Satgas Saber Pungli mengajak Peradi dalam pencegahan dan pemberantasan pungli. Tindakan melawan hukum itu bisa terjadi di mana saja. Jangan sampai organisasi pengacara juga terserang dan menderita akibat virus pungli,
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar atau Satgas Saber Pungli mengajak Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi untuk bekerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan penarikan ilegal tersebut.
”Sebagai organisasi profesi, Peradi dapat menjadi mitra kami dalam pemberantasan pungli,” kata Sekretaris Satgas Saber Pungli Inspektur Jenderal Widiyanto Poesoko saat Pembukaan Rapat Kerja Nasional Peradi, Rabu (27/11/2019), di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur.
Kedatangan Widiyanto mewakili Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang berhalangan hadir. Selain menjabat di Satgas Saber Pungli, Widiyanto juga merupakan Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam.
Sebagai organisasi profesi, Peradi dapat menjadi mitra kami dalam pemberantasan pungli. (Widiyanto Poesoko)
Menurut Widiyanto, pungli bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Tidak tertutup kemungkinan, ada praktik melanggar hukum dalam perekrutan calon pengacara melalui organisasi profesi. Untuk itu, kerja sama diperlukan. ”Kami tidak bisa mencampuri organisasi profesi, tetapi praktik pungli jangan sampai masuk dan meracuni,” katanya.
Sejak resmi dibentuk pada Oktober 2016 atau tiga tahun terakhir, satgas telah melaksanakan 21.407 operasi tangkap tangan terhadap aparatur negara yang terindikasi terlibat pungli. Jumlah tersangka mencapai 33.432 orang. Jumlah ini dianggap memprihatinkan karena praktik tak jujur tadi ibarat sudah membudaya dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Harapannya, organisasi profesi seperti Peradi tidak pernah terserang virus pungli. Pengacara dianggap merupakan individu yang harus berkarakter terbaik karena tanggung jawab dalam penegakan atau supremasi hukum, hak asasi manusia, membangun kesadaran hukum, dan pembela publik yang berhadapan dengan aparatur negara atau penegak hukum lainnya.
Wadah tunggal
Ketua Dewan Pembina Peradi Otto Hasibuan mengatakan terus mengupayakan agar Peradi menjadi wadah tunggal (single bar) organisasi pengacara. Saat ini, setidaknya ada 29 organisasi advokat sebagai dampak dari terbitnya Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73 Tahun 2015 tentang Penyumpahan Advokat.
”Keterpecahan dalam organisasi membuat semua orang seakan bisa menjadi advokat meski tidak memenuhi syarat,” kata Otto, Ketua Umum Peradi 2005-2015. Apalagi, organisasi advokat yang banyak seakan tak terjamah oleh audit. Ini tak baik karena tidak ada pengawasan. Tanpa pengawasan, bagaimana sebuah organisasi dapat dijamin melahirkan individu profesi yang berintegritas.
Menurut Otto, dengan kembali menjadi wadah tunggal, organisasi advokat dapat membuat dan melaksanakan standardisasi perekrutan. Harapannya, perekrutan menghasilkan pengacara yang berintegritas sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Jalan menuju wadah tunggal, lanjut Otto, sudah ada, yakni aturan hukum berupa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Selain itu, struktur organisasi. Peradi, misalnya, memiliki struktur berjenjang dari pusat, lalu provinsi dan kabupaten/kota. Organisasi ini beranggotakan 50.000 pengacara di seluruh Indonesia.
”Yang belum ada adalah kulturnya, kemauan hati untuk kembali menyatu,” kata Otto.
Ketua Umum Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan mengatakan, jalan menuju wadah tunggal membutuhkan komitmen dan hati yang jernih. Organisasi advokat di luar Peradi diajak untuk bergabung kembali dalam perhimpunan tersebut. Cara lain, musyawarah bersama seluruh organisasi advokat yang ada dan hasilnya harus melebur dalam satu perhimpunan.
”Banyaknya organisasi advokat, dalam pandangan Peradi, membuat kualitas profesi ini menurun,” kata Fauzie.