tengah), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), dan Likupang (Sulawesi Utara).
Faozal mengatakan, Bonjeruk merupakan salah satu dari 99 desa wisata yang ditetapkan untuk dikembangkan Pemprov NTB dalam lima tahun ke depan. Pada 2019, ada 25 desa yang jadi prioritas pengembangan, termasuk Bonjeruk.
Menurut Faozal, Desa Bonjeruk menjadi prioritas karena selain telah memiliki paket wisata, juga memiliki konektivitas, aksesibilitas, dan amenitas. Secara bertahap, penguatan desa-desa lain yang masuk dalam prioritas tahun ini terus berjalan, baik dalam aspek infrastruktur maupun kelembagaan desa wisata.
Harapannya, proses yang berjalan di sini bisa dilihat dan jadi pemelajaran oleh desa lain.
”Desa Bonjeruk, dan Desa Kembang Kuning di Lombok Timur, kami jadikan model. Harapannya, proses yang berjalan di sini bisa dilihat dan jadi pemelajaran oleh desa lain,” ucap Faozal.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bonjeruk Permai Usman mengatakan, pengembangan Bonjeruk sebagai desa wisata, termasuk kelembagaannya, dimulai sejak 2018. Namun, mereka baru aktif setahun terakhir akibat gempa Lombok.
Selama setahun itu, Bonjeruk telah dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara. ”Dominasinya wisatawan mancanegara. Totalnya sekitar 426 orang. Sementara wisatawan domestik tidak banyak. Itu pun hanya untuk aktivitas kuliner dan survei,” kata Usman.
Menurut dia, sejumlah paket wisata yang mereka tawarkan antara lain kelas memasak dengan bahan baku produk masyarakat setempat serta paket jalan kaki (trekking) dan bersepeda menyusuri desa. Selain itu, mereka juga menyediakan Bonjeruk English Camp atau berkemah sekaligus belajar bahasa Inggris.
Usman memaparkan, paket-paket tersebut merupakan bagian dari empat konsep pengelolaan Desa Wisata Bonjeruk. Keempat konsep itu adalah ekowisata yang berbasis lingkungan, wisata budaya, wisata lokal dengan pendekatan kekinian (untuk kaum milenial), dan wisata kuliner.
Dari pantauan Kompas, berbagai pendukung untuk desa wisata telah dimiliki Bonjeruk. Selain kelembagaan, peralatan bersepeda serta infrastruktur seperti jalan desa dan papan petunjuk obyek-obyek wisata telah tersedia dengan kondisi yang cukup baik.
Mereka telah memiliki area berkemah lengkap dengan taman-taman organik, kolam ikan, gazebo, balai, toilet, hingga satu homestay. Mereka juga menyiapkan produk masyarakat untuk oleh-oleh, seperti kopi dan makanan ringan.
Untuk mendukung pengembangan desa wisata itu, selain pembiayaan pemerintah pusat melalui dana alokasi khusus (DAK), pemerintah desa juga diminta mengalokasikan dari dana desa. Kepala Desa Bonjeruk Lalu Aulia Rahman mengatakan, mereka mengalokasikan anggaran dana desa untuk badan usaha milik desa pada program pengembangan tanaman organik.
”Selain itu, kami juga mengalokasikan untuk pengelolaan sampah, misalnya bank sampah. Tentu tidak bisa serta-merta seluruh dusun, tetapi secara bertahap,” kata Aulia.
Dari seluruh review kami, dua hal itu yang menjadi kekurangan desa wisata di Lombok. Kalau indah, sudah sangat indah.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, dengan berbagai potensi yang dimiliki, Bonjeruk memang layak menjadi desa wisata. Hanya saja, potensi itu tidak cukup. Sinergi semua pihak menjadi kunci penting lain untuk mengembangkan desa wisata.
Sinergi akan membuat semua pihak menggunakan seluruh sumber daya secara maksimal. Mulai dari mengangkat segala keunikan yang dimiliki hingga promosi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.
Hal itu termasuk memastikan desa wisata tetap menjaga kebersihan dan tata kelola. ”Dari seluruh review kami, dua hal itu yang menjadi kekurangan desa wisata di Lombok. Kalau indah, sudah sangat indah,” ujar Rohmi.
Menurut Rohmi, pengelola desa wisata diharapkan tidak malu untuk belajar dari desa wisata lain yang telah maju. Sejalan dengan itu, Pemprov NTB juga terus menggandeng pihak luar untuk ikut mendukung pengembangan desa wisata di NTB.
Salah satunya adalah AirAsia Indonesia yang memulai program Journey For Development untuk pertama kali di Desa Bonjeruk. Direktur Utama AirAsia Indonesia Veranita Yosephine Sinaga mengatakan, program itu merupakan bentuk dukungan mereka untuk pariwisata berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Dalam program itu, lanjut Veranita, Allstar (julukan staf AirAsia) akan terjun langsung dan bekerja sama dengan komunitas setempat di Bonjeruk untuk melakukan pengembangan dan pemasaran produk-produk lokal serta peningkatan keterampilan komunikasi dan layanan. Selain itu, ada pula peningkatan standar keselamatan, kebersihan, dan pengelolaan limbah guna mencapai standar internasional.
Ketua Asita NTB Dewantoro Umbu Joka menyebutkan, pelibatan pihak lain, seperti AirAsia Indonesia, dalam pengembangan desa wisata adalah hal positif. Hal itu perlu dilakukan juga untuk desa wisata lain di NTB. ”Hanya saja, kami berharap target penguatan desa wisata setiap tahun tidak banyak. Sepuluh sudah cukup biar lebih fokus,” katanya.